JAKARTA (IndoTelko) - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta
Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 yang ditetapkan pada 9 April 2020 untuk dicabut karena sangat menyesatkan dan berpotensi menimbulkan banyak pelanggaran serta disalahgunakan di lapangan.
"Pemerintah masih terlihat tidak serius dan terkesan main-main dalam pengendalian wabah ini. Pemerintah masih tersandera kepentingan ekonomi jangka pendek, yang tidak jelas ujung pangkalnya. Hal ini terbukti dengan keluarnya Permenhub No. 18 Tahun 2020," sesal Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangan, Minggu (12/4).
Diungkapkannya, Pasal 11 ayat 1 huruf d dalam Permenhub 18/2020 sangat menyesatkan, berpotensi banyak pelanggaran dan disalahgunakan.
Bahkan secara normatif, Pasal 11 ayat 1 huruf d tersebut bertentangan dengan berbagai regulasi yang ada, termasuk melanggar UU tentang Kekarantinaan Kesehatan. Secara operasional juga bertolak belakang dengan Pergub No. 33/2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Menanggulangi Covid-19, di DKI Jakarta.
"Seharusnya pemerintah tidak melakukan tindakan tindakan yang kompromistis dalam upaya pengendalian Covid-19. Utamakan keamanan, keselamatan dan nyawa warga Indonesia. Tidak ada pilihan lain agar Permenhub No. 18/2020 dicabut, dibatalkan," tegasnya.
Kepentingan Bisnis
Sementara Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menyarankan menghadapi sebaran wabah virus Corona yang begitu cepat, hendaknya pemerintah dan masyarakat saling mendukung dan bergerak cepat tanpa melihat kepentingan perseorangan dan mengesampingkan kepentingan bisnis.
Menurutnya, Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman pembatasan sosial berskala besar PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 menyatakan, bahwa ojek online (Ojol) hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang. Sesungguhnya, permintaan supaya pengemudi Ojol untuk tetap dapat membawa penumpang sangat jelas melanggar esensi dari menjaga jarak fisik (physical distancing).
Justru ada kesan ambigu di Permnhub No. 18 Tahun 2020 (pasal 11. D), menyebutkan dalam hal tertentu untuk melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan sebagai berikut (1) aktivitas lain yang diperbolehkan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar, (2) melakukan disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan setelah selesai digunakan, (3) menggunakan masker dan sarung tangan, dan tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit.
Bertentangan dengan pasal 11.c pada aturan yang sama, angkutan roda dua berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang.
"Apabila diterapkan, siapa petugas yang akan mengawasi di lapangan dan apakah ketentuan tersebut akan ditaati pengemudi dan penumpang sepeda motor? Bagaimana teknis memeriksa suhu tubuh setiap pengemudi dan penumpang? Pemerintah harus menyediakan tambahan personil dan anggaran untuk melengkapi pengadaan pos pemeriksaan. Pasti ribet urusan di lapangan. Dan mustahil dapat diawasi dengan benar. Apalagi di daerah, tidak ada petugas khusus yang mau mengawasi serinci itu. Jika dilaksanakan akan terjadi kebingungan petugas di lapangan dengan segala keterbatasan yang ada," katanya.
Menurutnya, Nampak sekali, pasal ini untuk mengakomodir kepentingan bisnis aplikator transportasi daring. Pemprov. DKI Jakarta dan aplikator selama ini pelaksanaan PSBB di Jakarta sudah mau taat aturan yang sudah diberlakukan. Masyarakat pasti akan taat aturan selama tidak ada diskriminasi di lapangan. Dan jika diterapkan, akan menimbulkan keirian moda transportasi yang lain, sehingga aturan untuk menerapkan jaga jarak fisik penggunaan sepeda motor tidak akan terjadi. Juga nantinya akan merambat ke jenis angkutan lainnya.
Di samping itu, tidak ada jaminan pengemudi Ojol akan mentaati aturan itu (protokoler kesehatan). Meskipun aplikator sudah menyiapkan sejumlah aturan untuk pengemudi ojek daring selama mengangkut orang. Pasalnya, selama ini aplikator juga belum mampu mengedukasi dan turut mengawasi pengemudinya yang masih kerap melanggar aturan berlalu lintas di jalan raya. Tingkat pelanggaran pengemudi Ojol cukup tinggi seperti melawan arus, menggunakan trotoar, melanggar isyarat nyala lampu lalu lintas dan cukup rawan terjadi kecelakaan lalu lintas.
"Sebaiknya segera cabut dan revisi Permenhub. Nomor 18 Tahun 2020. Abaikan kepentingan bisnis sesaat yang menyesatkan. Utamakan kepentingan masyarakat umum demi segera selesainya urusan penyebaran wabah virus Corona yang cukup melelahkan dan menghabiskan energi bangsa ini," pungkasnya.(id)