JAKARTA (IndoTelko) - Asosiasi IoT Indonesia (ASIOTI) mengungkapkan ada tiga hal yang memicu terus naiknya adopsi Internet of Things (IoT) di Indonesia.
“Adopsi IoT bisa meningkatkan operasional dan efisiensi, meningkatkan kualitas kesehatan dan keamanan, serta meningkatkan produktivitas atau penjualan. Tiga hal ini menunjukkan data Indonesia IoT Forum kemungkinan ada 400 juta perangkat sensor di Indonesia yang telah terpasang IoT,” ungkap Ketua Umum (ASIOTI) Teguh Prasetya dalam webinar Menapaki Masa Depan Komunikasi Data belum lama ini.
Data dari Asosiasi IoT Indonesia (ASIOTI) pada 2022 lalu menyatakan, potensi pasar IoT di Indonesia pada tahun 2022 lalu sudah mencapai US$26 miliar atau sekitar Rp 372 triliun bersumber dari sembilan sektor yakni makanan, minuman, kesehatan, pertanian, perkebunan, tambang, dan perminyakan. Layanan IoT terbesar adalah dari sektor aplikasi sebesar 45 persen, platform (33 persen), perangkat (13 persen), dan jaringan (9 persen).
Pasar IoT di Indonesia pada 2025 mendatang diprediksi mencapai US$40 miliar atau sekitar Rp 572,7 triliun dengan 678 perangkat IoT terhubung.
Menurut Founder IndoTelko Forum Doni Ismanto mengatakan, kebutuhan IoT di Indonesia sekarang telah lintas sektor industri, antara lain di sektor manufaktur, logistik, kota pintar (smart city), maupun rumah pintar (smart home).
“Sektor-sektor ini belum mengadopsi secara masif. Tingkat adopsi yang belum masif tersebut disebabkan berbagai industri masih mencari bentuk yang tepat untuk diimplementasikan. Tapi ini artinya potensi pasar masih besar untuk segmen-segmen tersebut,” katanya.
Ditambahkannya, potensi besar akan terjadi ketika efisiensi dan efektifitas ditemukan sekaligus dari IoT. Apalagi, IoT menjadi salah satu teknologi kunci pada era Revolusi industri 4.0.
Ditekankannya jangan sampai ada jeda dari sisi pengantaran ke pasar ataupun contoh sukses penerapan (use case) ke masyarakat. Sebab, sebagaimana diperlihatkan pada layanan teknologi lainnya, momentum harus disambut pelaku industri dengan baik.
“Bisa jadi pasarnya merasa belum butuh, jadi dibutuhkan kreatifitas dalam market creation agar target pasar merasa ada kebutuhan. Dalam industri digital, kebutuhan itu kan ga harus nunggu pasar, bisa dikreasi misal didorong oleh regulasi,” katanya.
Dia mendorong layanan seperti Antares dari Telkom harus jeli dan gesit memanfaatkan peluang, terutama di sektor pemerintahan. Sebab, proses pengadaan barang dan jasa di sektor tersebut sudah pasti bujet dan sudah pasti waktunya dilakukan tiap tahun.
Antares yang berada di bawah payung Leap-Telkom Digital, antara lain menyediakan solusi dan konektivitas IoT berbasis Long Range Wide Area Network (LoRaWAN). Sejauh ini dari segi konektivitas, LoRaWAN Antares telah berada di lebih dari 700 titik yang tersebar di seluruh Indonesia.
Misalnya pada implementasi sistem Smart Water Meter yang membuat perusahaan pengelola air minum/PDAM pengguna Antares dimudahkan memantau kualitas air dengan media portal sistem informasi yang terpusat, sehingga standar K3 air lebih terjaga.
Smart Meter juga memungkinkan PDAM sebagai BUMD mengelola urusan penagihan lebih terukur karena adanya koneksi antar perangkat berbasis komputasi yang saling "berbicara". Karenanya, terjadi peningkatan pelayanan ke masyarakat.
“Kebutuhan digitalisasi itu makin besar di pemerintahan, maupun masyarakat umum. Maka, edukasi dan pemasaran ke publik juga harus gencar dan menemukan selahnya. Bagaimanapun, kunci dari teknologi baru diterima pasar itu di edukasi dan pemasaran,” katanya.(wn)