JAKARTA (IndoTelko) - Indonesia Fintech Society (IFSoc) menyambut positif bergulirnya momentum perkembangan industri fintech nasional.
Didorong peningkatan penetrasi internet sertaperubahan perilaku konsumen di era normal baru, valuasi ekonomi digital Indonesia di tahun 2021 diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 49% y-o-y.
Hal ini tak lepas dari semakin terbentuknyaregulatory framework berbasis prinsip, serta ekosistem fintech yang terus berkembang.
IFSoc mencatat enam poin yang berperan besar dalam mendorong kontribusi fintech dalam upaya pemulihan ekonomi Indonesia.
Merawat Kredibilitas
P2P Lending Data OJK mencatat bahwa hingga November 2021, terdapat 104 fintech P2P Lending yang telah berizin dan terdaftar di OJK dengan 749.175 entitas lender, 68.414.603 entitas borrower, dan total penyaluran sebesar Rp249 Triliun.
Di samping itu, selama pandemi kolaborasi antara bank dan P2P lending (channelling) masih terus berlanjut. Bank memanfaatkan infrastruktur digital sehingga memudahkan penyaluran permodalan bagi individu dan UMKM.
“Tren peningkatan fintech P2P Lending berizin tentunya sesuai harapan Kita, disamping perlu tetap mengawasi dan menindak pinjol ilegal,” kata Ketua Umum IFSoc Mirza Adityaswara.
IFSoc beranggapan bahwa kehadiran pinjol illegal menjadi disinsentif pada pertumbuhan ekosistem P2Plending. IFSoc mengapresiasi serangkaian langkah-langkah pemerintah dan OJK untuk memberantaspinjol ilegal dan memperkuat tata kelola atas operasi P2P Lending legal.
IFSoc menekankan perlunya upaya terintegrasi untuk memberantas pinjaman online ilegal sebagai upaya menjaga kredibilitas P2P Lending.
Anggota Steering Committee IFSoc, Rudiantara menggarisbawahi bertambahnya jumlah perusahaanberstatus unicorn di Indonesia. Kemunculan J&T Express, Online Pajak, Xendit dan Ajaib sebagai unicorn di e-Conomy Report SEA 2021.
“Kami mendorong percepatan pembahasan RUU PDP dengan memperluas diskusi publik dan membuka secara luas masukan dari kalangan akademisi serta pelaku industri dengan mengacu pada best practices internasional.” pungkasnya.
Merangkum berbagai pergerakan di lanskap dunia fintech sepanjang 2021, Rudiantara menyoroti bahwa saat ini masih terjadi ketimpangan antara indeks inklusi dan tingkat literasi keuangan.
“Berdasarkan data OJK, tingkat inklusi keuangan telah mencapai 76%, sedangkan literasi keuangan masih dibawah 40%. Perlu dilakukan upaya edukasi yang menyeluruh untuk mengatasi hal ini, karena dengan meningkatkanliterasi keuangan, masyarakat dapat lebih cepat memahami serta mampu memanfaatkan layanankeuangan digital secara tepat dan cerdas,” katanya.
Ketua Umum IFSoc, Mirza Adityaswara mengangkat pergeseran pendekatan kebijakan yang disusun oleh pemerintah di sektor fintech.
“Ekonomi digital menjadi katalis bagi transformasi ekonomi Indonesia,serta menghadirkan berbagai inovasi di sektor lending, pembayaran hingga health tech. Pemanfaatanfintech juga semakin nyata, melalui program digitalisasi bansos serta dukungan bagi UMKM, baik daripermodalan hingga distribusi dan konsumsi. Perlu digaris bawahi bahwa perkembangan inidimungkinkan oleh regulasi dengan pendekatan principle based yang mengakomodir inovasi fintechdengan tetap mempertahankan aspek kehati-hatian dari pelaku industri, dengan aspek pengawasan yangdilakukan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan,” tutupnya.(wn)