JAKARTA (IndoTelko) - IBM global studi tentang transformasi cloud mengungkapkan bahwa telah terjadi perubahan drastis terhadap penggunaan cloud dalam kebutuhan bisnis. Di Indonesia sendiri, hanya 2% dari responden yang disurvey melaporkan penggunaan satu private cloud atau public cloud pada tahun 2021, turun dari 25% pada 2019 – sehingga menjadikan cloud hybrid sebagai arsitektur TI dominan di dalam negeri.
Studi ini dilakukan oleh IBM Institute for Business Value (IBV) bekerja sama dengan Oxford Economics, mensurvei hampir 7.200 eksekutif C-Suite di 28 industri dan 47 negara termasuk Indonesia. Temuan menunjukkan bahwa pasar cloud telah memasuki era hybrid dan multicloud dan kekhawatiran seputar vendor lock-in, keamanan, kepatuhan, dan interoperabilitas tetap menjadi yang terpenting.
Studi ini juga mengungkapkan bahwa ancaman siber berada pada titik tertinggi sepanjang masa, kompleksitas infrastruktur menciptakan kerentanan pintu masuk yang bisa dieksploitasi oleh penjahat siber. Sementara di Indonesia, 66 persen responden menunjukkan bahwa peningkatan keamanan siber dan pengurangan risiko keamanan merupakan salah satu investasi bisnis dan TI terbesar mereka. Di saat yang sama, 76 persen responden di Indonesia mengatakan keamanan data yang tertanam di seluruh arsitektur cloud adalah penting atau sangat penting, dalam banyak kasus, untuk kesuksesan inisiatif digital.
Sementara, perusahaan tidak menyukai vendor lock-in, menghasilkan riset sebagai berikut : hampir 71 persen responden di Indonesia mengatakan beban kerja yang sepenuhnya portabel tanpa vendor lock-in merupakan hal penting atau sangat penting bagi keberhasilan inisiatif digital mereka, hampir 65 persen responden di Indonesia juga mengatakan bahwa vendor lock-in merupakan hambatan signifikan untuk meningkatkan kinerja bisnis di sebagian besar atau semua bagian dari cloud estate mereka.
Selanjutnya, adopsi public cloud berkembang menuju industri cloud, menghasilkan polling sebagai berikut : hampir 70 persen responden di sektor pemerintah dan jasa keuangan menyebut kepatuhan terhadap peraturan terkait industri sebagai penghambat kinerja bisnis cloud estate mereka.
Dikatakan Head of IBM Cloud Platform, Howard Boville, pada awal perjalanan cloud mereka, banyak perusahaan mencoba-coba beberapa cloud berbeda yang menciptakan kompleksitas dan bagian-bagian yang tidak terkoneksi, sehingga berpotensi membuka celah yang bisa disusupi security threats yang besar. “Studi hari ini menegaskan kembali bahwa alat keamanan, tata kelola, dan kepatuhan harus berjalan di banyak cloud dan disematkan di seluruh arsitektur cloud hybrid sejak awal agar transformasi digital berjalan sukses,” katamya.
Di kesempatan yang sama, Presiden Direktur, IBM Indonesia, Tan Wijaya mengungkapkan, hybrid Cloud bukan hanya strategi. Ini adalah kenyataan di waktu yang akan datang. Menjadi perusahaan yang cloud-ready sangatlah penting untuk agenda transformasi digital Indonesia. “Pasar cloud computing telah berkembang pesat, terutama didorong oleh fakta bahwa biayanya lebih murah, ditambah dengan kesadaran yang lebih besar akan keamanan data dan teknologi yang mendasarinya,” katanya. Studi kami juga menunjukan bahwa hybrid cloud adalah IT arsitektur yang menawarkan solusi lebih baik. 'Pendekatan satu vendor' cloud bukan lagi yang dicari,” tambahnya.
Dalam studi ini juga terungkap bahwa perusahaan perlu menilai bagaimana mereka menggunakan cloud dalam hal adopsi, kecepatan, migrasi, kecepatan, dan peluang penghematan biaya.
Beberapa rekomendasi lainnya antara lain :
1. Fokus pada keamanan dan privasi - tentukan di mana workload terpenting berada dan selidiki siapa dan apa yang memiliki akses ke sana. Uji secara rutin apakah kontrol keamanan dan kebijakan privasi dipatuhi, begitu juga bahwa aset dan kerentanan perangkat lunak yang dikonfigurasi dengan tidak benar akan segera ditangani.
2. Tanyakan workload mana yang harus dipindahkan ke cloud – lakukan inventarisasi lingkungan TI agar bisa dengan baik menentukan beban kerja dan aplikasi mana yang akan menghasilkan nilai paling banyak di cloud dan mana yang lebih cocok untuk tetap on-premise.
3. Jadikan data bekerja untuk anda – analisis beban kerja menggunakan alat berbasis AI dan praktik terbaik untuk menentukan di mana dan bagaimana menempatkannya di lokasi yang tepat untuk alasan yang tepat.
4. Tetapkan pendekatan taktis – atasi pertukaran teknologi, seperti memilih pedekatan terbaik untuk memodernisasi aplikasi tertentu dan mengelola masalah penting seperti keamanan, tata kelola, dan pemulihan bencana.
5. Tentukan tim yang tepat – tempatkan tim lintas-disiplin yang terdiri dari personel yang berkompeten untuk bekerja mengonsep kembali bagaimana perusahaan anda menciptakan nilai bagi pelanggannya.
Temuan tambahan dari laporan 2021
6. Berdasarkan industri: Responden di industri yang teregulasi, pemerintah (85 persen) dan jasa keuangan (80 persen), menyebutkan bahwa perangkat tata kelola dan kepatuhan yang dapat dijalankan di berbagai cloud sama pentingnya dengan keberhasilan inisiatif digital.
7. Berdasarkan industri: Hanya 1 persen responden di industri elektronik, asuransi, manufaktur, telekomunikasi, transportasi, dan travel, yang dilaporkan menggunakan satu private cloud atau public cloud pada tahun 2021. (ak)