JAKARTA (IndoTelko) – Para pemain Financial Technology (Fintech) yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) diharapkan melindungi para nasabahnya dengan berpedoman pada code of conduct (COC) yang telah disepakati.
Ketua Bidang Peer to Peer Lending (P2P) Cash Loan Aftech Sunu Widyatmoko menjelaskan COC yang dibentuk oleh asosiasi memang ditujukan untuk melindungi nasabah pengguna layanan Fintech.
“Aftech akan mengawal pelaksanaan pedoman CoC ini ke setiap anggota kami, dengan demikian diharapkan keberadaan Fintech turut mendukung inklusi keuangan di Tanah Air yang kemudian akan meningkatkan perekonomian negara,” jelasnya.
Dikatakannya, COC merupakan pondasi awal agar bisnis pinjaman online atau P2P Lending Cash Loan tumbuh dan berkembang lebih sehat. Hal tersebut dilakukan lantaran perusahaan fintech saat ini semakin banyak sehingga perlu didisiplinkan melalui aturan.
Setidaknya ada tiga acuan yang menjadi prinsip dasar dalam mengembangkan Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Online yang Bertanggung Jawab dalam COC ini.
Pertama, transparansi produk dan metode penawaran. Kedua, pencegahan pinjaman berlebih. Ketiga, prinsip itikad baik terkait praktik penawaran, pemberian dan penagihan hutang yang manusiawi tanpa kekerasan baik fisik maupun non-fisik, termasuk cyber bullying.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan POJK No.13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Keuangan untuk mengatur lebih ketat pemain FIntech.
POJK Inovasi Keuangan Digital diharapkan juga akan memberikan kepastian hukum inovasi keuangan yang berbasis teknologi sehingga akan menumbuh kembangkan inovasi di industri jasa keuangan serta memberikan manfaat kepada masyarakat.
POJK 13/2018 berfungsi sebagai payung hukum Inovasi Keuangan Digital secara menyeluruh yang antara lain mencakup insurtech, crowdfunding, serta penyelesaian transaksi dan pengelolaan investasi secara digital.
Di masa mendatang, setiap subsector dalam fintech akan memiliki POJK khusus untuk masing-masing subsektor (lex specialis) dan merujuk kepada payung hukum POJK 13/2018 ini.
OJK juga mengarahkan agar inovasi keuangan digital diawasi dengan prinsip market conduct, yang pelaksanaannya bekerjasama dengan asosiasi fintech yang diakui oleh OJK.
Dalam pelaksanaan market conduct, OJK membuat pendekatan baru yaitu principle based regulation dan activity based licensing, yang berarti OJK hanya membuat garis besar pengaturan (principles) saja, sementara terjemahan dari pengaturan ini akan dibuat oleh para pelaku industri.
OJK juga menerapkan prinsip pro-inovasi melalui penerapan regulatory sandbox, yang merupakan mekanisme pengujian oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk menilai keandalan proses bisnis, model bisnis, instrumen keuangan, dan tata kelola penyelenggara.
Proses regulatory sandbox dilaksanakan paling lama satu tahun dan dapat diperpanjang selama enam bulan jika diperlukan. Hasil regulatory sandbox adalah status untuk direkomendasikan, perbaikan, atau tidak direkomendasikan.
Selain itu, peraturan ini juga mendorong terbentuknya ekosistem inovasi keuangan digital yang akan dipimpin oleh OJK bekerjasama dengan semua pihak terkait, untuk membangun ekosistem yang bersimbiosis-mutualis agar memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat.
Saat ini OJK mencatat ada 63 perusahaan peer to peer lending terdaftar, terdiri dari 61 konvensional dan 2 syariah. Status kepemilikan berupa 43 perusahaan lokal, 20 perusahaan asing.(wn)