JAKARTA (indotelko) – PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) semakin serius menebar ancaman ke Google di pasar Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Setelah meluncurkan secara resmi program INDIPreneur pada minggu lalu, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini langsung mengumpulkan 40 mitra pengembang aplikasi untuk menyamakan langkah menghadapi persaingan di pasar Teknologi Informasi (TI) untuk UKM.
INDIPreneur atau Indonesia Digital Enterpreneur adalah kegiatan untuk membekali para pelaku UKM dengan pengetahuan mengenai implementasi teknologi informasi dan komunikasi dan e-commerce serta memberikan kemampuan untuk menjalankannya.
Melalui program ini Telkom membidik 100 ribu UKM untuk di-online-kan. Biaya operasional untuk menggarap UKM ini sekitar Rp 10 miliar rupiah untuk aplikasi. Sedangkan belanja modal dimana bagian dari membangun akses sekitar Rp 15-20 miliar.
“Memang pada minggu lalu para pengembang aplikasi yang bermain untuk pasar UKM kita kumpulkan. Kita mau mereka mendukung Telkom dan mengubah model bisnisnya layaknya kami yang juga sedang bertransformasi,” ungkap Direktur Enterprise and Wholesale Telkom Muhammad Awaluddin di Jakarta, kemarin.
Dijelaskannya, dalam pertemuan itu Telkom mengedukasi para mitra aplikasi yang dimilikinya untuk mengubah pola menjual hasil kreasinya ke UKM dari berbasis belanja modal menjadi beban operasional.
“Biasanya kan pengembang aplikasi itu maunya UKM investasi di teknologi informasi dengan meminta membayar di depan alias dianggap belanja modal. Kita ajak mengubah pola bisnis dengan menjadikan reccuring omzet berbasis fee based. Revenue sharing dari setiap penggunaan aplikasi itu 30 persen ke Telkom, 70 persen ke mitra,” katanya.
Menurutnya, pola ini lebih masuk akal bagi para UKM karena terbatasnya pemodalan. Jika memaksakan UKM menganggap TI sebagai investasi, alhasil biaya untuk mendirikan satu perusahaan habis hanya untuk belanja TI.
“Kita sudah survei dan pola fee based income itu lebih reasonable. Jadi tak benar itu isu Anda kita minta mitra memangkas tarif aplikasinya. Kita tawarkan mereka kesempatan untuk berbisnis jangka panjang. Anda lihat sendiri, pembagian lebih besar ke mitra kan,” jelasnya.
Sebelumnya, Awal menegaskan, dalam berbisnis dengan UKM, perseroan menggunakan strategi Business to Business to Consumer (B2B2C). Pola bisnis yang diterapkan adalah freemium, fee based transaction atau pay as you use.
Awal berharap dengan adanya dukungan mitra maka target dari direktorat yang dipimpinnya membidik omzet sebesar Rp 9,25 triliun bisa tercapai.
Kontribusi dari target itu sebanyak 67% akan datang dari pasar korporasi dan sisanya dari UKM.
“Tahun lalu direktorat saya menghasilkan omzet sekitar 8,8 triliun rupiah. Kita naikkan target pada tahun ini. Pada tahun lalu, jika dihitung kontribusi direktorat saya bagi keuangan Telkom sebelum konsolidasi dengan Telkomsel, bisa mencapai 36-37% bagi total omzet.,” katanya.
Sebelumnya, pada awal 2012 lalu Google melepas Get Indonesian Business Online (GIBO) atau Bisnis Lokal Go Online. Tujuan utama Bisnis Go Online ini adalah mendorong UKM membuat website dan aktif secara online agar bisa masuk ke pasar global.
Awalnya, Google membidik 100 ribu UKM, namun baru terjerat 80 ribu UKM.
Guna mendongkrak jumlah UKM yang bergabung, Google meminta bantuan 70- 100 agen khusus untuk melakukan pendekatan pada para UKM agar beralih ke dunia maya.(id)
Awaluddin juga penulis Buku Digital EntreprenuerShift dan Digital ChampionShift.
Pembaca bisa bertanya seputar cara mengelola bisnis dan solusi-solusi Teknologi Informasi untuk transformasi digital melalui email ke alamat Redaksi@IndoTelko.id
Pengasuh akan menjawab setiap email yang masuk melalui sub kanal ini dari setiap pertanyaan yang masuk.
Jangan lupa cantumkan alamat sesuai KTP dan nomor telepon yang bisa dihubungi di email.
Rubrik Digital Talk dipersembahkan oleh Indosat dan Ooredoo untuk berbagi pengetahuan tentang mengembangkan serta membangun usaha berbasis teknologi informasi bagi pelaku bisnis di Indonesia.