JAKARTA (IndoTelko) - Hitung ulang biaya interkoneksi dipastikan kian molor karena pemerintah belum juga menetapkan verifikator independen.
"Pendaftar di lelang pertama tahun lalu tak ada yang memenuhi syarat terdaftar sebagai kantor akuntan publik, sehingga diputuskan untuk membuka pendaftaran tahap kedua. Pendaftaran lelang kedua atau ulang ini dibuka sampai 15 Maret," ungkap Direktur Telekomunikasi, Ditjen PPI Benyamin Sura dalam sebuah diskusi, kemarin.
Dijelaskannya, setelah pendaftaran ditutup, pengiriman dokumen atau proposal lelang baru dikirimkan oleh pendaftar. Lalu, dokumen itu akan disortir untuk memilih pendaftar yang memenuhi persyaratan utama. Setelah ditemukan pendaftar yang lolos seleksi, proses lelang akan dilakukan selama kurang lebih dua bulan. Pemenang lelang kemudian akan diberi waktu tiga bulan untuk bekerja tak lama setelah berhasil dipilih.
Syarat utama peserta lelang adalah kantor akuntan publik dan sudah terdaftar di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kita harapkan seluruh proses ini akan selesai pada semester pertama 2017. Nanti di Agustus 2017 sudah dapat diketahui apakah penghitungan pemerintah sama dengan yang dilakukan tim independen," jelasnya.
Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), I Ketut Prihadi Kresna menambahkan hasil penghitungan badan independen akan diserahkan ke BRTI sebagai rekomendasi, selanjutnya dikirim ke Menkominfo.
"Jika hingga tenggat waktu pencarian tak ada yang memenuhi syarat, kita akan menggunakan jasa BPKP untuk melakukan penghitungan," ungkapnya.
Sementara itu, Menkominfo Rudiantara yang hadir dalam rekaman video yang diputar panitia diskusi menegaskan dalam beberapa tahun ke depan, pembahasan interkoneksi mungkin akan jarang dilakukan.
"Kita tetap akan bahas interkoneksi karena menjadi kewajiban operator yang harus disediakan untuk pelanggan. Dari sisi korporasi, interkoneksi merupakan business arrangement yang dilakukan antarperusahaan. Dimensi perhitungan tergantung dari setiap operator. Jangan sampai faktor business-to-business (B2B) ini menjadi penghalang dilakukannya interkoneksi," ujar Rudiantara.
Diungkapkannya, interkoneksi bukan lagi sumber pendapatan karena hanya berkontribusi sekitar 2% ke total pendapatan operator. "Harapannya hitung interkoneksi ini cepat selesai sebelum era baru berkomunikasi hadir," tutupnya. (
Baca: Kumpulan biaya interkoneksi)
Asal tahu saja, hitung ulang biaya interkoneksi di era Menkominfo Rudiantara penetapan hasilnya mengalami beberapa kali penundaan karena beda kalkulasi antara regulator dengan operator. Pemerintah muncul dengan solusi menghadirkan verifikator atau auditor independen untuk menghitung ulang.
Alhasil, surat Edaran (SE) No. 1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016, tanggal 2 Agustus 2016, tentang Implementasi Biaya Interkoneksi Tahun 2016 yang secara rerata biaya interkoneksi turun 26% bagi 18 skenario panggilan untuk jasa seluler seperti tak bergigi karena tak pernah diterapkan. (
Baca: Polemik interkoneksi)
Biaya interkoneksi sendiri adalah salah satu komponen dari tarif retail. Saat ini tarif interkoneksi yang diberlakukan di Industri hanya dibawah 20% dari tarif retail lintas operator yang dibayarkan oleh pelanggan. Kisaran biaya interkoneksi Rp 250 terhadap tarif retail lintas operator Rp 1500. Sedangkan formula tarif retail terdiri dari biaya interkoneksi, service activation fee, dan margin. (
Baca:
Nasib interkoneksi)
Jika dilihat, komponen biaya interkoneksi hanya sebagian dari tarif ritel. Namun, bagi operator biaya interkoneksi adalah simbol dari kompetisi dan penghargaan terhadap komitmen pembangunan jaringan.(tp)