telkomsel halo

Ekosistem transportasi di Jakarta ingin integrasi multimoda lebih baik

11:20:41 | 07 Aug 2020
Ekosistem transportasi di Jakarta ingin integrasi multimoda lebih baik
JAKARTA (IndoTelko) - Kolaborasi yang lebih kuat antara sektor swasta dan publik guna mengintegrasikan ekosistem transportasi massal di Jakarta akan mendorong lebih banyak masyarakat menggunakan transportasi massal.

Demikian salah satu kesimpulan dari diskusi yang dilakukan Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB (SBM-ITB) dengan berbagai pemangku kepentingan ekosistem transportasi di Jakarta seputar hasil penelitian yang dilakukan oleh SBM-ITB yang telah dirilis minggu lalu (29/07).

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Dinas Perhubungan DKI Jakarta, TransJakarta, dan Grab Indonesia, sebagai operator ride-hailing terlibat dalam diskusi bertajuk “Peran Transportasi Daring dalam Penggunaan Transportasi Massal: Gagasan Integrasi Antar Moda dalam Periode Adaptasi Kebiasaan Baru”.

Penelitian yang dipimpin oleh Dr. Yos Sunitiyoso ini mengeksplorasi pengalaman transportasi multi-moda harian dan opini dari 5.064 komuter yang diadakan pada bulan Desember 2019 - Maret 2020. Dalam penelitian yang dirilis minggu lalu, SBM ITB menemukan bahwa 48% komuter menggunakan layanan ride- hailing sebagai salah satu moda transportasi dalam perjalanan multi moda harian mereka.

Kemudahan untuk melanjutkan perjalanan dengan ride-hailing dan kejelasan titik jemput/turun mendorong komuter untuk menggunakan ride-hailing sebagai bagian dari perjalanan multi-moda mereka. Kehadiran layanan ride-hailing ini mendorong lebih banyak penumpang untuk menggunakan transportasi massal selain manfaat dari transportasi massal itu sendiri.

Temuan-temuan utama yang dipresentasikan dari penelitian ini meliputi: (1) Layanan ride-hailing memainkan peran penting dalam melayani koneksi first-mile dan last-mile (FM / LM), mendorong lebih banyak orang untuk beralih ke transportasi massal; (2) Integrasi dari ride-hailing dan transportasi massal dapat mengurangi emisi karbon dan; (3) Komuter tertarik untuk mengeksplorasi moda transportasi baru seperti skuter listrik.

Rekomendasi penelitian menyerukan kolaborasi yang lebih baik antara semua pihak dan integrasi yang lebih kuat antara transportasi massal dan layanan transportasi daring untuk membantu mendorong peralihan dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.

Dekan SBM ITB Prof. Dr. Ir. Utomo Sarjono Putro, M.Eng., membuka diskusi dengan membahas tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memberikan gambaran dan saran yang dapat membantu kolaborasi antara penyedia transportasi massal dan ride-hailing dalam memberikan pelayanan terbaik bagi komuter Jakarta.

“Masalah sosial seperti kemacetan lalu lintas dan polusi udara adalah contoh dari masalah pelik yang dihadapi kota Jakarta dan sekitarnya. Oleh karena itu, kebijakan yang dibuat perlu memperhatikan berbagai faktor pemangku kepentingan dan sektor-sektor yang saling bergantungan. Masalah pelik di ruang publik membutuhkan kebijakan yang menghasilkan win-win solution untuk setiap pemangku kepentingan, terutama masyarakat. Dalam diskusi panel ini, diharapkan kita dapat menemukan ide-ide yang mendukung integrasi antar moda transportasi massal sehingga para komuter dapat memperoleh pengalaman perjalanan yang aman dan lancar," katanya.

