JAKARTA (IndoTelko) - Situs Komisi Pemilihan Umum (KPU) menampilkan hasil hitungan berbasis Formulir C1 per 22 April 2019 jam 13:15:02 dengan menyatakan sudah melakukan koleksi data dari 126.392 TPS atau 15.53968% dari total 813.350 TPS.
Pasangan calon presiden-calon wakil presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin dinyatakan masih unggul dengan 13.169.744 suara sementara Prabowo Subianto-Sandiaga S Uno meraih 10.818.482 suara atau 45,10%.
Jokowi terlihat mendapatkan suara banyak dari wilayah Jawa Timur (1.814.995 suara) dan Jawa Tengah (2.555.168 suara).
Sementara situs agregasi yang menayangkan hasil sementara perhitungan suara Pilpres dari berbagai situs crowd source, Realcount.id per 22 April jam 13.00 wib menyatakan untuk platform KawalPemilu.org memberikan keunggulan bagi Jokowi (51,6%) dengan 10.505.106 suara, Prabowo (48,4%) dengan 9.870.553 suara.
Berikutnya, AyoJagaTPS memberikan keunggulan bagi Prabowo (62,8%) dengan 4.442.766 suara dan Jokowi (37,2%) dengan 2.629.781 suara.
Situs RoemahDjoang memberikan keunggulan bagi Prabowo 61,3% dengan 1.826.481 suara dan Jokowi dengan 1.150.758 suara (38,7%).
Screenshot Realcount.id per 22 April siang
Realcount.id juga menyajikan hasil hitungan terbaru dari jurdil2019.org yang masih bisa diakses via VPN pasca diblokir Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) per 20 April 2019. Data jurdil2019.org terbaru menyatakan sementara Prabowo meraih 742.794 suara (61,1%) dan Jokowi dengan 473.719 suara (38,9%).
Persoalkan KPU
Sementara itu, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M. Mahfud MD melalui akun twitternya pada 21 April 2019 menyatakan kekisruhan yang terjadi dalam proses perhitungan real count suara Pilpres tak bisa dilepaskan dari kurang antisipatifnya KPU dalam penanganan Teknologi Informasi (TI) sehingga terkesan kurang profesional.
"Masak, salah input data sampai di 9 daerah? Masak dalam tiga hari baru terinput 5%? Penghitung swasta atau perorang saja sudah lebih di atas 50%," cuitnya.
Menurutnya, keadaan seperti itu menimbulkan banyak spekulasi negatif dan membuat panas suasana. "Ada yang curiga KPU kesusupan orang TI tidak netral. KPU harus memastikan awak TI-nya benar-benar profesional dan netral. Masyarakat sipil harus diberi akses yang luas untuk langsung mengawasi," katanya.
Ketua Indonesian Digital Empowerment Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura menyesalkan kesalahan pencatatan C1 di sistem hitung (Situng) real count KPU yang cukup banyak berulang.
"Mulai salah input jumlah suara, tidak ada validasi input terhadap jumlah maksimal suara yang wajar untuk satu TPS, hingga tidak adanya double check verification pada setiap input data yang masuk. Kesalahan berulang ini tidak dapat ditolerir kembali, karena seharusnya penghitungan C1 melalui Situng KPU adalah zero fault tolerance," tegasnya.
Dikatakannya, walaupun real count KPU tidak akan menjadi patokan yang sah, namun tentu ketidakcocokan data ini akan menjadi polemik di masyarakat, dan dampaknya cukup berbahaya yaitu menjadi sumber keributan dan menggerus tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPU dan pemenang Pilpres 2019.
"Sebaiknya di-suspend saja server Situng KPU, lakukan perbaikan segera terhadap semua data yang sudah diinput, adakan investigasi terhadap "oknum" yang lalai atau memang karena ada unsur kesengajaan. Jika perlu lakukan audit proses menyeluruh oleh pihak auditor independen, untuk memastikan semua proses comply dengan Standar IT Governance yang benar," katanya.(dn)