JAKARTA (IndoTelko) -- Pekerja muda di ASEAN sangat terdampak oleh pandemi. Terhitung sebanyak 6,2% generasi muda kehilangan pekerjaan, angka ini lebih besar jika dibandingkan dengan orang dewasa yang berada di angka 2,8%. Tren ini diperkirakan akan semakin menempatkan generasi muda yang kurang terlayani (underserved youth), seperti perempuan dan difabel, dalam posisi yang kurang menguntungkan.
Berupaya mendalami isu dan menghadapi tantangan ini dengan pendekatan yang efektif, ASEAN Foundation berkolaborasi dengan Plan International baru saja meluncurkan laporan penelitian berjudul “Mind the Gap: Mapping Youth Skills for the Future in Asean” dengan dukungan Google.org. Penelitian mendalam ini berfokus pada kaum muda dari kelompok minoritas, perempuan, difabel, pengangguran dan pekerja dengan pendapatan di bawah minimum. Secara total terdapat 1.080 responden dan 320 peserta FGD yang wawancara dari sepuluh negara ASEAN yang terlibat.
Indonesia Mencatatkan Angka Pengangguran Tertinggi di ASEAN
Angka pengangguran kaum muda di Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di ASEAN, bahkan hampir mencapai 7% lebih tinggi daripada rata-rata global pada tahun 2020 dengan setidaknya 1 dari 5 kaum muda usia produktif di Indonesia menganggur. Mereka juga sering dikategorikan sebagai kelompok rentan yang menghadapi kondisi pekerjaan berkualitas rendah, upah rendah, kekurangan pengalaman dan lingkungan kerja yang buruk. Situasi ini semakin diperparah oleh krisis COVID-19. Lembaga penelitian SMERU melaporkan bahwa pandemi menyebabkan 518.000 kaum muda di-PHK dan sekitar 1,5 juta tenaga kerja muda mengalami pengurangan jam kerja pada tahun 2020 akibat lockdown.
Keterampilan Digital Perlu Ditingkatkan, Walaupun Self-Leadership dan Keterampilan Interpersonal Paling Membantu Dalam Mendapatkan Pekerjaan
Menurut penelitian ini, mayoritas kaum muda Indonesia tidak mempunyai cukup keterampilan di bidang digital, baik pada level dasar maupun lanjutan. Sebanyak 25% responden tidak menguasai keterampilan digital lanjutan, sementara 48% hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak menguasai keterampilan digital lanjutan, dan 32% memiliki sedikit atau tidak menguasai keterampilan digital di tingkat dasar.
Sekitar 64% kaum muda Indonesia merasa bahwa keterampilan di bidang self-leadership atau kepemimpinan diri paling membantu dalam mendapatkan pekerjaan. Keterampilan dalam bidang ini di antaranya manajemen waktu, kewirausahaan, inisiatif, sifat dapat dipercaya, dan kemampuan bekerja di bawah tekanan. Pada posisi kedua, keterampilan interpersonal seperti kepemimpinan atau kerja tim dianggap mendukung dalam mendapatkan pekerjaan oleh 42% responden.
Sementara itu, pengusaha dari sektor swasta yang terlibat dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa perpaduan keterampilan digital dasar dan keterampilan interpersonal adalah yang paling banyak mereka butuhkan. Sejalan dengan hal tersebut, sekitar 40% kaum muda Indonesia merasa penting untuk meningkatkan keterampilan digital dasar mereka.
Kaum muda Terpinggirkan Hadapi Tantangan Lebih Besar dalam Meningkatkan Keterampilan
Jika menilik penelitian ini lebih lanjut, ditemukan bahwa sebanyak 72% kaum muda Indonesia memperoleh keterampilan dari pendidikan formal. Di luar itu, sebagian kecil dari kaum muda mendapatkan keterampilan dari magang sebesar 31%, pusat pelatihan 29%, on-the-job training 24% dan mentorship 16%.
Setengah kaum muda di Indonesia, yakni sebanyak 51% telah mengikuti kegiatan pelatihan, dengan mayoritas mengikuti program pelatihan dari pemerintah sebanyak 62.7% dan 37,3% sisanya dari pihak swasta. Meskipun program pelatihan pemerintah tidak dipungut biaya, kaum muda terpinggirkan di Indonesia masih menghadapi sejumlah hambatan, yakni sebanyak 14% dari mereka tidak mempunyai cukup uang untuk keperluan logistik pelatihan seperti transportasi, uang saku, atau materi pembelajaran. Di luar itu masih ada hambatan jarak sebanyak 12%, kekurangan waktu luang 6%, tidak diizinkan orang tua 6%, kurangnya minat 5%, minimnya pelatihan ramah difabel 3%, dan kurangnya perangkat pendukung 3% menjadi kendala lain yang mereka hadapi.
Di lain sisi, kesenjangan akses pendidikan antara kaum muda di daerah dan perkotaan menciptakan ketidaksetaraan peluang dalam mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Misalnya, hanya 6,3% kaum muda di pedesaan berhasil menamatkan pendidikan tinggi, dibandingkan dengan kaum muda yang berada di perkotaan yakni sebesar 12.6%.
