JAKARTA (IndoTelko) – Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam ASEAN kini sudah memasuki value chain Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Kehadiran MEA banyak dipandang sebagai ancaman bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Padahal, dengan kompetensi yang mumpuni, ancaman bisa berubah menjadi sejuta peluang bagi UMKM di era MEA.
Bicara statistik, di ASEAN, UMKM merupakan tulang punggung perekonomian dimana mencapai 96% dari total perusahaan. Berkontribusi ke penyerapan tenaga kerja sekitar 50%-97%, dan kontribusi terhadap PDB sekitar 30%-60%.
Indonesia adalah pemilik jumlah UMKM terbesar yakni sebanyak 58 juta pelaku usaha, disusul Thailand (3,5 juta pelaku usaha), dan Malaysia (600 ribu pelaku usaha).
“Pelaku UKM saat sudah sangat maju dibandingkan dengan kondisi 5 tahun lalu, khususnya UKM yang sudah menerapkan pemasaran online melalui eCommerce. Saat ini sudah jutaan merchant online dari seluruh Indonesia telah bergabung ke platform ecommerce di Indonesia dan Asean,” ungkap Ketua Umum Asosiasi eCommerce Indonesia (idEA) Aulia E Marinto kala menjadi salah satu pembicara di “Peningkatan Daya Saing UMKM Indonesia untuk Menembus Pasar ASEAN” di Riau kemarin.
Disarankannya, pemerintah perlu mendorong merchant online untuk mulai masuk ke platform eCommerce milik negara lain di Asean, sebagai cara penetrasi pasar Asean yang efektif dan murah, dengan kekuatan produk yang tidak dipunyai oleh negara Asean lainnya.
Dikatakannya, UKM Indonesia telah berusaha membuat produk yang mempunyai diferensiasi yang kuat (dibanding produk Tiongkok), khususnya di Industri kreatif, yang mempunyai peluang besar untuk diterima oleh pasar Asean. Misalnya produk kulit (bro.do), produk Agribisnis (Javara), produk makanan (rendang, snack modern, olahan ikan, dll) dan semua produk kerajinan tangan handmade yang telah hadir di Qlapa.com.
“Nah, kini saatnya pemerintah harus mendukung Industri Kreatif berbasis bahan-bahan dan ketrampilan asli dari Indonesia, sebagai produk unggulan yang perlu difasilitasi penetrasinya di pasar Asean, melalui channel2 ecommerce yang ada di negara-negara Asean,” katanya.
Tantangan
Ditambahkannya UKM Online sudah siap Go Regional dengan diferensiasi produk yang kuat, tetapi permasalahan Cross Border eTrading masih menjadi kendala besar, karena biaya pengiriman ke negara-negara Asean masih sangat mahal dibandingkan harga produknya.
Solusinya, pemerintah perlu terlibat aktif memberikan subsidi dan fasilitas ekspor ke negara-negara Asean, khususnya bagi UKM Online yang akan penetrasi ke pasar regional Asean.
Sementara untuk akses akses pendanaan disarankan UKM Online harus didulukan untuk mendapatkan pendanaan, khususnya KUR dan pinjaman perbankan komersial lainnya.
“Perbankan harus didorong lebih memahami potensi Aset Digital UKM Online, sebagai keberpihakan kepada cita-cita Indonesia sebagai Digital Energy Asia dapat lebih nyata dengan lebih fokus mendukung pendanaan bagi UKM Online,” ulasnya.
Terakhir, pemerintah perlu mendukung Startup yang berorientasi mendukung ekspor nasional. Contoh : eksporaja.com sebuah startup yang akan membangun ekosistem online berorientasi ekspor. “Perluasan ke pasar ASEAN ini penting kalau mau menjadi pemain utama di kawasan. Kita harapkan pemerintah perlu mempercepat perumusan kebijakan di tingkat pelaksanaan, khususnya kebijakan Peta Jalan eCommerce Indonesia yang sudah dikeluarkan pemerintah pusat,” pungkasnya.(id)