telkomsel halo

Kemenhub minta aplikasi `Ojol` tak lakukan predatory pricing

09:43:27 | 14 Jun 2019
Kemenhub minta aplikasi
JAKARTA (IndoTelko) - Kementrian Perhubungan (Kemenhub) meminta pengelola aplikasi ojek online (Ojol) untuk tidak menerapkan diskon ataupun promosi terhadap layanannya di luar batas wajar atau jual rugi (Predatory Pricing) yang melewati tarif batas bawah sesuai Permenhub No. 12 tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat.

"Hasil evaluasi Ditjen Hubdat ditemukan bahwa aplikator sering kali memberikan promo berupa diskon tarif yang cenderung jual rugi kepada para pengguna agar tetap diminati masyarakat," ungkap
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Budi Setiyadi, kemarin.

Dikatakannya, pihaknya sebenarnya tidak melarang sistem diskon bagi tarif ojek online. "Kami menyarankan promosi yang sustainable atau berkelanjutan, tidak bakar duit. Karena ini tidak baik bagi keberlangsungan usaha, tidak hanya pada bisnis ojek online, tapi juga penyedia jasa transportasi konvensional yang juga melayani konsumen yang sama," katanya.

Dikatakannya, Kemenhub sudah konsultasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia menyangkut masalah alat pembayaran dari aplikator. "Tentang diskon ini saya rasa harus dipatuhi oleh aplikator, diskon tidak boleh terus menerus dan berlebihan apalagi jika melanggar tarif batas atas dan batas bawah, sehingga tidak berpotensi sebagai predatory pricing, yaitu diskon besar-besaran sehingga malah saling mematikan (bisnis antar aplikator) satu sama lain,” katanya.

Diakuinya, kalau diskon ini dilakukan oleh entitas tersendiri bukan dilakukan oleh manajemen yang sama. "Mungkin nanti aturan kita hanya menyangkut aturan transportasinya maka jika pihak ketiga melakukan diskon pembayarannya maka saya kira tetap koridornya menyangkut masalah transportasi dan tarif. Jadi diskon boleh atau dengan loyalty program yang sustainable sehingga tidak merusak tarif batas atas dan batas bawah,” ujarnya.

Diingatkannya, bahwa setelah konsultasi dengan beberapa pihak, ia menegaskan bahwa jika sampai terjadi monopoli akibat predatory pricing ini maka sanksi bukanlah diterapkan dari pihaknya, melainkan dari KPPU.

Promo atau diskon yang dirasa tidak sesuai tersebut adalah cara jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah di bawah biaya produksi yang wajar. Harga yang sangat rendah ini bukan berasal dari efisiensi namun dari kekuatan modal.

Dengan adanya praktik jual rugi ini dikhawatirkan akan mematikan pelaku usaha lainnya atau saling mematikan usaha. Pada kasus ojek online, yang dimaksud dengan cara jual rugi adalah apabila tarif yang dikenakan kepada konsumen adalah tarif yang berada jauh di bawah tarif batas bawah, karena tarif batas bawah merupakan tarif yang telah dihitung dengan memperhatikan biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengemudi, penyusutan kendaraan dan harta lainnya yang dipergunakan oleh pengemudi untuk memproduksi jasa, biaya komisi aplikasi serta memperhitungkan pendapatan pengemudi yang layak.

Dalam jangka pendek, harga jual rugi memang menguntungkan bagi konsumen karena mereka menikmati harga barang atau jasa yang sangat rendah. Namun dalam jangka waktu yang lebih panjang, setelah para pesaing dalam bisnis ojek online tersingkir dari pasar, akan terjadi pemusatan pasar oleh satu pemain.

Tarif baru ojol ini kalau memang nanti akan ada perubahan, beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu mengenai punishment kalau operator tidak menyesuaikan tarifnya. Kedua, ada kecenderungan tarif yang tinggi itu adalah flag fall, jadi yang tarif batas minimal untuk jarak 4 km.

"Di Jakarta tarif dan kebiasaan masyarakat berbeda, bisa berkali-kali pakai dalam sehari tapi jarak pendek, jadi itu yang mungkin masyarakat merasa keberatan. Nanti mungkin akan ada perubahan tarif dari saya karena tiap 3 bulan ada penyesuaian. Intinya masukan dari masyarakat akan saya akomodir. Kita sudah memiliki contoh yang baik seperti pada PM 118 tentang taksi online, yang juga telah mengatur batasan promosi dan diskon, kami merasa diperlukan batasan tersebut," katanya.

Diingatkannya, penguasaan pasar yang monopolistik akan merugikan semua pihak karena posisi tawar monopolis yang lebih tinggi. Baik pengemudi maupun konsumen transportasi ojek online akan dirugikan.

"Pemerintah mengantisipasi situasi dengan membatasi pemberian diskon atau promosi di bawah tarif batas bawah yang telah ditentukan untuk menjaga keterjangkauan harga bagi konsumen demi memastikan persaingan yang sehat di pasar ojek online serta menjamin keberlangsungan usaha bagi mitra pengemudi dalam jangka panjang," katanya.

Tidak Masalah  
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan diskon pada tarif transportasi online seharusnya tidak menjadi masalah. Asal tarif yang telah dipotong diskon oleh operator atau partnernya masih dalam rentang Tarif Batas Bawah (TBB) sampai dengan Tarif Batas Atas (TBA).

Terkait hal itu sudah ada Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) No. KP 348 tentang pedoman perhitungan biaya jasa penggunaan sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat yang dilakukan dengan aplikasi.

Di situ telah dijelaskan tentang ketentuan tarif transportasi online berdasar biaya batas bawah, biaya batas atas, dan biaya jasa minimal ditetapkan berdasarkan sistem zonasi.

"Jadi, diskon itu tidak bisa diterima ketika penerapannya di bawah TBB. Kalau diskonnya bermain di antara ambang TBB-TBA itu tidak masalah. Tidak ada yang salah dengan diskon selama masih di rentang TBB-TBA. Sebab diskon salah satu daya pikat konsumen," katanya.

Menurutnya, yang menjadi persoalan, kalau ada operator memberikan diskon tarif melewati batas yang telah ditentukan oleh Kepmenhub dg mematok dibawah TBB.

Jika itu terjadi, bisa menjurus pada persaingan tidak sehat, bahkan menjurus predatory pricing.

"Di sinilah tugas Kemenhub untuk melakukan pengawasan jangan sampai diskon yg diberikan keluar dari rentang TBB-TBA. Kemenhub wajib memberikan sanksi kepada operator yang memberikan harga di bawah ketentuan tersebut," katanya.

Masih menurutnya, maunculnya rencana pelarangan diskon di Ojol, patut diduga  bahwa pemerintah (kemenhub) dalam posisi gamang untuk mengatur Ojol. Dengan Kepmenhub yang sudah ada, sebetulnya cukup untuk memberikan patokan soal tarif. Kemenhub tak perlu turun tangan untuk membuat aturan soal diskon.

GCG BUMN
"Yang perlu diperketat adalah aturan  soal standar pelayanan minimal bagi Ojol khususnya yang berdimensi keselamatan. Sebab sejatinya dimensi keselamatan pada ojol sangat rendah," tutupnya.(id)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories