JAKARTA (IndoTelko) - PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) mengungkap sejumlah tantangan untuk mendorong Bank Perkreditan Rakyat (BPR) melakukan modernisasi layanan melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
"Kami bermain di segmen BPR ini sejak Divisi Business Services (DBS) berdiri lima tahun lalu. Tiga tahun terakhir kita intens setelah mendapatkan model bisnis yang ideal. Dalam perjalanannya, kita menemukan sejumlah tantangan yang layak di kaji bersama,” ungkap Direktur Enterprise & Business Service Telkom, Muhammad Awaluddin, di sela seminar "Mordenisasi Industri BPR/BPRS Dalam Memperluas Akses Keuangan Dan Pelayanan Kepada Masyarakat", di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, peran TIK dalam memperkuat pengembangan perbankan kini menjadi keniscayaan. Namun perlu dibuat aturan tentang penggunaan "platform core banking" standar BPR nasional.
“Ini sangat dibutuhkan agar ada daya dorong untuk adopsi TIK di BPR dalam menjalankan bisnis dan pemain seperti kami lebih enak masuknya ke pasar, karena TIK sudah menjadi kebutuhan,” katanya.
Diungkapkannya, dalam dua tahun terakhir Telkom sudah menyediakan program aplikasi yang disebut BPR-SATU (Sarana Transaksi Keuangan Anda), dimana BPR tinggal menerapkan tanpa melakukan investasi. Telkom menyiapkan semua fasilitas mulai dari managed services, connectivity, data center, hingga penyediaan cloud.
Bisnis model BPR SATU ditawarkan dalam tiga paket, yaitu transactional package dimana BPR dikenakan Rp1.000 per transaksi, selanjutnya "monthly package" dimana BPR membayar fee sebesar Rp3juta-Rp4 juta per bulan, dan "dinamic package" yang disesuaikan dengan kesepakatan antara BPR dan Telkom.
“Kita sudah tawarkan paket menarik sesuai dengan kemampuan pasar. Kenyataannya, dari 1.640 BPR saat ini, baru sekitar 70 BPR yang telah memanfaatkan program tersebut untuk sekitar 700 kantor cabang di seluruh Indonesia,” keluhnya.
Dalam pandangan Pria yang juga menjadi Chariman of Indonesia Digital Society Forum ini setidaknya terdapat tiga hal yang menjadi kendala dalam pengembangan pasar BPR, yaitu sebarannya masih didominasi di Pulau Jawa yang mencapai 70 persen dari total sekitar 1.640 BPR nasoinal.
Kedua, pemahaman yang berbeda antar BPR, terkait penggunaan sistem TIK terutama soal biaya karena ada jenjang dari sisi aset. Ketiga terkait kompetensi pemahaman yang membutuhkan edukasi secara berkesinambungan.
"Telkom sesuai dengan kompetensinya, berkepentingan membantu BPR agar memiliki sistem yang akhirnya bisa diintegrasikan secara nasional," ujar Awaluddin.
Sinergi
Diharapkannya, ada upaya bersama antara komunitas BPR yaitu Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat semacam peraturan yang mensyaratkan BPR harus memiliki "platform core banking" yang seragam di seluruh Tanah Air
"Core banking platform yang seragam bisa membuat pengelolaan BPR lebih transparan, efisien dan lebih cepat dalam membuat laporan-laporan kepada otoritas perbankan," ujarnya.
EGM Telkom DBS Yusron Hariyadi menambahkan strategi perseroan dalam mendukung digitalisasi BPR berpegang pada konsep Connectivity-Content-Community.
“Ditambah dengan kemudahan dalam hal investasi bagi BPR/BPRS dengan menyediakan manage service, kami tak lelah mewujudkan digitalisasi bagi perbankan. Salah satu wujud kerja keras kami adalah dipercaya oleh BPR Prima untuk mengelola TIK-nya,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Umum Perbarindo, Joko Suyanto mengatakan pada dasarnya BPR yang tersebar di seluruh Indonesia dari Aceh sampai Papua, sudah memiliki sistem masing-masing.
"Pasti sudah menerapkan sistem teknologi. Namun persoalannya IT yang standar belum comply terhadap perkembangan pelayanan perbankan berbasis teknologi," ujar Joko.
Dikatakannya, Perbarindo sedang duduk bersama dengan OJK melakukan inisiasi penguatan kelembagaan BPR bukan hanya dari sisi permodalan, SDM, tetapi juga soal pengembangan teknologi.
"Perlu deregulasi atau ketentuan baru untuk penguatan BPR yang dikaitkan dengan tema pelayanan digitalisasi perbankan dalam inkslusi keuangan. Diharapkan Rancangan Peraturan OJK segera rampung, sehingga bisa diterapkan mulai awal Januari 2016," ujar Joko.(id)
Awaluddin juga penulis Buku Digital EntreprenuerShift dan Digital ChampionShift.
Pembaca bisa bertanya seputar cara mengelola bisnis dan solusi-solusi Teknologi Informasi untuk transformasi digital melalui email ke alamat Redaksi@IndoTelko.id
Pengasuh akan menjawab setiap email yang masuk melalui sub kanal ini dari setiap pertanyaan yang masuk.
Jangan lupa cantumkan alamat sesuai KTP dan nomor telepon yang bisa dihubungi di email.
Rubrik Digital Talk dipersembahkan oleh Indosat dan Ooredoo untuk berbagi pengetahuan tentang mengembangkan serta membangun usaha berbasis teknologi informasi bagi pelaku bisnis di Indonesia.