Direktur Eksekutif ASEAN Foundation Dr. Yang Mee Eng mengatakan, “Dengan dunia mulai bergerak memasuki era pasca-COVID, dampak pandemi masih terasa. Perubahan drastis di dunia kerja saat ini mewajibkan kaum muda untuk beradaptasi lebih cepat, baik itu melatih kembali atau meningkatkan keterampilan mereka dengan mandiri. Di sinilah program Bridges to the Future: ASEAN Youth Employment berperan. Satu tujuan dari program ini yaitu mendukung generasi muda ASEAN untuk tak hanya menguasai keterampilan terkini yang diperlukan untuk (kembali) memasuki dunia kerja, tapi juga membangun ekonomi pasca pandemi yang berkelanjutan.”
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa melalui kinerja terbaik Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia), Bridges to the Future: ASEAN Youth Employment telah menebarkan manfaat bagi lebih dari 9.000 kaum muda Indonesia melalui kombinasi webinar online dan bursa kerja yang berlangsung di tengah pandemi. Selain itu, ia juga mengundang perusahaan, organisasi nirlaba, organisasi publik dan swasta untuk menggunakan ASEANJobs.org sebagai platform untuk menjangkau dan mempekerjakan lebih banyak kandidat muda. Dukungan dan kolaborasi antara sektor publik dan swasta tersebut akan mendorong keberhasilan dalam menjembatani kesenjangan pekerjaan di ASEAN.
PNS Masih Jadi Pekerjaan Impian Bagi Kaum muda Indonesia
Dalam bersaing mendapatkan pekerjaan yang layak, kaum muda Indonesia masih termotivasi meningkatkan kemampuan pada ragam bidang meski telah relatif menguasai bidang-bidang tersebut. Adapun ragam bidang yang dimaksud, yakni kepemimpinan diri sebesar 56%, interpersonal 46%, dan keterampilan kognitif 35%. Prioritas untuk meningkatkan dan melatih kembali keterampilan sejalan dengan upaya yang membantu dalam mendapatkan pekerjaan. Sementara itu, kebutuhan untuk peningkatan keterampilan digital dasar mencapai 40%. Kemudian walaupun terdapat peningkatan terhadap permintaan akan keterampilan digital lanjutan di dunia kerja, hanya 35% kaum muda yang percaya bahwa peningkatan keterampilan ini diperlukan.
Menguasai berbagai keterampilan ini akan membantu mereka dalam meraih pekerjaan impian. Penelitian ini mengungkapkan bahwa 1 dari 2 kaum muda Indonesia yakni sekitar 48% bercita-cita bekerja di sektor pemerintahan. Adapun 35% lainnya ingin menjadi wirausaha, atau bekerja di bidang media dan komunikasi 29% dan di bidang keuangan sebesar 27%. Sementara itu, sebagian kecil, yakni sekitar 18% memilih bidang teknologi, pendidikan 11%, kesehatan 8%, transportasi 4%, organisasi nirlaba 4%, dan energi 2% untuk prospek karir mereka.
Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan Indonesia, mengatakan, “Dalam dua tahun terakhir, tim Bridges to the Future Indonesia dari Plan Indonesia telah intens bekerja sama dengan ASEAN Foundation dan juga perusahaan, berbagai sektor swasta, komunitas, dan lembaga pemerintah untuk menjalankan misi program. Selanjutnya, hingga 2022, tim Plan Indonesia telah melaksanakan pelatihan kapasitas kerja bagi lebih dari 3.000 anak muda di wilayah Jabodetabek. Sekitar 910 dari mereka menerima kesempatan kerja dari perusahaan mitra Plan Indonesia.”
Sejalan dengan laporan penelitian, Bridges to the Future: ASEAN Youth Employment juga merayakan capaian penting lainnya melalui soft launch pusat informasi pekerjaan ASEANJobs.org. Website ini akan menjadi solusi yang berkelanjutan dalam membantu kaum muda di ASEAN untuk terhubung dengan pemberi kerja di berbagai negara ASEAN dan mendapatkan peluang kerja.
“Melihat pendekatan inklusif dari program ini, BTF telah menjangkau total 159 kaum muda penyandang disabilitas melalui berbagai kegiatan dan dukungan, termasuk bursa kerja, baik di Vietnam dan Indonesia,” kata Marija Ralic, Google.org Lead for Google APAC.
Marija juga menekankan bahwa Google.org sangat percaya bahwa tren pasar kerja dan permintaan keterampilan saat ini harus dipahami oleh kaum muda. Mereka optimis bahwa laporan Mind the Gap: Mapping Youth Skills for the Future in ASEAN dapat menjadi kendaraan yang kuat bagi kaum muda untuk mencapai tujuan mereka, yaitu karir yang sukses, terlepas dari semua tantangan yang mereka hadapi.
“Kami bangga dapat menyaksikan perkembangan platform baru untuk memperlancar akses informasi karir bagi kaum muda melalui ASEANJobs.org. Pusat informasi pekerjaan ini, saya yakin, dapat menjadi platform yang bagus bagi generasi muda ASEAN, tak hanya untuk dapat menemukan peluang kerja dan meningkatkan kemauan untuk reskill dan upskill kemampuan mereka, tetapi juga untuk memperluas koneksi dengan kaum muda dan berbagai penyedia kerja,” tambah Marija.
Generasi muda memainkan peran penting dalam pembangunan bangsa. Pengangguran di kalangan kaum muda menunjukkan tidak maksimalnya penyerapan potensi tenaga kerja dan berdampak negatif pada potensi pertumbuhan. Oleh karena itu, menjembatani pendidikan dan akses ke pekerjaan sangat penting untuk mempersiapkan kaum muda memasuki dan bertahan jangka panjang di dunia kerja. (sar)