telkomsel halo

Blokir IMEI ponsel diuji coba, operator minta `Juknis` dikeluarkan

09:48:22 | 18 Feb 2020
Blokir IMEI ponsel diuji coba, operator minta
Wakil Direktur Utama PT Hutchison 3 Indonesia (H3I) Danny Buldansyah
JAKARTA (IndoTelko) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mulai melakukan uji coba mekanisme pemblokiran International Mobile Equipment Identity (IMEI) pada Senin (17/2) dan Selasa (18/2).

Meski tengat waktu pemberlakukan regulasi mengenai pembatasan IMEI illegal berlaku efektif 18 April 2020, namun hingga saat ini Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika masih belum menyelesaikan petunjuk teknis pelaksaan dari peraturan menteri yang dibuat pada akhir tahun 2019 yang lalu.

Wakil Direktur Utama PT Hutchison 3 Indonesia (H3I) Danny Buldansyah mengatakan mandegnya pembahasan aturan teknis tersebut dikarenakan adanya dua pendapat mengenai pelaksaan aturan pembatasan tersebut.

Ada pihak yang menginginkan menggunakan metode whitelist dan ada pihak lain yang menginginkan menggunakan blacklist.

Danny menilai baik itu whitelist maupun blacklist memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Konsep whitelist dimana IMEI adalah semua IMEI yang tidak tercatat dalam Sistem Informasi Basis Database IMEI Nasional (SIBINA) tidak akan bisa dipergunakan oleh operator di Indonesia.  

Sedangkan sistim blacklist adalah semua IMEI yang ada di Indonesia dapat beroperasi terlebih dahulu. Setelah kurun waktu beberapa  hari IMEI yang tak terdaftar di SIBINA akan diblokir.

“Semua sistim ada untung dan ruginya masing masing. Selama bisa dipertanggung jawabkan maka H3I akan menjalankan apa yang diperintahkan oleh pemerintah. Oleh sebab itu kita harus mencari jalan terbaik agar program pemerintah untuk menangkal HP illegal dapat tercapai dan konsumen tidak ada yang dirugikan. Pertikaian ini tak perlu dibesar-besarkan,” terang Danny.

Disarankannya pemerintah harus segera membuat use case dan  harus menjalankan  proof of concept dari dua mazhab pembatasan IMEI tersebut. Karena pengguna telekomunikasi ada yang membeli melalui layanan on line, pembelian melalui off line dan pengguna roaming. Tujuannya agar tidak ada konsumen yang dirugikan akibat kebijakan ini.

Danny mengungkapkan saat ini hanya ada dua negara yang melakukan pembatasan IMEI. Meski ada dua mazhab pembatasan IMEI, Danny berharap polemik ini segera berakhir dan semua pihak harus mengutamakan perlindungan terhadap konsumen. Agar perlindungan konsumen ini menjadi perhatian, menurut Danny seharusnya pemerintah dapat menjelaskan secara rinci kepada publik dan memberikan kepastian jika ada konsumen yang baru membeli HP namun kenyataannya alat telekomunikasinya di blokir, maka itu tanggung jawab siapa.

“Karena ini kebijakan negara maka sudah seharusnya yang bertanggung jawab terhadap keluhan konsumen tersebut adalah pemerintah. Bukan kepada operator. Itu dahulu yang harus dijelaskan oleh pemerintah. Sehingga tidak terjadi kegaduhan di masyarakat harus ada yang tanggung jawab dan pemerintah harus tau itu. Jangan sampai nantinya lempar-lemparan dan saling menyalahkan,” terang Danny.

Selain itu Danny berharap investasi yang dikeluarkan oleh operator dalam menjalankan regulasi pembatasan IMEI ini harus serendah mungkin. Jangan sampai ada operator yang terbebani dengan adanya  regulasi pembatasan IMEI tersebut.

Baik itu whitelist maupun blacklist, menurut Danny operator telekomunikasi harus menganggarkan investasi untuk membeli EIR (Equipment Identity Register).

Investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan EIR tergantung requirement yang diperintahkan oleh Kemenkominfo dan vendor yang menyediakan perangkatnya. Untuk whitelist dibutuhkan satu perangkat lagi yang dinamakan Central EIR.

Menurut Danny operator central EIR ini harus ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan untuk yang blacklist itu menggunakan SIBINA.

“Penggelola Central EIR itu harus independen dan tidak boleh diserahkan kepada salah satu operator. Selain itu pemberlakukan regulasi ini juga harus equal kepada seluruh pelaku usaha.  Jangan sampai ada pelaku usaha yang diuntungkan atau dirugikan dalam menjalankan kebijakkan ini. Sehingga regulasi ini dapat berjalan baik dan bermanfaat bagi pemerintah, industri telekomunikasi dan masyarakat,”pungkas Danny.

GCG BUMN
Sebelumnya, XL Axiata mengatakan setiap operator harus mengeluarkan dana sekitar US$1 Juta atau sekitar Rp13,6 miliar untuk pengadaan mesin pemblokir ponsel ilegal jika menjalankan konsep blacklist, sedangkan jika whitelist bisa jauh lebih besar.(wn) 

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories