JAKARTA (IndoTelko) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan Sharp dan Nokia berencana meningkatkan investasinya di Indonesia.
"Perusahaan elektronika asal Jepang, Sharp Corporation berkomitmen akan meningkatkan investasi di Indonesia. Ini merupakan hasil pertemuan antara Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dengan President dan CEO Sharp Corp. Tai Jeng Wu di Jakarta, Senin (11/6)," ungkap Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Harjanto seperti dikutip dari laman resmi Kemenperin, kemarin.
Pada hari yang sama, Menperin juga bertemu dengan perwakilan dari perusahaan ponsel Nokia, yakni Chairman HMD Global, Sam Chin dan Vice President HMD Global, James Rutherfoord.
Hasil pertemuan ini, antara lain pihak Nokia akan mengubah model bisnisnya dengan melibatkan mitra lokal termasuk di Indonesia dalam upaya pengembangan industri ponsel yang berskala global. Nokia menargetkan akan bisa menguasai sekitar 10% market share di Indonesia
Selain Sharp, sebanyak 24 industri komponen telepon seluler (ponsel) dari Tiongkok yang bermitra dengan Xiaomi, juga telah menjajaki lokasi industri di Pulau Batam untuk berinvestasi dan mendukung pengembangan industri ponsel di dalam negeri.
“Mereka melihat Indonesia merupakan pasar potensial yang besar dan bisa menjadi basis manufaktur untuk meningkatkan daya saing produknya guna memenuhi kebutuhan pasar domestik dan global,” ungkapnya.
Berdasarkan data Kemenperin, saat ini sudah ada sebanyak 30 industri komponen ponsel dan tablet di dalam negeri yang memproduksi delapan jenis komponen, yaitu PCBA, adapter (travel charger), earphone, kabel USB, chasing baterai, cell baterai lithium, bahan baku baterai lithium, serta karton box, manual box, dan kartu garansi.
Sementara itu, terdapat tiga industri ponsel di dalam negeri yang telah mempunyai fasilitas surface mount technology (SMT), yakni Samsung, Satnusa dan Oksha.
Perkuat
Harjanto mengungkapkan, seiring pelaksanaan program dan kebijakan pemerintah dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif, penanaman modal di sektor industri elektronika dan komponen di Tanah Air menunjukkan tren yang positif pada tiga tahun terakhir. “Kinerja gemilang ini membawa multiplier effect bagi perekonomian nasional, seperti peningkatan terhadap penyerapan tenaga kerja,” jelasnya.
Kemenperin mencatat, investasi industri elektronika mencapai Rp8,34 triliun pada tahun 2017, terdiri dari penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp7,65 triliun dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) sekitar Rp690 miliar.
Capaian investasi tahun lalu tersebut, meningkat dibanding tahun 2016 yang tercatat hingga Rp5,97 triliun dan tahun 2015 di angka Rp3,51 triliun.
“Perkembangan investasi itu di antaranya ada yang dari industri televisi, peralatan perekam, consumer electronics, dan peralatan fotografi. Selain itu, terdapat juga industri komponen, antara lain sektor manufaktur untuk baterai dan aki, peralatan lighting elektrik, peralatan elektrotermal rumah tangga, serta domestic appliances,” sebutnya.
Jumlah populasi sektor ini menjadi tumbuh yang diproyeksi mencapai 67 unit usaha tahun 2017 atau naik dibanding tahun sebelumnya sebanyak 57 unit usaha. Kemenperin menargetkan, tahun ini bisa lebih dari 72 unit usaha.
“Sementara itu, total penyerapan tenaga kerja di industri elektronika pada tahun 2017 sebanyak 202 ribu orang, naik dibanding tahun 2016 yang mencapai 185 ribu orang dan tahun 2015 sekitar 164 ribu orang,” paparnya.
Harjanto meyakini, industri elektronika nasional masih memiliki ruang dan peluang untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Terlebih lagi, berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, sektor ini menjadi salah satu dari lima kelompok manufaktur yang akan menjadi pionir dalam penerapan revolusi industri generasi keempat di Tanah Air.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebutkan, empat langkah strategis yang akan dijalankan pemerintah dalam mengakselerasi pengembangan industri elektronika di Indonesia agar mampu memasuki era industri 4.0, yaitu menarik pemain global terkemuka dengan memberikan paket insentif menarik dan mengembangkan kemampuan dalam memproduksi komponen elektronik yang bernilai tambah tinggi.
Selanjutnya, meningkatkan kompetensi tenaga kerja dalam negeri melalui berbagai program pelatihan agar semakin terampil dan inovatif sesuai kebutuhan dunia industri saat ini serta mengembangkan pelaku industri elektronik dalam negeri yang unggul untuk mendorong transfer teknologi ke industri serupa lainnya.
“Kami juga terus berupaya agar industri elektronika di Indonesia mengurangi ketergantungan kepada bahan baku atau komponen impor. Untuk itu, kami memacu industri elektronik dalam negeri agar tidak hanya terkonsentrasi pada perakitan, tetapi juga terlibat dalam rantai nilai yang bernilai tambah tinggi,” tegasnya.
Menperin menambahkan, pemerintah sedang menyiapkan insentif fiskal yang disebut super deductible tax atau pengurangan pajak di atas 100 persen. Selain guna mendorong industri agar terlibat dalam program pendidikan vokasi, insentif ini dapat dimanfaatkan bagi yang berkomitmen melakukan riset untuk menciptakan inovasi.
“Jadi, inovasi menjadi dasar kekuatan industri untuk berkompetisi di era persaingan yang semakin ketat,” ujarnya.(ak)