telkomsel halo

Indonesia harus melihat peluang dari perang dagang AS vs Tiongkok

10:48:50 | 17 Jun 2019
Indonesia harus melihat peluang dari perang dagang AS vs Tiongkok
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.(dok)
JAKARTA (IndoTelko) - Indonesia dinilai memiliki peluang di tengah bergulirnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Sebab, Indonesia masih memiliki fundamental ekonomi yang kuat dalam menghadapi situasi global saat ini, terutama di sisi ekonomi digital.

“Bagi Indonesia, sebetulnya perang dagang AS-Tiongkok ini zero sum game, yang artinya tidak ada yang diuntungkan. Tetapi, di sini kita punya peluang. Adanya trade war ini, orang melihat negara kita berada di zona aman,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Minggu (16/6).

Menperin menjelaskan, Indonesia telah masuk zona aman investasi sejak 20 tahun lalu, yakni setelah berakhirnya Orde Baru dan dimulainya masa Reformasi. “Sebagai negara dengan kondisi geopolitik yang cukup stabil, Indonesia kini semakin diincar oleh investor asing,” ujarnya.

Beberapa waktu lalu, lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) Global Ratings meningkatkan peringkat utang jangka panjang atau sovereign credit rating Indonesia dari BBB- menjadi BBB dengan outlook stabil. Dengan demikian, Indonesia kini memperoleh status layak investasi atau investment grade dari ketiga lembaga pemeringkat internasional, yakni S&P, Moody's, dan Fitch.

Airlangga menambahkan, Indonesia sedang dipandang sebagai salah satu negara yang serius dalam mengembangkan ekonomi digital. Itu menjadi nilai positif tersendiri bagi para pelaku usaha dunia. "Bahkan, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe melihat Asia Tenggara terutama Indonesia bisa menjadi ground untuk digital economy," tuturnya.

Untuk itu, salah satu langkah yang perlu dilakukan saat ini adalah meningkatkan daya saing industri manufaktur nasional agar bisa lebih kompetitif dengan negara-negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. "Indonesia masih menjadi daya tarik untuk investasi industri berbasis elektronika, garmen, alas kaki, serta makanan dan minuman," imbuhnya.

Misalnya produsen elektronika Sharp Corporation dan LG Electronics, akan menambah kapasitas pabriknya di Indonesia. Produk yang bakal mereka hasilkan untuk tujuan ekspor dan domestik.

Menperin menyampaikan, pihaknya terus memantau perkembangan ekspansi atau perluasan pabrik LG dan Sharp tersebut. “Kami masih monitor sampai mereka realisasi. Pembahasannya sudah lama," ungkapnya.

Menurut Airlangga, kedua industri berbasis elektronika tersebut telah memiliki basis produksi di Indonesia, sehingga apabila terjadi relokasi pabrik, maka akan bersifat ekspansi. "Jadi, sifatnya ekspansi. Salah satunya karena mereka sudah punya pengalaman di Indonesia, dan Indonesia dinilai sudah stabil," imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin Janu Suryanto mengemukakan, Sharp akan merelokasi pabrik mesin cuci dua tabung dari Thailand ke pabrik yang ada di Karawang International Industrial City (KIIC).

Rencananya, peresmian ekspansi pabrik Sharp akan dilakukan bulan depan. “Jadi, nanti ada penambahan lini produksi. Ini juga untuk pasar ekspor. Mereka akan menyerap ratusan tenaga kerja," ujarnya.

Sedangkan, LG akan merelokasi pabrik pendingin ruangan dari Vietnam ke fasilitas produksi yang ada di Legok, Tangerang. “Mereka akan mulai produksi dan mulai dipasarkan pada September 2019 sebanyak 25 ribu unit," ungkapnya.

Selanjutnya, jumlah produksinya ditargetkan naik menjadi 50 ribu unit. "Ya, paling tidak nanti bisa di ekspor (juga) ke ASEAN. Investasi Sharp dan LG sekitar ratusan miliar rupiah,” imbuhnya.

Industri manufaktur merupakan salah satu sektor yang menyumbang cukup signfikan bagi total investasi di Indonesia. Pada triwulan I tahun 2019, industri pengolahan nonmigas berkontribusi sebesar 18,5% atau Rp16,1 triliun terhadap realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN).

Adapun tiga sektor yang menunjang paling besar pada total PMDN tersebut di tiga bulan awal tahun ini, yakni industri makanan yang menggelontorkan dana mencapai Rp7,1 triliun, disusul industri logam dasar Rp2,6 triliun dan industri pengolahan tembakau Rp1,2 triliun.

Selanjutnya, industri manufaktur juga menyetor hingga 26% atau US$1,9 miliar terhadap realisasi penanaman modal asing (PMA). 

Tiga sektor yang menopangnya, yaitu industri logam dasar sebesar US$593 juta, diikuti industri makanan US$376 juta serta industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia US$217 juta.

Asal tahu saja, perang dagang AS dan Tiongkok kian memanas sejak pemerintahan Paman Sam memasukkan Huawei ke daftar hitam.

Indonesia sendiri dengan AS masih ada Pekerjaan Rumah (PR) terutama soal pemenuhan syarat perpanjangan fasilitas preferensi tarif bea masuk impor (Generalized System of Preference/GSP).

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan pemerintah AS memberi waktu pemenuhan syarat perpanjangan fasilitas preferensi tarif bea masuk impor (Generalized System of Preference/GSP) kepada Indonesia sampai akhir bulan ini.  

GSP merupakan fasilitas bebas tarif bea masuk impor untuk komoditas tertentu yang diberikan AS kepada Indonesia. Namun, pemberian fasilitas itu dievaluasi oleh pemerintah AS.

Hasil evaluasi menyatakan bahwa pemerintah AS mempertimbangkan pencabutan pemberian fasilitas GSP karena beberapa kebijakan di Indonesia dianggap menghambat dunia usaha asal Negeri Paman Sam. Untuk itu, bila Indonesia masih ingin memperoleh fasilitas GSP, maka Indonesia perlu melihat kembali sejumlah persyaratan baru yang disampaikan AS. 

Beberapa hal yang sempat dipermasalahkan AS dari Indonesia, yaitu terkait kebijakan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) yang membuat Visa dan Mastercard tidak bisa memproses transaksi masyarakat Indonesia di dalam negeri. 

Kemudian, soal rencana pemerintah membentuk pusat data (data center) bagi perusahaan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang beroperasi di dalam negeri.

Dalam perjalanan evaluasi GSP, sebenarnya AS turut mempertimbangkan pemberhentian fasilitas bagi Indonesia, India, dan Kazakhstan.

GCG BUMN
Namun, India dan Kazakhstan akhirnya sudah diputuskan tidak akan menerima fasilitas itu lagi. Sementara Indonesia masih diberi kesempatan untuk memenuhi ulang beberapa syarat yang diajukan.(wn)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories