JAKARTA (IndoTelko) – Margin penjualan smartphone di Indonesia mulai tipis di tataran distributor di tengah kian tingginya kuantitas penjualan dari perangkat tersebut.
“Secara kuantitas memang naik penjualan smartphone di Indonesia, tetapi jika bicara margin sekarang menipis, hanya di kisaran 10%,” ungkap Direktur Utama Tiphone Mobile Indonesia Tan Lie Pin, kemarin.
Dikatakannya, walau margin tipis tetapi dibantu oleh kuantitas penjualan dan perputaran pergantian dari produk, lumayan menolong para distributor. ”Sekarang itu tren memang di smartphone. Telkomsel saja ada program mengganti 5 juta ponsel 2G ke 3G, kami ikut serta di program tersebut,” katanya.
Ditambahkannya, pemicu lain turunnya margin dari smartphone karena perangkat dengan harga murah kian banyak yakni bermain di kisaran Rp 500 ribu –Rp 700 ribu. ”Ini juga permintaan operator ke vendor ponsel karena harga murah bisa menembus segmen lebih luas,” katanya.
Sekadar catatan, Average Selling Price (ASP) distributor di Indonesia pada 2012 mencapai Rp 3,3 juta tumbuh 50% dibandingkan 2011 sebesar Rp 2,2 juta.
ASP adalah perhitungan rata-rata harga produk dari semua produk yang dijual ke konsumen.
Sedangkan pada 2012 IDC secara global memperkirakan ASP untuk komputer tablet di kisaran U$ 461 atau Rp 4,4 juta, sementara ASP smartphone di US$ 408 atau Rp 3,9 juta.
Aturan Impor
Lebih lanjut Tan menjelaskan, para distributor dan importir ponsel di Indonesia saat ini tengah menyesuaikan diri dengan regulasi baru dari aturan impor, sehingga banyak produk baru terlambat masuk Indonesia atau langka di pasar.
“Dulu itu cukup lapor ke Kemenkominfo dan Surveyor. Sekarang harus ke Kemenkominfo, Kemendag, Kemenperin, dan Surveyor. Dengan empat pintu, lebih panjang waktunya memasukkan barang ke Indonesia,” katanya.
Dikatakannya, saat ini distributor sedang melihat permintaan di pasar terhadap satu produk dan menyesuaikan inventory serta importasi. “Biasa kalau aturan baru memang seperti itu, nanti ketemu sendiri iramanya,” katanya.
Terkait dengan wacana aturan pendaftaran International Mobile Equipment Identity (IMEI) di Indonesia, Tan mengatakan, langkah tersebut akan sulit dilakukan karena pasar Indonesia sudah terlalu liberal.
“Kami tentu mendukung wacana tersebut, masalahnya pasar kita sudah liberal. Barang bisa masuk dari pintu resmi atau tidak resmi. Tantangannya berat,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan a memperkirakan jumlah gadget ilegal di Indonesia sekitar 70 juta unit dari total 250 juta unit gadget yang beredar di pasaran dalam negeri. Potensi kerugian negara karena maraknya beredar barang ilegal itu sekitar Rp 35 triliun, belum termasuk PPN
Diusulkan Gita mengingat besarnya jumlah perangkat telekomunikasi yang teridentifikasi unligitimate, maka ada upaya pemblokiran IMEI bagi perangkat telekomunikasi yang illegal.
Dasar usulan ini Peraturan Menteri Perdagangan No. 82/M.DAG/PER/12/2012 tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam dan Komputer Tablet.
Kemendag juga pemilik Peraturan Meteri Perdagangan No 82/ 2012 tentang Ketentuan Impor
Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet.
Dalam aturan itu yang membutuhkan penyesuaian bagi kalangan pemain adalah terkait perusahaan harus mendapat penetapan Importir Terdaftar (IT) dan persetujuan Impor (PI) dan telepon seluler, komputer genggam dan komputer tablet dari Menteri Perdagangan.
Disebutkan importasi telepon seluler, komputer genggam, dan komputer tablet hanya dilakukan oleh Importir Terdaftar (IT) yang mendapat Persetujuan Impor (PI) dari Kementerian Perdagangan, dan mengantongi Tanda Pendaftaran Produk (TPP) impor dari Kementerian Perindustrian.
Selain itu, pemegang IT, hanya bisa menjual barang yang diimpornya melalui distributor, tidak bisa langsung ke pembeli eceran (retailer)
Sementara untuk fluktuasi nilai rupiah terhadap dollar AS belakangan ini Tan mengatakan, belum akan berdampak kepada harga ponsel di pasar karena prinsipal melakukan lindung nilai (Hedging).
“Kami kan ambil barang untuk LG dan Samsung ke mereka langsung. Nah, mereka itu hedging, sementara kita beli dengan rupiah. Jadi tak ada masalah. Tetapi kalau fluktuasi ini panjang, bisa jadi harga terkoreksi nanti,” katanya.(ct)