JAKARTA (IndoTelko) - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengecam aksi blokir layanan data telekomunikasi yang dilakukan Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Papua dan Papua Barat mulai Rabu (21/8).
"Belum ada informasi lebih lanjut atas dugaan ujaran rasisme terhadap warga papua, kini pembatasan terhadap akses informasi menghantui mereka," cuit akun @kontraS pada Rabu (21/8) malam.
Cuitan tersebut menyertai link siaran pers Kominfo tentang blokir layanan data di Papua dan Papua Barat yang dilansir pada Rabu (21/8) malam.
Menurut Kontras, pembatasan akses internet sudah kedua kalinya dilakukan oleh negara dalam setahun. "Negara kerap berdalih alasan keamanan dalam melakukan throttling, sementara kita tidak pernah mendapatkan akuntabilitas dari proses tersebut, mulai dari parameter throttling sampai laporan transparansi," cuit akun itu lagi.
Dalam pantauan Kontras, dari serangkaian peristiwa yang terjadi di Papua:
- kasus rasisme yang belum jelas
- permintaan saling memaafkan dari presiden
- penambahan personil TNI/Polri
"Apakah tidak janggal melakukan pembatasan akses informasi pada situasi demikian?" tanyanya.
Kontras mengingatkan, pada awal kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo sempat mengutarakan untuk membuka akses bagi jurnalis asing untuk meliput di Papua. Tapi, pada tengah kepemimpinannya ucapan itu berhenti di depan media saja.
"Blokade akses informasi di Papua telah (akan terus) memberangus hak orang-orang Papua untuk didengar suaranya dan membuka ruang pelanggaran HAM seperti pembunuhan, penyiksaan, dan penangkapan sewenang-wenang berlangsung tanpa tindakan penghukuman terus terjadi!" tutup pernyataan Kontras.
Sebelumnya, Kominfo memutuskan untuk melakukan pemblokiran sementara layanan Data telekomunikasi di Papua dan Papua Barat mulai Rabu (21/8). (
Baca: Blokir Data)
PLT Kepala Biro Humas Kominfo Ferdinandus Setu dalam rilisnya Rabu (21/8) malam, menjelaskan keputusan tersebut diambil guna mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di Papua dan sekitarnya.
"Ini dilakukan setelah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait. Pencabutan blokir dilakukan setelah keadaan di sana normal," tutupnya.(id)