JAKARTA (IndoTelko) – PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) optimistis bisa menguasai pasar broadband nasional dan menjadikan layanan tersebut sebagai salah satu mesin pendapatan di masa depan.
“Kalau bicara Fixed Broadband dengan produk IndiHome kami memperkirakan sekitar 50%-60% pangsa pasar kita kuasai. Ini perkiraan internal dengan melihat data kompetitor yang listed di pasar saham,” ungkap Direktur Innovation & Strategic Portfolio Telkom Indra Utoyo, di Jakarta, Selasa (9/8).
Diungkapkannya, perseroan akan menggeber layanan fixed broadband dengan mempercepat koneksi serat optik masuk ke rumah-rumah, mendorong migrasi pelanggan menggunakan serat optik, dan memperkaya platform baik yang linear atau hybrid bekerjasama dengan pemain Over The Top (OTT) seperti iFlix, Catchplay, dan Viu.
Sebelumnya, di ajang Investor Day beberapa waktu lalu, Indra mengatakan layanan IndiHome memiliki 1,5 juta pelanggan hingga semester I 2016 dengan average revenue per user (ARPU) Rp 300 ribu, sementara total pelanggan fixed broadband 4,315 juta pelanggan.
Telkom hingga semester pertama 2016 memiliki 10 juta home passed dengan dukungan backbone serat optik 83 ribu KM dan luas data center 70 ribu meter persegi.
Di segmen mobile broadband melalui anak usaha Telkomsel, memiliki 49,850 juta pengguna flash dimana ada 5,9 juta pelanggan telah berganti ke kartu 4G.
Direktur Keuangan Telkomsel Heri Supriadi mengakui pertumbuhan layanan data sangat baik di jaringannya. “Saat ini rata-rata pemakaian baru 800 MB, sementara di luar negeri itu bisa dua hingga tiga kali lipat. Di mobile broadband kuncinya adalah makin banyak orang menggunakan smartphone, makin besar ruang bagi kami untuk tumbuh,” katanya.
Secara terpisah, Analis NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada menyatakan, layanan data memang akan menjadi growth engine bagi Telkom, terutama dari produk yang dikelola Telkomsel.
“Pendapatan Telkom Group memang ditopang oleh layanan data. Kemarin ada pengumuman penurunan biaya interkoneksi pun tak akan pengaruh besar karena manajemen sudah antisipasi dampaknya,” katanya.
Menurutnya, jika pun pasar sempat bereaksi pada Selasa (2/8) hingga Rabu (3/8) dimana saham Telkom sempat tertekan karena isu penurunan biaya interkoneksi, terbukti saham operator itu membaik sejak Kamis (4/8).
“Bahkan pada Senin (8/8) sempat menjadi salah satu pendorong Indeks Saham Gabungan (IHSG). Kalau hari ini (Selasa, 9/8) agak tertekan itu bukan karena isu interkoneksi lagi, tetapi pasar memang kondisi tak bagus. Banyak aksi profit taking, saham Telkom terkena salah satu dampaknya,” tutupnya.
Dalam data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), pada Rabu (3/8), saham Telkom sempat tertekan pasca pemerintah mengumumkan penurunan biaya interkoneksi secara rerata 26% mulai 1 September 2016. Investor langsung bereaksi negatif terhadap saham Telkom. Saham Telkom yang sempat menembus Rp 4.530 per lembar pada Senin (1/8), langsung berada di Rp 4.320 per lembar di Rabu (3/8) pagi dan ditutup pada Rp 4.290 per lembar di hari Rabu itu. (
Baca:
Saham Telkom dan interkoneksi)
Saham Telkom mulai membaik sejak Kamis (4/8) dengan bermain di Rp 4.320 dan pada Jumat (5/8) di Rp 4.350. Pada Senin (8/8) saham Telkom ditutup di Rp 4.370 dan di Selasa (9/8) dibuka di Rp 4.410. Namun jelang sesi perdagangan I, saham Telkom dalam tekanan profit taking dan bermain di Rp 4.360. (
Baca:
Saham Telkom digoyang)
Sejumlah analis memberikan target saham Telkom pada tahun ini di Rp 4.500 hingga Rp 5.400 per lembar.(id)