JAKARTA (IndoTelko) - Sistem Informasi Penghitungan (Situng) suara yang dimiliki Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai banyak cacat secara Teknologi Informasi (TI).
"Hasil dari sidak yang dilakukan Jumat 3 Mei 2019, sebagai Wakil Ketua DPR RI, bersama Saudara Riza Patria, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, bisa disimpulam Situng KPU memang longgar. Aturan validasinya lemah. Sehingga celah bagi terjadinya manipulasi sangat besar. Saya kira hal itu menjelaskan kenapa salah input C1 dalam Situng KPU terjadi begitu masif. KPU saya kira tak lagi bisa berlindung di balik disclaimer yang menyebutkan bahwa apa yang ditampilkan dalam Situng bukanlah hasil resmi," tegas Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dalam seri cuitannya di akun resmi @Fadlizon pada 5 mei 2019.
Diungkapkannya, dari sidak selama 3 jam di KPU RI, ada lima catatan yang menandai kelemahan serius Situng KPU. Kelemahan tersebut, sebagian besar adalah hal yang elementer, yang secara teknis sebenarnya tak perlu terjadi. Jadi, dengan kelemahan-kelemahan tersebut Situng KPU cukup jelas bersifat amatiran.
Kelemahan pertama terletak pada sistem penghitungan yang dibangun. Situng KPU saat ini tak dilengkapi sistem koreksi dini pada tahapan input data. Padahal untuk menerapkan fungsi tersebut, menurut beberapa ahli TI, hanya membutuhkan bahasa pemrograman yang sederhana.
Akibatnya, karena verifikasi inputnya lemah, data yang salah otomatis tetap masuk ke server KPU. Kemudian tergambarkan ke dalam grafik real count yang dilihat oleh masyarakat. Ini jelas merupakan kelemahan elementer yang fatal. Sebab, bagaimana bisa KPU sebagai lembaga resmi negara berani menampilkan grafik dengan data yang kebenarannya tak terjamin semacam itu?
Menurutnya, kekeliruan tersebut sebenarnya dapat diantisipasi secara otomatis sejak tahapan input data. Jika DPT setiap TPS berjumlah 300 pemilih, misalnya, maka ketika ada input suara lebih dari 300, atau lebih dari 3 digit, secara otomatis harusnya tertolak oleh sistem. Ironisnya, fungsi itu tak ada di Situng KPU saat ini. Jadi jika inputer atau verifikator memasukkan angka ribuan atau jutaan di TPS, angka-angka itu tetap bisa masuk server KPU.
Sekalipun ada mekanisme koreksi, proses pemberitahuan dari pusat kepada petugas verifikator di daerah dilakukan secara manual melalui Whatsapp (WA), tidak melalui sistem. Maka tak aneh jika hingga saat ini masih ditemukan ratusan, bahkan ribuan kasus salah input dalam Situng KPU. Jika tak ada WA dari pusat pada inputer atau verifikator di KPU daerah maka tak terjadi koreksi.
Kelemahan kedua, dalam proses input masih ada data yang tak dilengkapi hasil scan lembar C1. Info dari KPU, sempat ada sekitar 1 juta file tanpa pindaian C1. Menurut KPU RI, hal tersebut disebabkan kapasitas penyimpanan data pada sistem yang telah penuh. Sehingga, memori tak bisa menampung file yang dikirim dari KPU daerah.
"Apa yang dilakukan KPU selama ini sangat amatiran. Untuk hajat sebesar pemilu serentak segala kebutuhan harus dipersiapkan dengan baik, bersifat antisipatif. Soal memori dan bandwitdh menurut saya adalah soal remeh temeh yang tak pantas dijadikan alasan," gusarnya.
Kelemahan ketiga, terkait tenaga penginput data. Berdasarkan pemaparan ketua KPU, di setiap KPU Kabupaten/Kota terdapat 25 petugas input. Ada juga yang bertugas sebagai verifikator. Mereka inilah yang menjadi ujung tombak proses real count KPU.
Masalah yang ditemukan dari paparan KPU, petugas input kerap juga menjadi verifikator. Mereka inputer tapi juga verifikator. Seharusnya tak boleh. Karena, mustahil akan ada verifikasi data yang berkualitas, jika cara kerjanya tumpang tindih seperti itu. Tugas penginput dan verifikator data harus tegas dipisahkan dan dilaksanakan oleh petugas yang berbeda.
Keempat, KPU juga menyatakan tenaga input dan verifikator memiliki IP Address yang berbeda. Namun, ketika dikonfirmasi berapa total jumlah pasti IP Address petugas input data, tak ada yang mampu menyebutkannya. Data dasar seperti ini seharusnya wajib diketahui KPU.
Bahkan, idealnya KPU wajib melakukan pengawasan berkala terhadap trafik IP address. Berapa jumlah IP Address yang aktif, dari mana lokasinya, dan apa log aktivitasnya. Ini semua perlu dimonitor, sebagai antisipasi dan deteksi ketika ada IP address tak dikenal yang masuk ke dalam proses Situng KPU.
Kelemahan kelima, terkait server KPU. Informasi dari hasil pemantauan langsung, server KPU saat ini berada di tiga lokasi. Di kantor KPU, BPPT, dan Sentul. Server utama ditempatkan di kantor KPU, sementara di BPPT dan Sentul difungsikan sebagai cadangan.
Setelah melihat langsung ke lokasi server di kantor KPU RI, kondisi ruang penyimpanan server sangat tidak representatif. Sistem yang digunakannya juga sederhana. Operating systemnya menggunakan linux, database mysql, dan program php. Program-program tersebut bahkan bisa diperoleh gratis.
Berdasarkan keterangan yang dihimpunnya di lokasi, KPU juga tak menggunakan server bersertifikat ISO (The International Standardization of Organization) 27001. Padahal, sertifikat itu merupakan standar sistem manajemen keamanan informasi, atau dikenal juga dengan Information Security Management System (ISMS).
"Ketika ditanyakan adakah admin server di lokasi, dijawab tidak ada. Tidak ada yang tahu bagaimana mengakses server, login-nya. Sehingga belum bisa disimpulkan bahwa fisik server KPU itu benar-benar server KPU yang aktif," tukasnya.
Disarankannya, mengingat telah ditemukan banyaknya kelemahan, Situng KPU saat ini harusnya tidak diteruskan. Banyaknya kasus salah input serta proses verifikasi yang lemah, menjadikan Situng KPU sudah tak bisa lagi dijadikan instrumen kontrol penghitungan manual KPU.
"Sistem ini cacat. Situng KPU bisa salah hitung. Ini bisa menambah kisruh dan semakin menurunkan kredibilitas KPU di mata masyarakat," pungkasnya. (
Baca:
Situng KPU)
Asal tahu saja aksi "memantau" pergerakan hasil suara pemilihan presiden melalui situng KPU memang marak di media sosial.
Banyak warganet menemukan keanehan tak hanya terkait proses salah input bahkan pada tanggal 23 April antara jam 18.00-24.00 seperti ada flux tambahan 2 juta suara yang banyak menjadi perbincangan di media sosial.
Petisi online pun dikeluarkan Muhammad Saleh Said yang telah menembus 25 ribu tandatangan meminta adanya audit-forensik bagi sistem TI yang menjadi server KPU.
Per 6 Mei 2019 jam 12:30:04, Situng KPU telah menghitung 554.645 dari 813.350 TPS (68.19266%). Pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin memimpin dengan 58.822.609 suara (56,29%) dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan 45.669.018 suara (43,71%).(id)