JAKARTA (IndoTelko) - Harga Bitcoin terus melambung melewati level USD 93,000, dengan kapitalisasi pasar menembus lebih dari USD 1,77 triliun, membuat Bitcoin melampaui market cap perak (USD 1,70 triliun) sebagai aset terbesar ke-8 di dunia. Saat ini, Bitcoin berada di bawah emas (USD 17,23 triliun), Nvidia (USD 3,63 triliun), Apple (USD 3,4 triliun), Microsoft (USD 3,16 triliun), Google (USD 2,2 triliun), Amazon (USD 2,2 triliun), dan Saudi Aramco (USD 1,79 triliun) dalam peringkat aset terbesar dunia.
Pergerakan pasar ini sebagian besar didorong oleh pembelian institusional dan arus kas masuk ke ETF Bitcoin yang terus berlanjut. Selain itu, optimisme atas kemenangan Trump, yang dikenal dengan sikap pro-kripto, turut mendukung kepercayaan bahwa regulasi yang lebih mendukung aset digital akan segera hadir.
Selain faktor-faktor di atas, faktor pendorong lainnya seperti sentimen inflasi juga memberikan dampak pada harga Bitcoin.
Pada Rabu, 13 November 2024, inflasi di Amerika Serikat tercatat sebesar 2,6% YoY, naik dari periode sebelumnya yang sebesar 2,4%. Kenaikan 0,2% ini masih dalam range konsensus, sehingga seharusnya memberikan pandangan positif terhadap dolar. Namun, Bitcoin justru mengalami kenaikan dan berhasil mencapai all-time high (ATH), mencerminkan antusiasme investor terhadap adopsi Bitcoin di tengah kondisi ekonomi saat ini.
Dikatakan CEO INDODAX, Oscar Darmawan, pencapaian kapitalisasi pasar Bitcoin yang kini menembus USD 1,77 triliun adalah bukti semakin diterimanya aset digital ini di kancah global sebagai alternatif investasi yang potensial. Lonjakan harga Bitcoin yang melewati level USD 93.000 mencerminkan tingginya minat institusi besar terhadap kripto sebagai salah satu aset utama dalam portofolio investasi.
“Momen ketika Bitcoin melampaui nilai perak adalah sebuah sejarah penting. Dulu, perak pernah menjadi mata uang di dunia sebelum akhirnya digantikan oleh emas,” tambahnya.
Oscar menyoroti data CPI Amerika Serikat Oktober 2024 yang mencatat kenaikan inflasi 2,6% YoY sebagai faktor penting dalam lonjakan harga bitcoin. “Dengan inflasi tinggi, bitcoin dianggap sebagai aset yang dapat melindungi nilai dan menarik investor yang mencari alternatif investasi yang lebih stabil dibandingkan aset tradisional yang bisa terdampak penurunan nilai akibat inflasi,” katanya.
“Saya melihat adanya potensi besar dalam regulasi yang mendukung industri kripto seperti Financial Innovation and Technology for the 21st Century Act (FIT 21) dan Financial Innovation Act (FIA) dalam kebijakan Amerika, dan juga kebijakan baru mengenai perpindahan regulasi ke OJK di Indonesia di 2025. Dukungan regulasi yang positif akan memperkuat perkembangan pasar dan mengurangi risiko yang dihadapi oleh para investor kripto," ujarnya.
“Pencapaian Bitcoin sebagai salah satu aset terbesar dunia merupakan penanda penting bagi industri kripto yang sedang tumbuh. Status ini akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap kripto dan mendorong adopsi yang lebih luas,” jelas Oscar.
Ia optimis bahwa Bitcoin masih memiliki ruang untuk tumbuh lebih jauh, terutama jika didukung oleh kerangka regulasi yang lebih jelas dan penerimaan publik yang terus meningkat. (mas)