JAKARTA (IndoTelko) - PT XL Axiata Tbk (XL) menegaskan tak perlu menunggu peraturan menteri (PM) untuk menjalankan revisi biaya interkoneksi karena surat edaran sudah dikeluarkan Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada 2 Agustus lalu.
"Tak perlu menunggu PM untuk menjalankan biaya interkoneksi hasil revisi yang diumumkan pada 2 Agustus lalu. Selama ini biaya interkoneksi ditetapkan melalui surat edaran. PM itu memuat rule of game," tegas Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini dalam diskusi terbatas dengan sejumlah media, Rabu (31/8).
Menurutnya, keluarnya surat edaran dari pemerintah pada 2 Agustus lalu sudah menjadi pegangan bagi XL untuk diberlakukan pada 1 September mendatang. "Kalau ditanya ke XL, bagi kami per 1 September itu sudah biaya interkoneksi baru. Kita 15 Agustus lalu sudah kirim Daftar Penawaran Interkoneksi (DPI)," katanya.
Dian mengingatkan, negosiasi interkoneksi sebenarnya adalah domain antar operator dimana biaya yang ditetapkan pemerintah dijadikan sebagai acuan. "Nah, kalau ada dispute di negosiasi itu yang dibawa ke ranah hukum," katanya.
Ditambahkannya, sejak 2013 biaya interkoneksi tak pernah turun besar. Pada 2010 dari Rp 260 menjadi Rp 251. Setelah itu pada akhir 2013 dari Rp 251 menjadi Rp 250. Padahal, secara teknologi dan pengembangan jaringan harusnya lebih murah dan itu dicerminkan di biaya interkoneksi. (
Baca:
Nasib interkoneksi)
"Logikanya, operator besar harusnya lebih efisien karena dari jaringan yang besar menghasilkan trafik tinggi. Kita saja recovery cost Rp 65," katanya. (
baca:
Perang Interkoneksi)
Sebelumnya, industri telekomunikasi tengah menunggu keputusan strategis yang akan diambil Rudiantara terkait penetapan biaya interkoneksi pasca keluarnya Surat edaran dengan nomor 1153/M.KOMINFO/PI.0204/08/2016 yang ditandatangani Plt Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Geryantika Kurnia tentang biaya interkoneksi. (
Baca:
Jaringan operator)
Rencananya, keputusan akan diambil usai Rudiantara mengumpulkan semua petinggi operator pada Senin (29/8) dan berikutnya melakukan Rapat Kerja dengan Komisi I DPR pada (30/8). Namun, RDP dengan Komisi I gagal dilaksanakan sesuai jadwal karena adanya paripurna.(dn)