Dalam sambutannya, Menteri Perhubungan Republik Indonesia, Budi Karya Sumadi, menyatakan menghadapi era Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) akibat pandemi Covid-19 pemerintah mendorong secara maksimal penerapan intelligent system dan protokol kesehatan pada sistem transportasi seperti contactless ticketing, cashless payment, digital information, system apps, dan disiplin physical distancing. Selain itu, proses pembangunan infrastruktur yang modern dan terintegrasi melalui pengembangan sistem transit melalui trunk dan feeder juga terus dilakukan untuk meningkatkan penggunaan transportasi publik. Kemudahan dan kenyamanan menjadi faktor penting untuk mendukung upaya ini.

Komitmen nyata dari Kementerian termasuk integrasi fasilitas yang memadai, sinkronisasi sistem operasi antar moda, manajemen data dan teknologi waktu-nyata serta keterlibatan pemangku kepentingan. Keberadaan industri ride-hailing dapat dimanfaatkan untuk mengisi kebutuhan layanan feeder dalam mengoptimalkan ekosistem. Sebagai layanan berbasis on-demand, layanan ride-hailing dianggap memiliki keunggulan dari sisi fleksibilitas dibandingkan feeder yang konvensional, khususnya dalam melayani perjalanan first mile dan last mile.

Layanan ride-hailing memainkan peran penting dalam melayani koneksi antara first-mile dan last- mile (FM / LM), mendorong lebih banyak orang untuk beralih ke transportasi massal.

Dalam penelitian yang dirilis minggu lalu, SBM ITB menemukan bahwa 48% komuter menggunakan layanan ride-hailing sebagai salah satu moda transportasi dalam perjalanan multi moda harian mereka, dimana 39% diantaranya beralih dari kendaraan pribadi ke layanan ride-hailing. Sebagian besar responden menggunakan lebih dari satu penyedia layanan ride-hailing, dengan 74% menyatakan bahwa mereka menggunakan Grab, sementara 49% menyatakan bahwa mereka menggunakan Gojek.

Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Ir. Polana Banguningsih Pramesti, MSc memaparkan tentang strategi-strategi yang dilakukan oleh BPTJ dalam upaya perbaikan transportasi massal.

“Jabodetabek merupakan kota aglomerasi terpadat di dunia dengan aktivitas komuter yang kompleks dan waktu tempuh yang cukup lama, Oleh karena itu, salah satu target utama kami adalah untuk melakukan pengembangan dan peningkatan transportasi massal terintegrasi di Jabodetabek. Salah satu strategi yang kami terapkan untuk lebih banyak mendorong penggunaan transportasi massal oleh masyarakat adalah dengan push-and-pull policy yang mencakup kebijakan ganjil-genap, ERP, kendaraan umum premium dan fasilitas-fasilitas transportasi yang terintegrasi satu sama lain. Untuk mewujudkan aksesibilitas yang mudah bagi masyarakat untuk menjangkau angkutan umum, ke depan ditargetkan jarak maksimal menuju angkutan umum terdekat maksimal 500 meter, sehingga cukup ditempuh menggunakan transportasi non-motorized transportation. Pada kondisi dimana hal tersebut belum tercapai, keberadaan berbagai moda angkutan sebagai feeder masih dibutuhkan,” jelas Polana.

Salah satu panelis, Presiden Direktur TransJakarta Sardjono Jhony Tjitrokusumo menambahkan bahwa dalam operasional TransJakarta dalam 6 tahun terakhir sebelum pandemi TransJakarta mencatat lebih dari 1 juta penumpang harian. Angka ini menunjukkan kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap transportasi massal yang nyaman, murah, bersih, dan menyenangkan.

“Layanan transportasi massal telah menjangkau 2,6 juta penumpang per hari. Untuk membantu mencapai target pemerintah, kita perlu memberikan alasan bagi pengguna untuk beralih ke kendaraan umum. Tantangan terbesar dalam mencapai tujuan peningkatan jumlah penumpang tersebut adalah penyesuaiaan dengan era Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) serta penyelarasan dalam kolaborasi transportasi daring dengan transportasi umum massal yang memiliki perbedaan indikator perusahaan, dimana transportasi daring lebih berorientasi bisnis sedangkan transportasi umum massal berorientasi ke arah pelayanan,” jelas Sardjono Jhony Tjitrokusumo.

