telkomsel halo

Pengguna medsos di Asia Tenggara tak suka berbagi data pribadi

11:54:43 | 04 May 2021
Pengguna medsos di Asia Tenggara tak suka berbagi data pribadi
JAKARTA (IndoTelko) - Apakah Anda merasa takut setiap kali memasukkan informasi kartu kredit atau detail perbankan di situs belanja atau aplikasi pembayaran? Anda tidak sendiri, ini dikonfirmasi menurut survei dari perusahaan keamanan siber global dan privasi digital Kaspersky.

Laporan berjudul “Making Sense of Our Place in the Digital Reputation Economy” mengungkapkan beberapa jenis informasi pribadi yang dianggap kritikal bagi para pengguna media sosial di Asia Tenggara, yang tidak ingin mereka bagikan atau simpan secara online.

Informasi keuangan, seperti detail kartu kredit atau debit, menempati urutan teratas dengan mayoritas (76%) dari 861 responden di wilayah tersebut mengungkapkan bahwa mereka ingin menjaga data keuangan dengan baik dari internet.

Sudut pandang ini tertinggi di antara Baby Boomers (85%), diikuti oleh Gen X (81%), dan Millennials (75%). Gen Z, generasi termuda, mencatat persentase terendah dengan hanya 68% memilih untuk tidak menyimpan kredensial keuangan mereka secara online.

Hal ini tidak mengherankan karena beberapa penelitian mengutip bahwa populasi muda Asia Tenggara adalah faktor kunci dalam mendorong pembayaran elektronik, selain dari persentase signifikan penduduknya yang masih belum atau tidak memiliki rekening bank, pengunaan seluler yang tinggi, dan dorongan pemerintah untuk mengadopsi pembayaran digital yang lebih besar.

Di platform jejaring sosial, masyarakat Asia Tenggara juga memilih untuk tidak membagikan informasi identitas pribadi mereka di media sosial (69%), informasi tentang keluarga dekat (64%), keberadaan mereka (geotag) (54%), dan pekerjaan (47%).

Selain itu, responden dari Asia Tenggara hampir dengan suara bulat mengungkapkan khawatir jika data berharga ini akan dilihat atau dicuri oleh para pelaku kejahatan siber (73%) dan orang tidak dikenal secara online (61%).

“Krisis kesehatan yang terjadi telah mempercepat upaya non-tunai di Asia Tenggara dengan signifikan, paralel dengan perubahan offline-ke-online dari sebagian besar aktivitas di kawasan ini sejak tahun lalu. Fenomena ini patut disambut dengan baik melihat para pengguna kini mulai mempertimbangkan data mana yang dapat mereka bagikan dan yang tidak secara online. Sebagian besar masyarakat kini juga menyadari bahwa para pelaku kejahatan siber dan orang asing seharusnya tidak pernah boleh mendapatkan informasi penting tersebut. Namun bagaimanapun, kesadaran online juga harus dapat dibuktikan dengan tindakan,” komentar Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky Chris Connell.

Sementara sebagian besar (71%) responden di Asia Tenggara menggunakan kata sandi untuk melindungi laptop atau ponsel mereka, hanya 5 dari 10 (54%) yang memeriksa dan mengubah pengaturan privasi perangkat, aplikasi, atau layanan yang digunakan dan hanya 4 dari 10 ( 47%) menghindari penggunaan perangkat lunak dan aplikasi ilegal atau bajakan.

Survei yang sama, yang dilakukan pada November 2020 lalu, juga mengungkap bahwa hanya setengah (53%) responden dari wilayah tersebut telah memasang perangkat lunak keamanan internet di perangkat mereka.

GCG BUMN
“Sebagai wilayah dengan pertumbuhan tercepat di Asia Pasifik dalam hal adopsi internet, kami melihat bahwa ini menjadi awal dari perjalanan digital Asia Tenggara. Dapat dimaklumi bahwa beberapa orang mungkin masih merasa takut dan tidak yakin ketika mereka menggunakan layanan seperti pembayaran digital karena relatif baru, dan ya, tentu segala jenis perubahan ada risikonya. Inilah mengapa sangat penting untuk mewujudkan kesadaran dalam bentuk tindakan,” tambah Connell.(ak)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories