telkomsel halo

APJII:Pengaturan OTT asing untuk kedaulatan siber NKRI

06:11:18 | 03 Feb 2021
APJII:Pengaturan OTT asing untuk kedaulatan siber NKRI
Ketua umum APJII Jamalul Izza
JAKARTA (IndoTelko) - Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menegaskan pengaturan Over The Top (OTT) asing dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Postelsiar sebagai turunan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah wujud kedaulatan siber Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam Pasal 14 RPP itu dinyatakan, OTT yang menyelenggarakan layanan di Indonesia wajib bekerjasama dengan operator telekomunikasi, jika tak ada kerjasama, maka operator bisa melakukan "pengelolaan trafik" dari layanan tersebut.

Ketua umum APJII Jamalul Izza menyatakan pengaturan layanan OTT selama ini memang masih luput baik dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi maupun PP Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggara Telekomunikasi. 

Jamalul Izza menegaskan pihaknya telah melayangkan surat dukungan kepada lima kementerian; Kementerian Kooordinator Bidang Maritim dan Investasi, Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi, Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Ini sebenarnya memang kita nantikan selama ini. Lewat beleid ini pemerintah bisa menegakkan kedaulatan siber di Indonesia," ujarnya.

Jamal menuturkan selama ini platform OTT beroperasi tanpa tersentuh peraturan yang berlaku di Tanah Air. Padahal, operator telekomunikasi dan anggota APJII yang selama ini menggelontorkan investasi besar untuk membangun infrastruktur. Sementara layanan OTT yang menikmati benefit terbesar justru kurang berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Soal perpajakan misalnya, OTT lepas dari kewajiban membayar pajak karena belum diatur oleh undang-undang.

Sementara, anggota APJII diharuskan membayar membayar PPn, PPh dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lainnya seperti biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi (BHP) jasa telekomunikasi serta membayar kontribusi kewajiban universal service obligation (USO). Oleh sebab itu, situasi sekarang ini menciptakan level persaingan yang kurang setara di antara pemain di industri telekomunikasi.

"Saat ini, mereka yang sangat menikmati infrastruktur telekomunikasi yang dibangun di Indonesia. Kita anggota APJII nyaris tidak ada benefit yang diberikan dari kehadiran mereka di Indonesia. Jadi, wajar jika pemerintah mewajibkan OTT global tersebut untuk bekerja sama dengan penyelenggara jaringan atau jasa telekomunikasi yang ada di Indonesia," kata Jamalul.

Menurut Jamal, kewajiban OTT global untuk bekerja sama dengan penyelenggara jaringan atau jasa telekomunikasi tersebut wujud dari keberpihakan pemerintah terhadap perusahaan yang ada di Indonesia. Kerja sama itu berdasarkan prinsip adil, wajar, dan nondiskriminatif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

GCG BUMN
Agar regulasi ini tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab, Jamalul meminta agar pemerintah dapat segera menurunkan peraturan menteri tentang tata cara pelaksanaan kerja sama antara penyelenggara jaringan dan jasa dengan OTT global. Menurut Jamalul, peraturan tersebut mutlak dibutuhkan agar kerja sama antara OTT global dengan penyelenggara jaringan dan jasa bisa konkrit.(ak)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year