JAKARTA (IndoTelko) – Seiring dengan inovasi terbaru yang merubah cara kita bekerja, perusahaan-perusahaan juga harus siap menghadapi tantangan dan menangkap peluang yang dihasilkan teknologi.
Hal ini terungkap dari laporan terbaru The Economist Corporate Network: The Impact of AI and Automation on the Workplace: The Role of the CEO in Shaping the Workplace of Tomorrow .
Laporan yang didukung oleh JLL di Beijing, yaitu berdasarkan sebuah survei dan diskusi kelompok terarah yang dilakukan bersama para CEO di Asia Pasifik. Laporan ini membahas persepsi, harapan dan perubahan industri teknologi, serta bagaimana para pemimpin bisnis melakukan transisi perubahan pada tempat kerja di masa depan.
"Studi ini membahas beberapa tema utama yang terkait dengan visi JLL tentang Future of Work, dan memberikan kontribusi pada pengembangan visi tersebut untuk membantu dalam menciptakan tempat kerja dimana ambisi berkembang," kata Managing Director JLL North China Julien Zhang dalam keterangan, kemarin.
Masa Depan
Tidak ada keraguan bahwa inovasi terbaru akan mengubah lapangan kerja dan hasil survei perkumpulan CEO sebanyak 56,2% beranggapan bahwa perubahan terbesar yang dapat dilakukan oleh Otomatisasi dan Artificial Inteligence (AI) akan berpengaruh pada jam kerja yang lebih fleksibel dan tipe pekerjaan yang tidak terlalu formal.
Hal ini tentunya berimplikasi pada bagaimana cara memanfaatkan dan mengelola real estate.
"Dengan adanya tren teknologi yang sedang berkembang, kami sering melihat bisnis-bisnis yang mengubah dunia real estate tradisional, termasuk berkembangnya co-working spaceyang mendukung para entrepreneur dan korporasi. Demikian pula, developer mulai menawarkan fasilitas di dalam bangunan mereka untuk memberikan penyewa pilihan yang lebih fleksibel diluar ruang kantor mereka," kata Managing Director, Enterprise Strategy & Innovation, JLL Asia Pasifik Frank Rexach.
Di masa depan dimana tempat kerja akan semakin mobile dan perusahaan akan menggunakan kombinasi tim utama serta pekerja paruh waktu sehingga ruang sewa kantor diprediksi akan berkurang. Perusahaan akan lebih memanfaatkan ruang co-working dan ruang fleksibel lainnya untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.
"Kami bekerja sama dengan investor untuk membantu membangun ruang kerja yang fleksibel sehingga dapat mengubah fungsi tempat kerja menjadi lebih humanis daripada gedung yang indah tapi tidak berfungsi. Kami juga mulai menawarkan layanan fasilitas manajemen untuk generasi masa depan yang mendukung pengembangan komunitas vertikal didalam gedung dan di antara penyewa," jelas Rexach.
Persiapan
Laporan The Economist menunjukkan bahwa manajemen tingkat atas sangat terlibat dalam strategi otomatisasi dan Artificial Inteligence (AI) perusahaan.
Dari survei yang diadakan, 62,8% mengatakan bahwa manajer tingkat atas sering terlibat secara reguler. Namun, tampaknya ada beberapa kesulitan dalam implementasi strategi ini kepada para pegawainya. Dari survei tersebut terdapat kurang dari 20% CEO yang mengalami hal ini dalam organisasi mereka sendiri.
Angka tersebut juga menunjukkan bahwa ada keengganan untuk merekrut spesialis eksternal, perekrut, dan konsultan pelatihan, walaupun sebagian besar CEO mengatakan bahwa mereka di anggap sangat penting.
"Khususnya bagi perusahaan yang bisnisnya tidak mengutamakan teknologi, perekrutan konsultan dan ahli eksternal sangat berharga dalam pelatihan serta perekrutan staf secara efektif, serta menyusunstrategi yang jelas bagaimana memanfaatkan perkembangan teknologi terkini, " kata Zhang.
"Ini terjadi terutama pada area khusus seperti manajemen real estate, di mana perusahaan mungkin memiliki banyak data namun tidak memiliki personil atau sistem untuk menganalisanya secara efektif. Di JLL, kami menggunakan analisis human-centric untuk memahami tingkat hunian serta efektivitas ruang itu sendiri," tambahnya.
Peran CEO
Meskipun jumlah otomatisasi dan Artificial Intelligence (AI) meningkat dan tidak dapat dihindari, perubahan ini dapat terjadi dengan subjek pendekatan yang berbeda.
Lebih dari 40% hasil survei menginginkan bahwa otomatisasi dan AI dapat terjadi lebih cepat di tempat kerja mereka dan hampir 60% lebih peduli untuk meringankan dampak dari perkembangan teknologi tersebut.
Namun, jika menyangkut perusahaan mereka sendiri, 81,1% CEO menyatakan bahwa mereka akan menjadi pemimpin dengan memberikan contoh dan mengotomatisasi beberapa pekerjaan mereka yang dapat lebih efisien jika dilakukan oleh Artificial Inteligence.
Laporan dari focus grup menyarankan bahwa para CEO perlu untuk berpikir lebih strategis, dan melibatkan generasi muda di zaman digital untuk merumuskan dan mewujudkan rencana mereka ke depannya.
Pandangan dari JLL adalah, struktur organisasi baru di masa depan akan sulit di prediksi karena dampak otomatisasi dan Artificial Intelligence (AI), sehingga penting bagi para CEO untuk melibatkan perusahaan properti sebagai bagian dari tim eksekutif mereka dengan focus pada optimisasi bakat dan dampaknya terhadap tingkat kebutuhan real estate.
Dalam bisnis yang cepat berubah dan dikendalikan oleh teknologi, para CEO membutuhkan keterampilan kunci yaitu pragmatisme dan fleksibilitas untuk membantu diri mereka sendiri serta para staf.
"Ketidakpastian dan ketidakstabilan keadaan ekonomi global memberikan tantangan pada bisnis-bisnis baru, termasuk bisnis yang berasal dari otomatisasi dan Artificial Inteligence telah mempengaruhi pemimpin bisnis secara signifikan. Hal ini juga merupakan tantangan untuk memprediksi masa depan dan mengembangkan strategi jangka panjang bagi perusahaan-perusahaan termasuk dalam memahami bentuk organisasi Anda,” kata Rexac.(wn)