JAKARTA (IndoTelko) - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara diminta untuk tidak menunda lagi penetapan biaya interkoneksi pasca Deputi Pengawasan Instansi Pemerintahan Bidang Politik, Hukum, Keamanan, Pembangunan Manusia, dan Kebudayaan pada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai verifikator independen telah menuntaskan tugasnya melakukan verifikasi.
“Kalau sudah ada rekomendasi dari BPKP seharusnya Kominfo harus segera membuat keputusan apakah akan menjalankan rekomendasi tersebut atau tidak. Jangan sampai hasil verifikasi BPKP menjadi kadaluarsa. Jika tidak membuat keputusan padahal rekomendasi sudah ada, maka bisa dipastikan Kominfo tidak menjalankan aturan yang ada. Dan Kominfo dipastikan melakukan mal administrasi,” terang Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (Ombudsman) Ahmad Alamsyah Saragih, di Jakarta (31/1).
Menurutnya, jika tetap ‘ngeyel’ tak menetapkan biaya interkoneksi yang baru atau menunda-nunda penetapan biaya interkoneksi dipastikan Menkominfo telah melakukan mal administrasi. Sebab penundaan penetapan biaya interkoneksi berdampak sangat luas kepada masyarakat dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan menjadi terganggu.
"Saya perkirakan penundaan penetapan biaya interkoneksi ini bisa menimbulkan kerugian negara. Sudah seharusnya Kominfo membuat aturan baru mengenai penetapan biaya interkoneksi. Sebab dalam aturan yang berlaku, biaya interkoneksi harus ditinjau ulang secara berkala," tandasnya. (
Baca:
Kisruh Interkoneksi)
Aturan penetapan biaya interkoneksi terakhir dikeluarkan tahun 2006 melalui Peraturan Menteri Kominfo No. 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi. Dari aturan tersebut pemerintah menetapkan biaya interkoneksi mengacu dari Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI) operator dominan.
Alamsyah berpendapat jika Kominfo memiliki formula perhitungan biaya interkoneksi yang baku, seharusnya penyesuaian biaya interkoneksi dapat dilakukan secara periodik. Tujuannya agar masyarakat telekomunikasi bisa mendapatkan manfaat dari pengkinian biaya interkoneksi secara periodik tersebut.
Alamsyah menambahkan seharusnya sebagai lembaga publik, BPKP juga dapat mengumumkan hasil verifikasi perhitungan biaya inerkoneksi yang telah dibuatnya. Pengumuman hasil verifikasi BPKP tersebut merupakan bagian dari tugas penyelenggaraan negara yang bersih dan transparan. Alamsyah percaya betul hasil verifikasi yang dibuat oleh BPKP akan menguntungkan masyarakat pengguna telekomunikasi secara luas.
“BPKP melakukan audit memang menggunakan dana dari siapa? Kalau menggunakan dana dari APBN sudah seharusnya hasil verifikasi tersebut bisa dibuka kepada publik. Kecuali hasil dari BPKP bisa mengganggu hasil lelang tertentu, itu baru boleh tidak diumumkan. Hasil verifikasi ini kan bukan untuk lelang,” terang Alamsyah.
Alamsyah menduga enggannya Kominfo untuk membuka hasil audit BPKP dikarenakan ada sesuatu yang disembunyikan oleh Menkominfo.
Sebelumnya, BPKP telah menyelesaikan tugasnya dan Menkominfo telah menerima surat rekomendasi dari lembaga tersebut terkait verifikasi baiya interkoneksi.
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pun kabarnya telah diajak diskusi oleh Kominfo untuk membahas hasil dari tim verifikasi BPKP mengenai skema dan perhitungan biaya interkoneksi.
Ada beberapa rekomendasi yang dikeluarkan BPKP untuk menyelesaikan sengkarutnya penetapan biaya interkoneksi yang baru. Dalam surat resmi yang dilayangkan ke Kominfo, BPKP menuliskan rekomendasi mengenai skema penetapan biaya dan perhitungan biaya interkoneksi.
Dalam skema penetapan biaya interkoneksi BPKP merekomendasikan agar pemerintah dapat menetapkan biaya interkoneksi berdasarkan biaya masing-masing operator (asimetris). Formula yang saat ini diberlakukan oleh Kominfo dalam menetapkan biaya interkoneksi adalah simetris atau biaya yang sama antar operator.
Dalam surat rekomendasi BPKP tersebut juga memuat perhitungan biaya interkoneksi yang seharusnya dikeluarkan oleh masing-masing operator. Sehingga saat ini acuan biaya interkoneksi yang harus di bayarkan oleh masing masing operator sudah dikeluarkan oleh BPKP.(tp)