DPR minta Telkom evaluasi bisnis pasca hadirnya Starlink

JAKARTA (IndoTelko) - Komisi VI DPR RI meminta PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) untuk melakukan kajian menyeluruh terkait dampak keberadaan layanan satelit asing seperti Starlink di Indonesia terhadap emiten tersebut untuk kemudian dijadikan salah satu bahan rujukan dalam redesign roadmap bisnis.

Demikian salah satu kesimpulan hasil rapat dengar pendapat Komisi VI dengan Telkom belum lama ini ini.

Tak hanya itu, Komisi VI DPR RI juga meminta Telkom Indonesia untuk meningkatkan good corporate governance, melakukan inovasi produk dan layanan, meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan, serta efisiensi pengelolaan bisnis secara grup, dalam rangka meningkatkan profitabilitas dan value korporasi secara menyeluruh.

Direktur Utama Telkom Indonesia Ririek Adriansyah mengatakan, Telkomsat, anak perusahaan Telkom yang bergerak di bisnis satelit, hanya menjadi mitra Starlink dalam segmen business to business (B2B), yakni dalam layanan backhaul dan enterprise. Untuk backhaul, Telkomsat bekerja sama secara eksklusif, sedangkan untuk enterprise, selain Telkomsat, ada perusahaan lain yang menjadi mitranya. Sementara untuk segmen business to consumer (B2C), Starlink melakukannya sendiri.

Kita sudah ngomong ke Starlink untuk jadi mitra juga di Indonesia, tapi ternyata Starlink punya kebijakan untuk melakukannya sendiri. Jadi, yang kemarin diresmikan Starlink di Bali itu adalah segmen B2C yang dilakukannya sendiri," ungkap Ririek.

Ririek menjelaskan di segmen B2C yang disasar Starlink itu ada dua layanan, yaitu pertama, menggunakan perangkat keras atau antena untuk bisa terhubung dengan satelit low earth orbit (LEO).

Kedua, layanan internet satelit yang bisa terhubung langsung ke ponsel pengguna atau Direct to Cell. Saat ini layanan itu sudah dilakukan uji coba di Amerika Serikat dan negara lainnya. Tapi, saat ini masih bisa untuk bandwidth yang rendah, hanya untuk SMS.

Terkait dengan dampak kehadiran Starlink bagi bisnis Telkom, Ririek mengakui peluang tergerus ada, apalagi jika eksistensi dari Starlink meningkat tajam. Terlebih saat Starlink mematok tarif paket layanan internetnya rendah.

"Kalau eksistensi meningkat tajam, harganya juga jauh menurun, dan akhirnya lebih kompetitif, peluang itu ada, akan tergerus," pungkasnya.

Diungkapkannya, saat ini Elon Musk baru meluncurkan 10% dari 40 ribuan satelit. Jika sudah memiliki puluhan ribu satelit tentu harga layanan akan lebih murah.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Wholesale & International Service Telkom, Bogi Witjaksono, mengakui Starlink tumbuh pesat di Indonesia.

"Pada 2022, kita rintis untuk layanan backhaul bagi operator-operator telekomunikasi. Tidak lama setelah itu di 2024 sudah mengembangkan layanan langsung ke konsumen," tutur Bogi.

Di tahun mendatang, meski layanan Direct to Cell belum ada lisensi untuk langsung ke pelanggan seluler, Telkom melihat ada potensi ancaman bagi layanan seluler.

"Di sini memungkinkan Starlink bisa mengakses langsung ke telepon seluler dalam waktu dekat, walau sekarang sudah bisa tapi untuk kebutuhan darurat dan pesan singkat," ungkap Bogi.

Disampaikan Bogi, tidak hanya Starlink, ia menyebutkan satelit berjenis LEO akan banyak masuk ke Indonesia jika tidak diatur secara tegas oleh pemerintah.

"Dalam konteks untuk layanan langsung ke pelanggan, mungkin memang seperti disampaikan beberapa kali, negara perlu hadir karena secara teknologi, kami tidak bisa membendungnya. Satelit LEO ini tidak hanya Starlink, dalam waktu dekat banyak satelit LEO masuk ke negara kita," pungkasnya.

Ancaman

Di forum yang sama, Anggota Komisi VI dari Fraksi Demokrat Herman Khaeron menyebut, di tahap awal, mungkin Starlink tidak melakukan tekanan-tekanan dalam berusaha. Tapi, kalau terjadi persaingan bebas, tentu Starlink akan bisa menguasai, dan menjadi ancaman buat Telkom.

Sementara menurut Anggota Komisi VI Evita Nursanty Elon Musk tidak berinvestasi di Indonesia. Taipan asal Amerika Serikat itu cuma menggunakan pasar Indonesia untuk jualan Starlink.

"Ini kan isu soal Network Operation Center (NOC) dari Starlink gak jelas. Jadi, sebaiknya, kita Komisi IV kalau boleh usul, ya kita sidak NOC itu. Apakah benar-benar ada atau tidak NOC di dua tempat itu, ini yang bisa kita lakukan," pungkas Evita.

Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Harris Turino mengingatkan pemerintah harus menyajikan ladang persaingan yang fair bagi BUMN. "Tentu kita tidak menutup perkembangan teknologi dan persaingan. Tapi, BUMN juga harus siap kalau terjadi persaingan yang tidak seimbang," tutupnya.(id)