JAKARTA (IndoTelko) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa dikatakan sebagai pemimpin yang menguasai percakapan media sosial sejak dilantik menjadi orang nomor satu di negeri ini pada 2014.
Namun, penanganan pandemi Covid-19, dan pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja Omnibus Law rupanya membuat popularitas Jokowi mulai meredup di Media Sosial (Medsos).
"Dari tahun 2014 hingga awal 2020, klaster Pro Jokowi awalnya lebih besar dari Kontra. Setiap tahun, ukuran Kontra semakin besar, hingga akhirnya menyamai Pro Jokowi," papar Pendiri Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi yang mengeluarkan analisa Big Data dari Drone Emprit, pasca demo besar-besaran penolakan Undang-undang Cipta Kerja 6-8 Oktober lalu.
Diungkapkannya, pada awal tahun 2020 (Januari-Februari) sebelum ramai Covid-19 dan saat Covid-19 (Mei-Juli), klaster Pro Jokowi masih sangat besar, berimbang dengan Kontra. Akun organik yang meretweet postingan akun @Jokowi masih sangat besar.
Tetapi, dalam seminggu terakhir (3-10 Oktober 2020), sejak UU Cipta Kerja Law disahkan, klaster Pro Jokowi tampak jauh lebih kecil dibanding Kontra.
Bahkan akun organik yang meretweet postingan akun @Jokowi tidak sebesar sebelumnya. Sebaliknya, akun ini posisinya begesar ke tengah di antara dua cluster, yang menggambarkan banyaknya akun dari klaster Kontra yang turut meretweet postingan @Jokowi; bukan karena setuju, tapi lebih banyak sebagai bentuk penolakan dan kritikan.
"Terdapat pergeseran beberapa akun influensial dari yang sebelumnya dalam Pro Jokowi, bergeser ke Kontra Jokowi. Dari narasinya, berisi kritikan yang disukai dan diretweet oleh akun-akun di Kontra, sehingga posisinya bergeser dari Pro ke Kontra," ulasnya.
Seperti diketahui, demo besar-besaran terjadi pasca disahkannya UU Cipta Kerja oleh DPR pada 5 Oktober 2020.
Presiden Jokowi dalam pernyataannya menilai aksi demo dipicu karena banyaknya disinformasi terkait isi dari UU Ciptaker. Sementara masyarakat sendiri menjadi bingung karena ternyata dokumen resmi dari UU Ciptaker tak bisa diakses publik.(id)