JAKARTA (IndoTelko) – Pemerintah sepertinya serius untuk menerapkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap smartphone dengan tujuan menekan derasnya impor dari produk itu masuk ke Indonesia.
Kepala Plt Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brodjonegoro mengungkapkan terdapat tiga alasan smartphone layak dikenakan PPnBM.
Alasan pertama, karena pemerintah melihat hampir seluruh ponsel yang beredar di Indonesia adalah produk impor, sehingga ikut memberikan kontribusi impor di neraca perdagangan.
Kedua, ponsel merupakan komoditas yang selama ini terbebas dari bea masuk. Alhasil produk ponsel impor dapat mudah masuk ke Indonesia."Dari dulu ponsel tidak pernah kena PPnBM dan bea masuk," ungkapnya.
Ketiga, harga ponsel pintar tak bisa dikategorikan lagi murah bila dibandingkan harga ponsel secara umum. "Untuk bisa mengendalikan barang mewah ini, pemerintah harus mengenakan PPnBM terkait barang mewah terutama bagi smartphone yang mempunyai kelebihan. Sedangkan ponsel umum tidak dikenakan PPnBM," jelasnya.
Diungkapkannya, saat ini pemerintah tengah menggodok Peraturan Pemerintah (PP) untuk merealisasikan kebijakan yang masuk dalam empat paket kebijakan ekonomi.
Alhasil, hingga saat ini belum ada batasan harga ponsel pintar yang tergolong barang mewah."Nanti kalau PP sudah keluar akan ada rate PPnBM berapa dan besaran harga ponsel yang kena PPnBM," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi ingin mengaji terlebih dulu pengenaan PPnBM untuk smartphone.
Menurutnya perlu dipastikan indikator smartphone dalam pengenaan pajak. Apakah nantinya itu akan dikenakan dari segi harga ataupun teknologinya.
Dikatakannya, jika indikator yang digunakan harga, dengan banderol Rp 5 juta, smartphone masuk dalam barnag mewah.
“Masalahnya kan ada yang sudah anggap ini essential tools. Ada barang-barang yang walaupun harganya mahal namun produktif atau sangat dibutuhkan. Sehingga tidak bisa dikategorikan barang mewah,” katanya.
Tantangan
Direktur Pemasaran dan Komunikasi Erajaya Swasembada Djatmiko Wardoyo, mengaku tak keberatan jika kebijakan fiskal ini diterapkan.
“Kita tidak ada masalah. Tetapi kebijakan ini akan banyak tantangannya. Kita juga minta pemerintah bisa bereskan barang illegal atau black market yang masuk pasar,” ungkapnya.
Diungkapkan Pria yang akrab disapa Koko ini produk black market masih marak di Indonesia, dan hal ini diakui pemerintah. "Kekhawatiran pelaku usaha bukan bersaing sesama kompetitor tetapi adanya produk ilegal dari black market," ujarnya.
Dicontohkannya, jika ponsel resmi berharga Rp 3 juta per unit maka ponsel ilegal berharga sekitar Rp 2,7 juta. Seandainya PPnBm diterapkan sekitar 10%-20% maka harga ponsel resmi di pasaran sekitar Rp 3,5 juta sehingga perbedaannya sebesar Rp 800 ribu.
Menurutnya, jika black market tidak segera diberantas maka, ketika PPnBM diterapkan pemerintah tidak akan mendapatkan apa-apa. "Pendapatan negara dari PPnBM tidak akan maksimal, sedangkan penerimaan dari pajak penghasilan industri ponsel yang mencapai Rp 1 triliun per tahun akan berkurang," ungkapnya.
Sulit Menjangkau
Head of Marketing Nokia Indonesia, Lukman Susetio mengingatkan, pemerintah harus memastikan detail terkait persyaratan smartphone yang akan dikenakan pajak barang mewah.“Harus jelas teknologi apa yang bisa dikategorikan sebagai smartphone kelas mewah yang bebas dari PPnBM,” katanya.
Pasalnya, teknologi yang diadopsi smartphone terus berkembang dan harga rata-rata penjualan produk ini terus turun.
“Jika diterapkan sudah pasti harga akan naik dan Indonesia menjadi tertinggal dalam mencicipi produk baru. Padahal ponsel selama ini menjadi andalan untuk menjangkau masyarakat daerah,” katanya.
Sekadar diketahui, tahun ini pemerintah memiliki banyak rencana dalam mengatur tata niaga ponsel. Aturan yang telah diterapkan adalah masalah importasi ponsel dari Kementrian Perdagangan (Kemendag).Kemendag kabarnya tengah menggodok juga aturan masalah registasi IMEI ponsel untuk meredam ponsel illegal.
Sedangkan BKF pada awal tahun ini pernah menggulirkan ide menerapkan cukai ke ponsel atau pulsa.(id)