telkomsel halo

Kartu Perdana akan Dibanderol Rp 100 ribu

14:27:42 | 28 Jun 2013
Kartu Perdana akan Dibanderol Rp 100 ribu
Ilustrasi (DOK)
JAKARTA (IndoTelko) – Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tengah merancang aturan yang ingin menekan tingkat pindah layanan (churn rate) dan trafik Sambungan Langsung Internasional (SLI) illegal melalui VoiP dengan menetapkan harga minimal kartu perdana prabayar di kisaran Rp 100 ribu.

“Salah satu  pemikiran yang berkembang untukmenekan dua hal itu dengan menetapkan harga kartu perdana di atas yang ada sekarang. Kalkulasinya, jika harga kartu perdana mahal dengan penetrasi seluler sudah 120%, hanya orang yang benar-benar ingin berkomunikasi membeli kartu perdana tambahan,” ungkap Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos Informatika (SDPPI) Kementerian Kominfo Muhammad Budi Setiawan kepada IndoTelko, belum lam ini.

Berdasarkan catatan maraknya trafik SLI ilegal menyebabkan munculnya  potensi pendapatan industri telekomunikasi Rp 770,8 miliar hilang dan potensi pemasukan Rp 206,19 miliar tak diterima negara.

Praktik memanipulasi trafik terminasi biasanya dilakukan dengan mengubah panggilan dari luar negeri yang berasal dari Voice Over  Internet Protocol (VoiP)  dengan membuatnya seolah-olah panggilan lokal ke sesama pelanggan dari satu operator.

Alat yang digunakan adalah Sim Box yang dijual di Singapura sekitar Rp 7,5 juta . Beberapa tahun lalu pernah terungkap  satu mesin  diisi 30 nomer Fixed Wireless Access (FWA) miliknya untuk mengubah percakapan seolah-olah panggilan lokal.

Presiden Direktur XL Axiata Hasnul Suhaimi  kala menjadi pembicara di IndoTelko Forum belum lama ini  mengungkapkan, terdapat sekitar  50 juta sim card terbuang percuma setiap tahunnya atau setara Rp 3 triliun terbuang percuma  setiap tahunnya.
Indonesia sendiri memiliki tingkat pindah layanan (churn rate) lumayan tinggi setiap bulan yakni  di angka 20%. Padahal, di luar negeri di angka 18% setiap tahun.

Aturan
Kepala Pusat Data dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Gatot S Dewa Broto  mengungkapkan dalam draf revisi Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi diusulkan harga minimal kartu perdana sekitar Rp 100 ribu.

Diakuinya, wacana ini akan menjadi poin kritis karena sensitive secara sosial. “RPM ini  belum diuji publik dan masih dalam tahap proses,” katanya.

Ditegaskannya, pemerintah  cukup hati-hati dengan angka tersebut dan harus mempertimbangkan nilai keekonomiannya. “Pasal 6 draft revisi RPM tersebut menyebutkan kartu perdana wajib dijual dengan harga minimal Rp 100 ribu. Ini belum termasuk nilai deposit prabayarnya,” jelasnya.

Diungkapkannya, dalam  draft aturan tersebut Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI)  dalam fungsi pengawasan dan pengendalian juga dapat menetapkan harga minimal yang lebih tinggi dari tersebut mempertimbangkan situasi yang berkembang.
Selanjutnya, setiap penyelenggara telekomunikasi dilarang menjual lebih dari lima kartu perdana untuk satu calon pengguna. Nomor yang tidak aktif selama dua bulan terus-menerus wajib segera di non-aktifkan dan di daur-ulang.

Ketentuan lain dalam draf tersebut adalah nomor daur ulang yang akan dijual kembali wajib dicatat history-nya dan dipastikan tidak ada kewajiban yang beralih kepada pengguna berikutnya.

“Langkah semacam itu bisa saja diterapkan karena alokasi nomor yang diberikan pemerintah kepada operator justru tidak digunakan secara efisien. Pengetatan registrasi juga diharapkan dapat menekan penyalahgunaan jasa telekomunikasi,” jelasnya.(id)

Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year
Financial Analysis
Mitratel tuntaskan akusisi UMT