JAKARTA (IndoTelko) – Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) beranggapan layanan streaming konten, Netflix, tak mematuhi aturan sehingga pemerintah layak menyetop operasinya di Indonesia.
“Pemerintah perlu menghentikan Netflix sampai memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku,”tegas Ketua Umum Mastel Kristiono dalam situs resminya, (13/1).
Dikatakannya, Mastel mewakili masyarakat menginginkan kehadiran Netflix dan konten lain yang serupa, tidak sekedar menambah derasnya arus uang masyarakat Indonesia ke luar negeri tanpa memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia sendiri .
“Pemerintah melalui Kemenkominfo perlu mengkampanyekan mutual respect dan mutual benefit dalam konteks hubungan Internasional Indonesia dengan berbagai penyedia konten atau over the top/OTT,” katanya.
Ditambahkannya, Netflix semestinya dikenakan ketentuan yang sama dengan para penyelenggara jasa perfilman dan Operator TV berbayar lainnya atau para pelaku transaksi perdagangan yang menerima pembayaran dari pelanggan, dan para pelaku kegiatan penyiaran yang jenis usahanya juga mengikuti ketentuan Perpres No. 39 tahun 2014 tentang Daftar Negatif Investasi (DNI).
“Netflix menjadi salah satu contoh pelaku perdagangan global yang turut memperpanjang list OTT Asing yang mem-bypass berbagai aspek compliance peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Padahal selama ini pemerintah sangat tegas menegakkan aturan-aturan tersebut kepada pelaku industri perfilman, telekomunikasi, penyelenggara penyiaran ataupun TV berbayar,” jelasnya.
Nonot Harsono dari Mastel Institute memaparkan dalam pasal 25 ayat (1) & (2) UU No.32 tahun 2002 tentang penyiaran, disebutkan “lembaga penyiaran berlangganan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2) huruf d merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran berlangganan”.
Selanjutnya dalam ayat kedua pasal yang sama, kembali dipertegas dengan “lembaga penyiaran berlangganan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memancarluaskan atau menyalurkan materi siarannya secara khusus kepada pelanggan melalui radio, televisi multimedia, atau media informasi lainnya.
Berikutnya, pada pasal 29 dan 30 UU 33 tahun 2009 diatur bahwa pelaku usaha kegiatan pertunjukan film yang dilakukan melalui layar lebar, penyiaran televisi dan jaringan teknologi informatika harus merupakan badan usaha yang berbadan hukum Indonesia.
Kemudian dalam pasal 41 di UU yang sama, kembali dipertegas kewajiban pemerintah untuk mencegah masuknya film impor yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan.
“Sudah sepantasnya pemerintah tidak lagi bingung bagaimana menempatkan netflix di peraturan perundang-undangan yang ada. Karena memang pada dasarnya ini hanya business as usual namun dilakukan secara online (cross border trade),” katanya.
Diharapkannya, Kemenkominfo lebih sering berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal & Badan Kebijakan Fiskal tentang commercial present dan objek pajak baru di era online dan global trading.
Sebelumnya, Lembaga Sensor Film sudah menyuarakan untuk meminta Netflix memenuhi aturan sensor di Indonesia.
Menkominfo Rudiantara yang tadinya terkesan moderat atas nama teknologi menerima Netflix dengan tangan terbuka terlihat mulai berubah haluan. (
Baca juga:
Netflix Picu Persaingan Konten)
"Netflix akan diwadahi dari sisi regulasi, karena ada kepentingan masyarakat yang harus diproteksi, terutama dari sisi konten," ujar Pria yang akrab disapa RA itu, Selasa (12/1).
Ditambahkannya, setelah kontennya berhasil dikontrol, Netflix harus menjadi Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Dalam catatan, Netflix berpusat di Los Gatos, California, saat ini memiliki koleksi sedikitnya 65.000 judul film dengan sekitar lima juta pelanggan. Tidak hanya ke Indonesia, Netflix di awal tahun ini juga melakukan ekspansi ke sekitar 130 negara.(id)