JAKARTA (IndoTelko) – Indonesia harus bisa mengoptimalkan bonus demografi berupa angkatan banyaknya angkatan kerja agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di masa depan.
“Kita akan mempunyai angkatan kerja yang banyak di 2030 sebagai bonus demografi. Jangan sampai menjadi disaster demografi karena tidak ada kesempatan kerjanya, terutama di sektor telematika,”ungkap Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan kala menjadi pembicara di IndoTelko Forum, pekan lalu.
Menurutnya, bidang telekomunikasi sekarang merupakan salah satu dari sektor yang kalau boleh dikatakan seksi. Semua pihak mencari kesempatan menjadikan sektor ini sebagai panggungnya, sama halnya dengan otomotif.
Dikatakannnya, di industri otomotif yang begitu berkembang sekarang sudah berkontribusi 2,5% terhadap PDB nasional.
“Jadi cukup besar dan bisa dilihat semua macam merek ada disini. Tetapi karena kita tidak menyiapkan batasan-batasan soal ketenagakerjaan, sekarang memasang ban ke velg saja PMA. Ini adalah tantangan kita bersama di bidang telekomunikasi. Jangan sampai Over The Top-nya asing juga, kita hanya menjalankan saja dan menjadi pegawai tukang lapor disitu. Ini yang harus sama-sama diwaspadai,” ingatnya.
Solusi untuk melindungi tenaga kerja lokal adalah dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). “Kita perlu membuat SKKNI. Standar internasionalnya kita adopsi menjadi SKKNI. Sehingga di bidang ini nanti, jangan sampai pasang kabel saja dilakukan orang Vietnam. Karena tidak ada aturannya,” tukasnya.
Peta
Disarankannya, para pelaku di bidang telematika membuat peta dan menyepakatiarah bersama. “Jangan keroyokan di tempat yang cuma tulang doang. Kita nggak dapat apa-apa. Jangan sampai gampang dipecah belah oleh situs seperti Saracen Karena kita tidak punya visi yang sama kemana harus bergerak,” selorohnya.
Diharapkannya, semua komponen mau membangun pohon industri telekomunikasi dari hulu ke hilir mencakup Device Network Application (DN) dengan menentukan skala prioritas tanpa hars melanggar kesepakatan World Trade Organization (WTO).
“Yang tidak bisa dilakukan adalah kalau kita membuat aturan yang membuat orang itu tidak bisa masuk ke Indonesia, tetapi ada orang lain yang bisa menguasai dan masuk ke Indonesia. Itu yang tidak boleh, Karena kita menciptakan monopoli untuk satu kelompok tertentu dan tidak transparan tidak akuntabel,” katanya.
Namun, jika aturan itu akan memberikan investasi dan memberikan lapangan kerja bagi bangsa ini, serta tidak menutup akses kepada pihak tertentu, maka tidak ada alasan WTO menuntut. “Sehingga kalau ada tuduhan dari WTO, kita membantahnya juga sama. Jangan sampai beda membantahnya,” katanya.(wn)