JAKARTA (IndoTelko) – Schneider Electric mengungkapkan sektor data center perlu segera memiliki cetak biru sustainability dengan target yang terukur dan dapat ditindaklanjuti untuk dapat merangkul masa depan yang lebih hijau dan memastikan operasionalnya dapat mengikuti standar industri di masa mendatang.
Hal ini mengingat semakin banyaknya pemerintah di berbagai belahan dunia yang belakangan ini menetapkan ketentuan bersifat rekomendasi menjadi peraturan yang mengikat. Melihat trend ini, Schneier Electric, World’s Most Sustainable Corporation 2021 menurut Corporate Knights berbagi langkah-langkah praktis dalam menyusun cetak biru sustainability bagi operator data center.
Sektor TI memiliki sejarah panjang sebagai salah satu industri dengan aturan yang sangat ketat. Mulai dari standar kelistrikan dan keselamatan, hingga memastikan bahwa peralatan perangkat kerasnya dapat didaur ulang. Memastikan kepatuhan terhadap lanskap peraturan yang terus berkembang ini merupakan tantangan utama bagi operator data center. Kini, industri TI tak terkecuali operator data center harus berhadapan dengan isu krisis iklim, ESG dan peraturan pemerintah terhadap keberlanjutan (sustainability) yang menjadi agenda utama dunia.
Saat ini, kontribusi data center terhadap total konsumsi listrik global mencapai 1-2%. Sementara percepatan transformasi digital dan otomasi di berbagai sektor industri semakin membutuhkan lebih banyak kapasitas komputasi TI dan lebih banyak data center. Konsumsi sumber daya dan jejak karbon dari data center telah menarik perhatian pemerintah, organisasi “pengawas” iklim, kelompok lingkungan dan konsumen yang peduli dengan perubahan iklim. Anggota parlemen di berbagai negara di dunia pun mulai membahas peraturan untuk menekan dampak lingkungan dari data center.
“Dengan akselerasi cepat ke dunia yang lebih otomatis dan lebih digital ini, data center yang efisien dan andal adalah inti dari masa depan yang berkelanjutan (sustainable). Dengan meningkatnya aktivitas daring dan jejak digital yang semakin luas, perlu diimbangi dengan pengelolaan data center yang lebih ramah lingkungan. Membangun dan mengelola data center ramah lingkungan secara proaktif sesuai dengan peraturan pemerintah akan menjadi penting untuk memastikan bahwa jejak karbon dari data center tidak meningkat,” kata Business Vice President Secure Power Schneider Electric Indonesia & Timor Leste Yana Achmad Haikal.
Regulasi Pemerintah
Di APAC, Singapura menaikkan moratorium data center baru pada tahun 2019 untuk mengatasi tantangan emisi karbon. Salah satu kebijakannya termasuk meningkatkan penyerapan energi terbarukan, di mana Singapura bertujuan untuk meningkatkan kapasitas tenaga surya lebih dari tujuh kali lipat pada tahun 2030, atau mencapai 2-gigawatt peak (GWp).
Demikian pula, Indonesia membuat kemajuan yang baik dalam sustainability dengan menerapkan standar bangunan hijau di kota-kota besar. Negara berpenduduk 270 juta jiwa ini memiliki target untuk mengurangi intensitas energi bangunan sebesar 1% per tahun hingga tahun 2025. Jepang dan Korea Selatan telah mengadopsi target zero net emission yang akan dicapai pada tahun 2050, menunjukkan komitmen yang kuat dalam mendorong sustainability.
Uni Eropa merilis Green Deal pada Januari 2021 yang mendesak pembangunan data center yang lebih hemat energi oleh negara-negara Eropa. Penasihat UE telah mengambil langkah-langkah tegas melalui daftar panjang kebijakan yang dijadikan dasar mencakup pemberlakuan pajak atas polusi data center dan insentif bagi pemilik yang berinvestasi dalam teknologi green data center. Selain itu, pada Juli 2021, UE juga telah merilis “Fit for 55”, yang merekomendasikan kebijakan legislatif untuk mengurangi emisi karbon sebesar 55% pada tahun 2030.
