JAKARTA (IndoTelko) – Hitung ulang biaya interkoneksi memang membutuhkan kehadiran verifikator independen agar bisa diterima semua pihak yang terlibat.
“Seharusnya dari dulu menggunakan verifikator independen, meskipun tetap saja masih bisa digugat,” ungkap Komisoner Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih di Jakarta, Senin (7/11).
Menurutnya, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) harus bisa memberikan penjelasan mengenai parameter yang digunakan untuk menghitung biaya interkoneksi.
“Jika reasonable mengapa mesti ragu. Jangan buang-buang waktu lagi. Kalau sibuk bikin agenda setting bisa dinilai sebagai contoh kinerja buruk pembuat kebijakan. Mungkin sudah waktunyaBRTI dipisahkan dari Kementrian agar bisa lebih independen,” tegasnya.
Secara terpisah, Pengamat Telekomunikasi Sigit Puspito Wigati Jarot mengapresiasi langkah BRTI untuk menghitung ulang biaya interkoneksi dengan menggunakan verifikator independen.
“Sebenarnya langkah itu bisa menjadi pertaruhan besar bagi BRTI. Tetapi kita apresiasi agar masalah ini cepat selesai dan berlanjut mengerjakan hal-hal besar lainnya,” katanya.
Menurut Sigit, jika bicara filosofis menjadi jadi agak menarik dengan adanya penggunaan verifikator independen karena bermakna independensi pihak yang harusnya bertindak independen sudah mulai dipertanyakan.
“Kalau berfikiran positif selama ini sudah independen, sehingga kalaupun diverifikasi oleh verifikator independen, tidak akan jauh berbeda. Tapi, kalau dihitung ulang ternyata hasilnya beda dengan angka yang dikeluarkan itu bagaimana? Kalau angka operator salah itu sudah biasa, namaya pengusaha pasti berusaha baik buat dia, kalau angka BRTI jauh selisihnya? Akan menarik nanti,” katanya.
Asal tahu saja, Menkominfo Rudiantara melalui Surat bernomor: S-1668/M.KOMINFO/PI.02.04/11/2016 tertanggal 2 November 2016 terkait Penyampaian Penetapan Perubahan DPI Milik Telkom dan Telkomsel Tahun 2016 dan Implementasi Biaya Interkoneksi yang ditujukan kepada seluruh operator telekomunikasi menyatakan tetap memberlakukan besaran biaya interkoneksi yang telah disepakati pada Perjanjian Kerjasama (PKS) masing-masing atau berdasarkan besaran biaya interkoneksi yang telah diimplementasikan tahun 2014.
Regulator memutuskan mengundang verifikator independen untuk menghitung ulang biaya interkoneksi dalam tiga bulan ke depan. Biaya interkoneksi versi 2014 sebenarnya akan berakhir masa berlaku pada 31 Desember 2016.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno mengusulkan perhitungan interkoneksi di Jawa dan di luar Jawa, khususnya di daerah-daerah yang biaya pembangunan infrastrukturnya mahal, harus dibedakan.
"Untuk menjangkau beberapa daerah, cost-nya mahal. Jadi, hitungannya harus business to business. Hitungannya tidak sama dengan hitungan kalau pakai interkoneksi di Jawa," kata Rini, pekan lalu. (
Baca: Kisruh interkoneksi)
Menurut Rini, hanya Telkomsel yang memiliki interkoneksi ke seluruh daerah. Banyak operator yang tidak mau berinvestasi di daerah-daerah pelosok karena mahal. (
Baca: Hitung ulang interkoneksi)
"Telkomsel sebagai BUMN ingin menciptakan konektivitas untuk seluruh rakyat. Makanya berani investasi. Karena itu, siapa yang mau pakai, tolong dong ikut sharing cost-nya," tutup Rini.(id)