Indonesia seharusnya membentuk landasan yang kuat bagi ekosistem selulernya dengan merancang rencana spektrum frekuensi yang jelas dan komprehensif. Landasan ini tidak hanya perlu mempertimbangkan pita yang ada saat ini tetapi juga kebutuhan akan pita dalam jangka panjang, khususnya untuk spektrum frekuensi menengah. Landasan ini juga akan memberikan kepastian yang dibutuhkan para operator seluler untuk merencanakan investasi dan mengembangkan strategi untuk perluasan jaringan mereka.
Dikatakan Head of Asia Pacific, GSMA, Julian Gorman, Indonesia merupakan salah satu negara dengan ekonomi digital terbesar dengan tingkat pertumbuhan yang sangat pesat di kawasan Asia Pasifik. "Hal ini merupakan bukti bahwa keputusan Pemerintah Indonesia dalam memprioritaskan pembangunan infrastruktur TIK, termasuk penyelesaian penggelaran 4G dan pengembangan jaringan 5G, adalah keputusan yang tepat. Namun demikian, pengadaan 5G di Indonesia akan membutuhkan waktu, karena dibutuhkan pendekatan yang cermat dari pemerintah mengingat adanya kendala geografis dan kesiapan pasar di Indonesia. Menurut perkiraan kami, 80% dari total populasi Indonesia akan menggunakan layanan 5G pada tahun 2030,” ujarnya.
Ia menambahkan, dengan lelang spektrum frekuensi 5G yang akan datang, pihaknya mendorong pemerintah untuk terus memberikan insentif bagi industri untuk berinvestasi dalam infrastruktur digital yang akan datang dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan manfaat sosial yang besar bagi masyarakat Indonesia.
"Pemerintah harus fokus pada kebijakan yang mendukung agar 5G berhasil di Indonesia, termasuk soal pasokan dan penetapan harga spektrum. Keberhasilan 5G di Indonesia memerlukan kerangka regulasi yang matang untuk proses pelelangan yang sukses sehingga muncul timbal balik yang adil bagi pemerintah dan mengakselerasi pertumbuhan digital," katanya.
Meskipun cakupan 4G di Indonesia telah mencapai 97%, penerapan jaringan 5G baru dimulai dan saat ini baru mencapai 15% dari total populasi. Ketidakseimbangan ini diperparah oleh kurangnya spektrum frekuensi saat ini, terutama pada pita tengah (1-7 GHz) untuk memberikan layanan internet seluler berkecepatan tinggi di daerah perkotaan yang padat penduduk, dan pita rendah (di bawah 1 GHz) untuk meningkatkan konektivitas yang lebih baik dan terjangkau di daerah pedesaan.
Inilah sebabnya, untuk mendukung rencana digital Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berencana menyediakan sejumlah pita frekuensi dalam dua tahun ke depan, termasuk 700 MHz, 2,6 GHz, dan 3,5 GHz, serta frekuensi mmWave di pita 26 GHz. Spektrum tambahan ini akan menghadirkan dua kali lipat dari total pasokan spektrum frekuensi saat ini.
Berdasarkan peta jalan spektrum Indonesia saat ini, GSMA telah melakukan penilaian dampak dari berbagai skenario biaya spektrum pada penerapan jaringan 5G, adopsi, dan manfaat ekonomi terkait dari tahun 2024 hingga 2030. Temuan GSMA menyoroti pentingnya biaya spektrum frekuensi dengan aspek berkelanjutan dalam memastikan investasi jaringan seluler masa depan dan pengembangan ekonomi digital Indonesia. (mas)