Pada April 2021 lalu, China melalui Komisi Pembangunan dan Reformasi Kota Beijing membuat peraturan terkait pemanfaatan energi terbarukan pada proyek - proyek yang dilaksanakan pada tahun 2021 dan setelahnya. Proporsi pemanfaatan energi terbarukan tahunan dalam konsumsi energi tahunan dari proyek-proyek tersebut akan meningkat 10% setiap tahun, dan mencapai 100% energi terbarukan pada 2030.
Dengan semakin banyaknya ketentuan yang bersifat rekomendasi berubah menjadi sebuah peraturan, maka pemilik data center perlu segera mengambil aksi untuk memastikan operasionalnya dapat mengikuti standar industri di masa mendatang.
Cetak Biru
Operator data center tengah menghadapi tantangan ganda: berusaha untuk mengikuti peraturan yang terus berkembang lintas lembaga pemerintah, seraya memenuhi peningkatan permintaan kebutuhan. Schneider Electric membuat cetak biru yang dapat menjadi panduan bagi data center untuk mencapai pendekatan keberlanjutan lingkungan yang holistik.
Menetapkan strategi yang ambisius dan dapat ditindaklanjuti: Gunakan pendekatan konsultasi berbasis data untuk membantu Anda membuat strategi yang dapat ditindaklanjuti dan mencapai ambisi iklim dan sustainability Anda. Pastikan Anda memanfaatkan data untuk pengoptimalan, analisis, dan pelaporan. Organisasi saat ini menyadari bahwa peningkatan kinerja sustainability berkontribusi pada peningkatan kinerja keuangan, dan menjadi daya tarik investor. Pemerintah menetapkan standar minimum terhadap aspek sustainability bagi sektor data center. Namun pionir industri akan mendorong batas sustainability mereka dengan komitmen iklim yang lebih tinggi dan menjadi nilai lebih perusahaan di mata karyawan, pelanggan, dan investor.
Menerapkan desain data center yang efisien: Memanfaatkan pendekatan arsitektur desain data center yang disesuaikan, efisien, repeatable, serviceable, vendor-agnostik, dengan memperhatikan kepatuhan, transparansi, dan performa yang lebih baik terhadap lingkungan.
Mendorong efisiensi dalam pengoperasian dengan perangkat lunak dan layanan digital yang memungkinkan kemampuan pemantauan jarak jauh. Pentingnya melakukan langkah-langkah optimalisasi masa pakai dan efisiensi sistem dengan menetapkan strategi yang jelas untuk pemeliharaan dan modernisasi termasuk strategi daur ulang untuk produk yang melewati masa pakai guna memastikan praktik terbaik terhadap ekonomi sirkular.
Membeli energi terbarukan (PPA dan Onsite): Mempertimbangkan strategi pengadaan energi terbarukan yang mencakup: jaringan mikro, PPA, VPPA, energy-as-a-service, dan EAC. Contohnya, DuPont baru-baru ini menandatangani perjanjian pembelian daya virtual (VPPA) dengan anak perusahaan NextEra Energy Resources LLC untuk energi angin baru di Texas. VPPA akan memberikan setara dengan 135 MW kapasitas tenaga angin baru atau sekitar 528.000 MWh listrik terbarukan setiap tahun dan akan mendukung aksi Iklim DuPont untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) absolut sebesar 30%, termasuk target pemanfaatan 60% sumber listrik dari energi terbarukan pada tahun 2030, dan mencapai netralitas karbon pada tahun 2050.
Dekarbonisasi rantai pasok: Evaluasi jejak karbon Anda pada Lingkup 3, identifikasi dan jalankan strategi untuk memenuhi tujuan dekarbonisasi, manfaatkan tracking dan pelaporan kinerja digital untuk program dekarbonisasi Anda. Baru-baru ini, Chevron, salah satu perusahaan minyak dan gas global mengumumkan target mengurangi emisi Lingkup 3 secara absolut sebesar 40% pada tahun 2030.
“Praktik sustainability tengah berada di jalurnya menjadi suatu standar industri. Selain sebagai solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan paling mendesak saat ini, praktik sustainability juga merupakan solusi terbaik dari sudut pandang bisnis. Operator data center tidak perlu merasa terbebani dengan perubahan peraturan pemerintah, sebaliknya harus menggunakannya sebagai kesempatan untuk merangkul masa depan yang lebih hijau dan mendorong batas-batas komitmen sustainability mereka,” tutup Yana.(wn)