telkomsel halo

Pebisnis Transportasi minta Kepastian Soal Ridesharing

10:46:54 | 22 Dec 2015
Pebisnis Transportasi minta Kepastian Soal Ridesharing
Ilustrasi (dok)
JAKARTA (IndoTelko) – Pebisnis transportasi yang tergabung dalam Organisasi Angkutan Darat (Organda) meminta kepastian dari pemerintah untuk toleransi beroperasinya transportasi berbasis aplikasi (ridesharing) untuk kepastian berusaha dan penegakkan hukum.

“Kami minta ada kejelasan batas waktu dan toleransinya. Misal, untuk ojek online, jelas tak ada itu di aturan. Mau sampai kapan diberikan toleransinya,” ungkap Ketua DPP Organda Adrianto Djokosoetono, kemarin.

Ditegaskannya, kendaraan roda dua bukan masuk dalam kategori angkutan umum yang mengangkut penumpang seperti yang tertera pada UU No.22/2002 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

“Kalau ini mau dianggap solusi sementara, ya, silakan sampai transportasi publiknya bisa baik. Kami  terus mendorong pemerintah untuk membantu revitalisasi angkutan umum terutama di tingkat kota dan daerah perintis dengan mekanisme rupiah/km.  Konsep angkutan umum massal seharusnya menjadi public service obligation. Ini demi ketersediaan angkutan umum bagi penumpang," katanya.

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan memperbolehkan transportasi ojek berbasis aplikasi beroperasi setelah sempat mengeluarkan surat pemberitahuan untuk melarang.    

Banjir Dukungan
Ridesharing sendiri terus banjir dukungan dari pejabat publik yang tak mengurus regulasi transportasi. Misal, aksi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang secara khusus memanggil pendiri dan CEO Gojek, Nadiem Makarim.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan, ada beberapa poin penting yang dibahasnya bersama  Nadiem.

Pertama, GoJek membuka peluang pasar bagi banyak provider di seluruh jasa. Kedua, bisnis aplikasi online juga berfungsi untuk inefisiensi di semua sektor yang selama ini ditanggung oleh konsumen. Adanya platform tersebut sehingga inefisiensi bisa terelakkan, karena tawaran bisnis online lebih murah.

Selain itu, bisnis aplikasi berbasis online bisa membantu memindahkan status moda transportasi yang selama ini disebut informal menjadi formal.

"Kalau dulu kan ojeknya berdiri sendiri, sekarang dengan aplikasi bisnis online ini, ojek tidak lagi sendiri, menjadi lebih terorganisir, sehingga faktor safety dan kenyamanan jadi lebih terjamin, dibanding sebelumnya secara indvidual dilakukan oleh masing-masing orang," ujarnya.

Bahkan, KPPU dan Nadiem juga membicarakan mengenai kuota transportasi yang selama ini hampir seluruh trayek antarkota dan dalam kota memiliki kuota. Rauf sepakat bahwa itu harus didiskusikan kembali, karena menyangkut peluang yang bisa diciptakan bagi industri transportasi.

Disebutkan juga dalam pertemuan itu bisnis aplikasi online membantu memperluas pelaku informal seperti ojek di pangkalan yang hanya mendapatkan tiga pelanggan sehari, hingga bisa meningkat dan seperti tukang pijit yang jadi kebanjiran order.

“Saya berharap ke depan justru perlu penyesuaian di aturan main untuk beradaptasi dengan new bisnis model berkembang ke depan. Nanti kita diskusikan dengan Kemenhub," katanya.

Terakhir, Syarkawi mengingatkan penetapan tarif ojek yang rendah lewat subsidi membuat persaingan tak lagi sehat dan mengarah pada perilaku saling mematikan lawan bisnis atau predatory pricing. Indikasi awal perang tarif untuk mematikan pesaingnya terlihat dari tarif promo yang masih berlanjut, terutama antar GoJek dan Grab Bike.

"Harga terlalu rendah. Tak mungkin terus-terusan promosinya, ada batasannya. Kalau ini seolah nanti setalah satunya kalah baru dia mulai naikan tarif. Ini yang kita awasi, mau sampai kapan. Predatory ini adalah persaingan tarif untuk keluarkan pesaingnya," katanya.

GCG BUMN
Sebelumnya, (Baca juga: Cara Rudiantara lindungi Ridesharing) Menkominfo Rudiantara memberikan sinyal akan ada revisi UU Transportasi, namun kelanjutannya tergantung Menhub Ignasius Jonan sebagai pembina sektor tersebut.(id)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories