JAKARTA (indotelko) – Tahun 2013 sepertinya masih menjadi masa penuh tantangan bagi industri telekomunikasi Indonesia.
Walaupun berdasarkan prediksi Frost&Sullivan Pada 2013, diperkirakan terjadi pertumbuhan di omzet industri sekitar 10,8% atau mencapai Rp 149,7 triliun.
Namun diyakini Earning Before Interest Tax Depreciation and Amortization (EBITDA) dari para pemain masih dalam tekanan.
Dalam analisa keuangan, EBITDA digunakan untuk melihat arus kas operasional suatu perusahaan. Perhitungannya dengan melihat keuntungan sebelum dikurangi biaya interest, pajak, depresiasi, dan amortisasi.
Untuk diketahui, pada 2012 pendapatan dari industri seluler Indonesia sekitar Rp 134,5 triliun naik 16,6% dibandingkan 2011 sebesar Rp 113,1 triliun.
Partner Frost & Sullivan, Nitin Bhat mengungkapkan penurunan EBITDA akan dialami operator di Indonesia terutama tiga besar yakni Telkom (termasuk Telkomsel), Indosat, dan XL sekitar 3–5% hingga 2016 nanti.
“Penurunan EBITDA itu sebagai resiko berinvestasi di jasa data yang masih memberikan marjin kecil bagi para pelaku usaha.” Katanya kala berbincang santai usai paparan prediksi Frost&Sullivan tentang industri telekomunikasi belum lama ini.
Diprediksinya, , EBITDA margin dari operator juga akan mengalami tekanan sepanjang 2013–2016, terutama untuk XL dan Indosat.
"Kita perkirakan EBITDA margin untuk XL dan Indosat itu di kisaran 40. Kalau Telkom, mereka masih diselamatkan penguasaan yang besar terhadap infrastruktur backbone dan backhaul yang bisa menopang pendapatan," katanya.
Menurutnya, walau Indosat dan XL menggelontorkan dana yang lumayan besar tahun ini untuk mengembangkan jaringan data, untuk kebutuhan backhaul alias penghubung dari backbone ke akses masih banyak menyewa ke Telkom Grup.
"Tekanan di kedua operator (Indosat dan XL) itu di membeli kapasitas backhaul yang lumayan mahal. Karena itu, EBITDA kedua operator itu masih dalam tekanan hingga 2016. Berbeda dengan Telkom grup yang masih memiliki ruang untuk bermain," jelasnya.
Diperkirakannya, rasio penjualan terhadap belanja mdoal akan turun di tiga operator besar, sementara Return on Invested Capital (ROIC) akan mulai naik pada 2014 nanti.
ROIC adalah perhitungan keuangan yang biasanya ditunjukkan dalam persentase seberapa besar uang kas bisa dihasilkan dari setiap belanja modal yang dikeluarkan Perseroan.
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Setyanto P Santosa, memprediksi pada tahun ini pertumbuhan industri seluler di Indonesia tak jauh dari 8%. "Operator masih banyak mencari cara untuk menaikkan kualitas layanan agar pelanggan bisa tinggal lebih lama di jaringannya," katanya
Dorong Ekspansi
Head of ICT Consulting Indonesia Frost&Sullivan;, Dev Yusmananda, menambahkan kondisi yang dialami oleh pemain tiga besar seluler merupakan tantangan lantaran wilayah perkotaan yang dikuasai sebesar 70 persen telah jenuh dari sisi jangkauan.
"Tantangan operator besar adalah mencari permainan baru selain suara dan SMS. Apalagi jasa data secara biaya produksi terus menunjukkan penurunan tetapi marjin keuntungannnya belum besar," katanya.
Disarankannya, operator mulai lebih agresif melakukan monetisasi layanan data melalui program layanan mobile commerce, mobile advertising, mobile payment, machine to machine (M2M), contactless payment, adjacent market, serta layanan yang bersifat ubiquitous dan bermitra dengan para pemain Over The Top (OTT).
Sebelumnya, analis dari Bahana Sekuritas, Stifanus Sulistyo, mengeluarkan prediksinya terhadap salah satu pemain, yakni XL, yang diperkirakan bisa tumbuh pendapatannya setara industri. EBITDA margin dari XL diperkirakan akan di bawah kisaran 40% tak lagi setinggi 2012 yang mencapai 46%
Berdasarkan catatan, Anak usaha Axiata ini menyiapkan belanja modal sebesar Rp 8 triliun– Rp 9 triliun. Sebanyak 70% dialokasikan untuk investasi layanan data.
EBITDA XL pada 2012 mencapai Rp 9,7 triliun hanya naik 4,3% dibandingkan 2011 sebesar Rp 9,3 triliun. EBITDA margin turun 5% yakni 46% pada 2012 dibandingkan 2011 sebesar 51% .
Bersabar
Secara terpisah, Presiden Direktur XL Hasnul Suhaimi Hasnul mengakui investasi yang ditanamkan sangat besar di tengah utang yang masih melilit. Namun dia optimistis XL akan mampu mendapatkan revenue di kemudian hari dari apa yang mereka investasikan saat ini.
"Ibaratnya, kami sedang menuai benih. Kami optimistis 2015 sudah memanen apa yang saat ini kami tanam," jelasnya.
Saat ini, layanan data XL memberi kontribusi sebesar 20 persen. Sedangakan utang yang dimiliki XL jatuh tempo tahun 2013 sekitar Rp 4,3 triliun.Total utang XL hingga saat ini mencapai Rp13,5 triliun.(id)