JAKARTA (IndoTelko) – Asosiasi eCommerce Indonesia (idEA) meminta kejelasan terhadap pemerintah terkait aturan pajak yang akan dikenakan kepada pebinsis online.
“Belakangan ini beredar informasi pemerintah berencana mengenakan pajak untuk setiap transaksi online, yang harus disetorkan oleh para pemilik bisnis online kepada Ditjen Pajak. Selama ini pemain eCommerce yang berbadan hukum telah mengikuti aturan pajak yang berlaku dengan membayar sesuai kewajiban masing-masing,” tegas Ketua Umum idEA Daniel Tumiwa dalam keterangan tertulisnya, kemarin.
Diingatkannya, sebelum ada wacana menarik pajak bagi pebisnis eCommerce harus memahami dulu model bisnis karena memerlukan perlakuan pajak yang berbeda. Misalnya pada model ritel online, yang mana semuas tok barang diatur oleh pemilik situs, maka pengenaan PPN dan penyetorannya dilakukan oleh pemilik situs tersebut.
Sementara model bisnis lain seperti marketplace, hanya menyediakan tempat usaha untuk para pedagang yang berjualan di situs mereka. Dalam hal ini, seharusnya pemungutan dan penyetoran PPN dilakukan oleh para pedagang tersebut.
“Sama halnya dengan yang terjadi di pusat perbelanjaan seperti mall atau Tanah Abang. Tentunya hanya pedagang dengan omzet tertentu yang memiliki PKP dan berkewajiban memungut PPN,” katanya.
Lain lagi dengan iklan baris online yang sama sekali tidak memfasilitasi transaksi antara penjual dan pembeli. Seperti halnya iklan baris di koran, media yang bersangkutan tentunya tidak mungkin mengenakan PPN terhadap transaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli. Kedua model bisnis di atas tetap mengenakan pajak untuk layanan atau produk yang mereka jual kepada penggunanya.
Untuk iklan baris online yang pendapatan utamanya bersumber dari fitur premium mengenakan PPN untuk fitur yang dijual. “Karena itu saya sarankan pahami dulu model bisnisnya agar bisa bikin aturan yang obyektif dan konstruktif bagi industri,” katanya.
Ditambahkannya, di luar soal PPN, muncul juga wacana pengenaan pajak Cuma-Cuma bagi model bisnis seperti iklan baris online. Padahal model bisnis freemium hal yang jamak dan tidak bisa disamakan dengan pemeberian sampel prroduk gratis yang menurut aturan menurut aturan memang dikenakan pajak cuma-cuma.
“Kalau ditanya perspektif idEA, aturan pajak yang berlaku di ranah offline otomatis berlaku juga di online. Tak perlu ada aturan tambahan yang bikin bingung pelaku usaha,” tegasnya.
Diingatkannya, jika dibuat aturan pajak berlapis, pebisnis eCommerce yang berbadan hukum di negara ini akan menjadi kurang kompetitif dibandingkan pemain di luar negeri.”Kita ini sudah ikut aturan. Coba pemerintah lebih serius kejar pajak pemain asing, mereka sudah keruk keuntungan dari Indonesia,” tukasnya.(id)