Dalam 3 tahun terakhir, Transjakarta telah menjangkau 83% area DKI Jakarta, yang artinya setiap halte mencakup pemukiman dan komunitas di sekitar halte dan terus bekerja dengan operator untuk dapat menjangkau daerah lain yang dapat dijangkau oleh TransJakarta.

Integrasi antara ride-hailing dan transportasi massal mengurangi emisi karbon dan kemacetan lalu lintas. Riset juga menemukan bahwa perjalanan multimoda yang melibatkan transportasi massal berkontribusi terhadap pengurangan emisi GRK sebesar 10,82%. dimana pengurangan bersih (net reduction) dari emisi GRK per orang sekali jalan satu arah adalah 41% lebih tinggi untuk pengguna ride-hailing (0,31 kg) dibandingkan dengan pengguna non-ride hailing (0,22 kg).

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Dr. Syafrin Liputo, ATD MT menyatakan bahwa 5,7 juta dari total 26,4 juta perjalanan harian menggunakan transportasi umum.

Kunci utama dari integrasi multi moda adalah meningkatkan dan mengoptimalkan layanan dengan prinsip 3ES (Efektif, Efisien, Ekonomis, dan Sustain). Program Jak Lingko sebagai langkah pengembangan transportasi untuk Kota Jakarta; yang berfokus pada pengembangan fasilitas pejalan kaki, kendaraan tidak bermotor dan/atau kendaraan bermotor yang ramah lingkungan, serta mengoptimalkan penggunaan transportasi umum sebagai tulang punggung sistem transportasi.

Melalui Program Jak Lingko, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengembangkan sistem transportasi terintegrasi dengan menerapkan ‘Push and Pull Strategy’, yaitu menekan (push) penggunaan kendaraan pribadi dan menarik (pull) orang untuk menggunakan angkutan umum dengan 4 (empat) prioritas penanganan, antara lain pejalan kaki dan pesepeda, kendaraan ramah lingkungan, angkutan umum, dan disinsentif kendaraan pribadi.

"Ketika menyangkut transportasi umum, transportasi yang memanfaatkan teknologi jaringan komputer (daring/online) memiliki peran penting. Oleh karena itu, kami mendorong integrasi semua layanan angkutan dengan transportasi massal dan terus mengembangkan layanan fitur digital dan online,” jelas Syafrin Liputo.

President Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan Grab Indonesia telah menghadirkan titik penjemputan akurat di 16 stasiun MRT, 148 stasiun kereta, dan 669 halte TransJakarta serta 93 Grab shelters yang memfasilitasi penjemputan bagi mitra pengemudi dan penumpang. Inovasi lainnya juga termasuk pengalaman pemesanan yang mudah dengan GrabNow dan GrabWheels sebagai alat mobilitas pribadi untuk perjalanan first mile dan last mile.

"Penting bagi kita untuk berkolaborasi untuk mewujudkan solusi multimoda terbaik untuk para penumpang," jelasnya.

GCG BUMN
Dikatakannya, para komuter tertarik untuk mengeksplorasi moda transportasi baru seperti e-skuter Dalam adaptasi kebiasaan baru ini, masyarakat mulai menggunakan alat mobilitas pribadi sebagai moda transportasi yang lebih ramah lingkungan, misalnya, skuter listrik atau sepeda. Meskipun hanya 8% responden yang memiliki pengalaman menggunakan layanan skuter elektrik seperti GrabWheels, sekitar 35% responden berniat menggunakannya di kemudian hari, baik untuk melakukan perjalanan singkat ke dan dari moda transportasi massal atau untuk melakukan perjalanan singkat di sekitar area umum. Namun, penelitian ini juga menunjukkan bahwa komuter memiliki kekhawatiran terhadap risiko keselamatan, kegunaan, dan kemudahan penggunana layanan skuter listrik, yang perlu ditangani.(ak)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories