telkomsel halo

Ada regulasi, tarif `Ojol` jadi naik?

11:32:56 | 26 Mar 2019
Ada regulasi, tarif
JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Perhubungan (Kemenhub) baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 12 tahun 2019 tentang perlindungan keselamatan pengguna sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Aturan ini dikenal juga sebagai regulasi untuk ojek online atau ojol dan kendaraan roda dua yang digunakan sebagai alat transportasi. 

Pengamat Transportasi Darmaningtyas menilai adanya penetapan tarif sebagai salah satu bentuk implementasi regulasi menjadikan biaya layanan Ojol naik 80% dibanding sebelumnya.

"Tarif yang ditetapkan dibawah permintaan pengemudi yang Rp 3.100 sebelum dipotong aplikator 20%. Ini tarif yang diatur hanyalah biaya langsung yang dikeluarkan pengemudi sehingga diusulkan tarif Rp 2.450 tanpa potongan dari aplikator," katanya.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi memaparkan besaran tarif untuk ojek online yang ditetapkan berdasarkan zona wilayah.  

Ada dua aspek komponen perhitungan yaitu biaya langsung dan tidak langsung. Tetapi perhitungan tarif ini hanya menggunakan komponen biaya langsung saja. 

Besaran tarif terbagi menjadi 3 zona, yaitu: zona 1 untuk wilayah Sumatera, Jawa (tanpa Jabodetabek), dan Bali. Untuk zona 2 adalah Jabodetabek. Sementara untuk zona 3 adalah Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan lainnya.

Adapun besaran tarif nett untuk Zona I batas bawah Rp1.850 dan batas atas Rp2.300, dengan biaya jasa minimal Rp7.000-Rp10.000. Sementara Zona II batas bawah Rp2.000 dengan batas atas Rp2.500, dan biaya jasa minimal Rp8.000-Rp10.000. Untuk Zona III batas bawah Rp2.100 dan batas atas Rp2.600 dengan biaya jasa minimal Rp7.000- Rp10.000.

Penetapan Biaya Jasa batas bawah, batas atas, maupun biaya jasa minimal ini merupakan biaya jasa yang telah mendapatkan potongan biaya tidak langsung berupa biaya sewa penggunaan aplikasi. 

Biaya tidak langsung adalah biaya jasa yang ada di dalam pihak aplikator sebanyak maksimal 20%. Kemudian yang 80% adalah menjadi hak pengemudi. Selain biaya langsung dan tidak langsung, ada pula biaya jasa minimal (flag fall) yaitu biaya jasa yang dibayarkan oleh penumpang untuk jarak tempuh paling jauh 4 kilometer.

Menurutnya, wilayah Jabodetabek berbeda dengan wilayah yang lain karena ojek online di sekitar wilayah Jakarta sudah menjadi kebutuhan utama masyarakat yang menyebabkan pola perjalanannya menjadi berbeda. Sehingga perlu diatur secara khusus masalah pembiayaannya. 

Selanjutnya, Dirjen Budi pun menyatakan, "Kami pun melihat hasil riset di Indonesia yang menyangkut masalah nominal tarif ini, yaitu willing to pay yang merupakan kemampuan daya beli masyarakat terhadap ojek online. Kemampuan masyarakat Indonesia secara umum adalah Rp600 sampai dengan Rp2.000. Sedangkan, rata-rata perjalanan yang ditempuh adalah 8,8 km," katanya.

Kemenhub mempertimbangkan 3 hal yang terkait dengan ojek online ini. Yang pertama adalah kepentingan pengemudi. Presiden dan Menteri Perhubungan sepakat bahwa menjadi pengemudi ojek online adalah profesi yang mulia sehingga perlu diatur karena banyak masyarakat yang berdedikasi untuk menjadi pengemudi ojek online. Sehingga perlu untuk mendengarkan aspirasi dari para pengemudi ini. 

Kemudian hal selanjutnya yaitu kepentingan masyarakat, karena sebagai customer  pasti ingin mendapat pelayanan yang baik, dengan harga yang terjangkau. Termasuk juga masalah keselamatan, keamanan, dan kenyamanan yang diatur dalam PM 12 tahun 2019.

Selanjutnya adalah kepentingan 2 aplikator ojek online. Pemerintah perlu melindungi keduanya agar keduanya tetap hidup, karena dikhawatirkan akan terjadi monopoli apabila salah satunya mati. 

Keputusan Menteri Perhubungan ini akan ditandatangani hari ini dan akan diberlakukan mulai 1 Mei 2019. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan karena masyarakat perlu menyesuaikan atas ketentuan yang baru ini. Begitu juga dengan aplikator yang perlu menyesuaikan perhitungan algoritmanya. 

"Penetapan tarif ini akan dievaluasi setiap tiga bulan karena dinamika yang sangat cepat sehingga kita perlu menyesuaikan. Dan kita akan melibatkan tim riset yg independen," tutup Dirjen Budi.

Menanggapi hal itu, Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai selama ini aplikator mengambil fee lumayan besar dari mitra pengemudinya. 

"Ternyata aplikator ojol itu dapat bagian 20%. Gede bener ya. Sudah dapat investasi triliunan rupiah, layanan turunan berkembang kayak pengiriman barang, makanan dan lainnya. Harusnya aplikator jangan membebani konsumen atau driver ojol lagi lah. Rp 0 gitu dari layanan ojek-nya. Kalau ada maksimal 2,5% saja," usulnya.

GCG BUMN
Head of Public Affairs Grab Indonesia Tri Sukma Anreianno memprediksi pelaksanaan tarif baru itu akan berdampak ke pengguna dengan daya beli terbatas.(id)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories