JAKARTA (IndoTelko) Indonesia merupakan pemain ekonomi digital global yang berkembang.
Pada 2023, nilai ekonomi digital Indonesia mencapai US$82 miliar, terbesar di Asia Tenggara. Selain itu, negara Khatulistiwa ini juga menjadi salah satu destinasi investasi digital yang paling menggiurkan. Hal ini terlihat dari jumlah keseluruhan aliran investasi ke sektor digital yang mencapai US$5,1 miliar pada 2022.
Meski interaksi warganya di ranah digital menjadi salah satu yang paling aktif di dunia, ditambah dengan ekosistem start-up sangat dinamis, Indonesia justru masih tertinggal dalam hal pembangunan infrastruktur dan pemanfaatan teknologi modern secara keseluruhan.
Berangkat dari hal itu, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menerbitkan sebuah Policy Communiqué atau Komunike Kebijakan berjudul "Sebuah Visi untuk Masa Depan Digital Indonesia". Policy Communique ini merangkum hasil diskusi aktif dengan berbagai pemangku kepentingan dari sektor publik, swasta, maupun masyarakat sipil selama acara DigiWeek 2024 pada 15-19 Juli 2024.
Salah satu rekomendasi dari Policy Communique tersebut adalah menekankan pentingnya peningkatan ketahanan infrastruktur digital dan investasi untuk mempersiapkan transformasi digital Indonesia di masa depan.
"Di tengah dinamika global yang memburuk, tekanan perubahan iklim yang meningkat, serta percepatan teknologi yang pesat, regulator harus mengembangkan kebijakan yang tepat untuk memungkinkan investasi yang berkelanjutan pada teknologi digital beserta infrastruktur pendukungnya," jelas CEO CIPS Anton Rizki, mengutip rekomendasi ke-6 Policy Communiqué tersebut.
Anton menyampaikan, Policy Communiqué ini memberikan tujuh rekomendasi yang dianggap penting untuk diprioritaskan demi masa depan Indonesia yang lebih baik. Visi umum yang melandasi rekomendasi-rekomendasi ini adalah untuk menciptakan ekosistem digital yang mendorong inovasi, melindungi hak, memastikan inklusivitas, serta meningkatkan daya saing global.
Selain masalah ketahanan infrastruktur digital dan pentingnya investasi, rekomendasi Policy Communiqué juga meliputi peningkatan koregulasi dan adopsi instrumen penyusunan kebijakan inovatif, perlindungan terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan internet serta keamanan pengguna, pemanfaatan terhadap perjanjian Kerangka Kerja Ekonomi Digital ASEAN untuk mendongkrak daya saing global dan memperdalam integrasi pasar regional.
Selain itu, perlu prioritisasi terhadap perlindungan privasi data pribadi masyarakat, penerapan pendekatan partisipatoris yang bersifat bottom-up untuk membuat akses terhadap internet berkualitas menjadi universal dan menjembatani kesenjangan digital," lanjut Anton Rizki.
Tidak kalah penting, lanjutnya, adalah tidak meninggalkan siapa pun dalam upaya transformasi digital. Masih ada 57 juta atau 20% populasi Indonesia masih belum memiliki akses internet, sebuah angka yang tak bisa diabaikan.
"Kami berharap agar kabinet Indonesia yang baru dapat mempertimbangkan usulan-usulan yang telah diuraikan ini, serta mengakui peran penting ekonomi digital dalam mewujudkan ekonomi digital yang maju, inklusif, dan bertanggung jawab," tutup Anton Rizki.(ak)