JAKARTA (IndoTelko) - Mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat penetrasi asuransi di Indonesia tahun 2021 masih 3,18 persen. Artinya, masih banyak peluang yang bisa digali oleh perusahaan asuransi dan insurtech. Ada tiga masalah yang menanti untuk diselesaikan, yakni kesadaran akan pentingnya asuransi, harga premi yang tidak terjangkau serta proses klaim yang rumit.
Fuse menjadi salah satu insurtech di Indonesia yang ingin menyelesaikan masalah tersebut, dengan visi membuat asuransi mudah dan terjangkau sehingga banyak masyarakat terproteksi oleh asuransi. Fuse kini memiliki model bisnis paling komprehensif, mulai dari B2A2C (model bisnis partner agen/ broker), B2B2C (asuransi mikro dan institusi pembiayaan) serta B2C (Cekpremi.com). Dalam wawancara khusus yang ditayangkan CNBC Indonesia TV beberapa waktu lalu, Founder & CEO FUSE Andy Yeung mengatakan, sejak berdiri tahun 2017, Fuse fokus pada model bisnis B2A2C ketika insurtech lain fokus pada B2B2C (asuransi mikro). Alasannya, penjualan asuransi didominasi oleh agen atau broker, dan mereka membutuhkan dukungan teknologi.
"Kembali ke tahun 2017, banyak insurtech berpikir tentang bagaimana menggunakan teknologi untuk mendisrupsi dunia asuransi, tapi saya benar-benar fokus pada bagaimana menggunakan teknologi untuk mengaktifkan beragam stakeholder di ekosistem asuransi. Agen dan broker punya peran penting dalam menjembatani rasa kurang percaya yang muncul antara perusahaan asuransi dan nasabah. Karena itu, kami memutuskan untuk mengembangkan aplikasi Fuse Pro untuk mengaktifkan dan mendukung agen atau broker, mengubah bisnis mereka dari offline ke online. Seiring dengan itu, kami juga mengembangkan beberapa bisnis model lain untuk mendistribusikan produk asuransi dan masuk ke ekosistem asuransi di Indonesia secara keseluruhan," ungkap Andy.
Andy menjelaskan, Fuse juga menjalin hubungan baik dengan stakeholder kunci, yakni perusahaan asuransi, yang mengembangkan dan menanggung berbagai macam produk asuransi. Sebagai insurtech, Fuse mendistribusikan produk asuransi tersebut secara efektif. Saat ini lebih dari 40 asuransi menjalin kerja sama dengan Fuse.
"Fuse menghabiskan banyak upaya dan waktu untuk membangun platform teknologi yang kuat, aman dan scalable. Kami bekerja sama dengan perusahaan asuransi untuk menjadi solusi distribusi produk asuransi. Hasilnya, performa bisnis semakin baik dan bersama-sama kami memberikan layanan yang lebih baik kepada nasabah," ungkap Andy.
"Dari 40 perusahaan asuransi, ada 7 perusahaan asuransi yang memilih Fuse sebagai satu-satunya insurtech yang diajak bekerja sama, yang kami sebut partner Titanium. Lewat kerja sama ini, kami berbagi data dan strategi untuk mencapai tujuan bersama yang lebih besar, terutama dalam hal pengembangan produk. Dengan lebih banyak analisis data, kami tidak hanya membantu perusahaan asuransi untuk meningkatkan daya tarik, tetapi juga membantu menurunkan rasio klaim secara keseluruhan," tambah Andy.
Andy menambahkan, Fuse tidak akan mengakuisisi perusahaan asuransi demi menjadi full-stack insurtech. Sebagai platform teknologi yang independen, perusahaan asuransi adalah mitra utama Fuse dalam ekosistem asuransi. Mengakuisisi perusahaan asuransi hanya akan menciptakan konflik kepentingan dan persaingan dengan perusahaan asuransi lain yang bermitra dengan Fuse.
"Analoginya begini, siapa yang akan bermain sepakbola dengan kita, jika kita juga menjadi wasitnya? Kami berkomitmen membantu perusahaan asuransi dan partner agen mendistribusikan produk-produk asuransi dengan biaya yang efektif. Kami mengambil peran mengembangkan teknologi dalam ekosistem asuransi, meskipun akan 10 kali lebih sulit untuk menciptakan pengalaman berasuransi yang hebat bagi nasabah yang berasal dari perusahaan asuransi dan partner berbeda," tutup Andy. (sar)