JAKARTA (IndoTelko) – Masyarakat diharapkan terus meningkatkan kesadaran mewaspadai maraknya investasi bodong yang beredar di Tanah Air.
Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi, total kerugian masyarakat akibat investasi bodong mencapai Rp 117,5 triliun dalam kurun waktu 10 tahun atau sejak 2011 hingga awal tahun 2022 ini. Riset Satgas Waspada Investasi menyebut, masyarakat masih mudah tergiur dengan penawaran dan janji keuntungan yang tidak wajar dalam waktu cepat.
Hal itu terungkap dalam diskusi Doku TALK dengan tema “Cara Mengindentifikasi Investasi Bodong” menghadirkan Wealth Advisory Head dari PT Bank UOB Indonesia, Diendy, Chief Business Officer dari PT. Moduit Digital Indonesia, Stefanus Adi Utomo, dan Head of Distribution & Marketing dari PT. Eastspring Investment Indonesia, Abraham Ara.
Menurut analisis Wealth Advisory Head PT Bank UOB Indonesia, Diendy, maraknya investasi bodong dapat dilihat dari kemampuan pelaku investasi bodong ini yang terus mengikuti perkembangan zaman sehingga muncul dengan modus-modus baru yang dapat meyakinkan korban.
“Belum lagi, hal ini didorong situasi pandemi, dimana banyak orang memiliki waktu luang dan harapan dari mereka untuk bisa mendapatkan keuntungan secara cepat. Pelaku ini kemudian memanfaatkan hal tersebut. Karena itu, untuk mencegah itu terjadi, masyarakat harus aware dengan imbauan Satgas Waspada Investasi dengan mengetahui 2L, legal-nya seperti apa, dan logis atau logika keuntungannya bagaimana?” ujarnya.
Diendy menjelaskan lebih lanjut bahwa jika masyarakat ditawarkan investasi, maka legalitas dan izin perusahaan harus dicek terlebih dahulu. “Apakah masuk akal dengan return atau imbal balik yang ditawarkan? Kalau tidak, konteks 2L tadi bisa membantu calon investor menghindari investasi bodong. Kalau tidak sesuai, tinggalkan saja,” ujarnya.
Diendy juga mengimbau para calon investor untuk lebih kritis terhadap informasi di media sosial, dimana saat ini, semua orang bisa menjadi pakar apapun di media sosial dan dapat mempengaruhi seseorang untuk ikut atau masuk dalam investasi yang tidak memiliki izin. “Jadi kita perlu lebih kritis lagi dalam mencerna informasi terkait investasi. Jangan sampai, karena terdorong ingin untung cepat, kita malah rugi besar,” imbuhnya.
Chief Business Officer dari PT. Moduit Digital Indonesia, Stefanus Adi Utomo memberi masukan kepada para calon investor untuk lebih teliti mengenai perizinan dari perusahan atau aplikasi investasi yang akan digunakan oleh calon Investor. Calon investor, kata Stefanus, harus mengecek ke lembaga yang berwenang, misalnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam melihat perusahaan investasi yang kredibel.
“Ini tidak kalah penting, para calon investor wajib mengetahui mengenai “profil risiko” dari investasi itu sendiri sebelum mengetahui jenis investasi apa saja yang sesuai untuk dirinya. Selain itu, calon investor harus juga mengedepankan dalam melihat rekam jejak dan pengalaman, serta izin dari tenaga pemasar agar bisa memberikan informasi yang akurat sesuai kebutuhan investor,” tuturnya.
Sementara itu, Head of Distribution & Marketing dari PT. Eastspring Investment Indonesia, Abraham Ara, menekankan mengenai pentingnya keterbukaan informasi dari perusahaan investasi. Menurutnya, di zaman yang selalu mengaitkan teknologi dalam semua urusan, maka setiap akses informasi harus menjadi perhatian semua pihak.
“Calon investor atau masyarakat harus dengan mudah mendapatkan informasi mengenai produk investasi yang ditawarkan seperti informasi kinerja masa lalu, dana kelolaan, pengeloaan portofolio, serta yang lainnya. Literasi keuangan juga menjadi hal yang sangat penting dan harus diperhatikan semua pihak agar calon investor bisa menyaring informasi di media sosial. Sebab saat ini peran influencer media sosial sangat kuat, jadi literasi keuangan bisa jadi fondasi publik agar terhindar dari investasi bodong,” ujarnya.(wn)