JAKARTA (IndoTelko) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan menyidangkan kasus dugaan pelanggaran persaingan usaha yang melibatkan PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab) dengan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI).
Anggota KPPU, Guntur Syahputra Saragih mengatakan, sidang akan digelar setelah proses penyelidikan atas kasus tersebut telah rampung. KPPU sebelumnya telah mendapatkan dua alat bukti dalam penyelidikan kasus yang menjerat Grab dan TPI.
Grab diduga melakukan diskriminasi terhadap mitra pengemudi atau driver GrabCar mandiri dengan driver yang bernaung di PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI).
"Untuk TPI sudah masuk dalam persidangan. Cukup sudah dua alat bukti dan akan kita sidang dalam waktu dekat," kata Guntur pekan lalu.
Dikatakannya, dalam penyelidikan ditemukan persaingan tidak sehat dilakukan layanan GrabCar dalam pemberian pesanan. GrabCar memberikan prioritas orderan kepada driver di bawah naungan TPI ketimbang driver mandiri sebagai mitra usaha.
"Harusnya, kan, keduanya memiliki peluang yang sama untuk mendapat pelanggan. Kalau bersalah denda maksimum Rp25 miliar. Statusnya sudah masuk agenda jadwal persidangan," tutur dia.
Asal tahu saja, dugaan pelanggaran persaingan usaha yang melibatkan Grab dan TPI bermula ketika ratusan pengemudi Grab Car melakukan demonstrasi di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara pada awal Februari 2019 lalu.
Ratusan mitra Grab tersebut menuduh Grab telah memberikan keistimewaan kepada pengemudi Grab yang bernaung di bawah TPI. Sehingga, pengemudi Grab lainnya sering tidak kebagian order. Alhasil, mereka gagal mencapai target trip harian, dan berdampak pada penghasilan. Akibatnya banyak pengemudi yang tidak dapat membayar cicilan mobil dari leasing dengan lancar hingga akhirnya mobilnya ditarik kembali oleh leasing.
KPPU akan menjerat Grab dengan Pasal 19 ayat 2 huruf d dan Pasal 14 di UU No 5 tahun 1999. Pasal 19 huruf d UU No. 5 tahun 1999, menyatakan pelaku usaha dilarang melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Sementara di pasal 14 dinyatakan larangan pembuatan perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.(wn)