telkomsel halo

Formula Interkoneksi akan Direformasi, Ini Suara XL dan Telkomsel

10:41:13 | 29 May 2015
Formula Interkoneksi akan Direformasi, Ini Suara XL dan Telkomsel
Ilustrasi (dok)
PADANG (IndoTelko) – Rencana dari Kementrian Komunikasi dan Informatika  (Kemenkominfo) mengubah formula  perhitungan biaya interkoneksi  agar memberikan keadilan dan transparansi bagi industri seluler membuat dua operator papan atas, XL Axiata dan Telkomsel, angkat bicara.

“Isu Interkoneksi harus dilihat dua hal yakni biaya interkoneksi dan tarif ritel,” ungkap  Direktur Service Management XL Axiata Ongki Kurniawan kepada IndoTelko disela-sela  uji jaringan menghadapi trafik Ramadan di Padang, Jumat (29/5).

Menurutnya, interkoneksi harus mencerminkan biaya infrastruktur yang dikelola operator. “Logikanya operator makin lama tentu makin efisien, rasanya aneh kalau biaya  interkoneksi itu hanya turun dikisaran 2% seperti beberapa tahun lalu. Kita harapkan biaya interkoneksi bisa turun 30%-40% karena operator terus efisien mengelola jaringan,” paparnya.

Untuk diketahui, Payung hukum untuk interkoneksi ada di Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 tahun 2006 tentang Interkoneksi (PM 8/2006).

Sementara itu, tarif layanan telekomunikasi melalui jaringan bergerak selular diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 tahun 2008 (PM 9/2008).

PM 8/2006 menjamin pelaksanaan interkoneksi yang transparan, non-disriminatif dan mengedepankan prinsip cost-based (sesuai biaya) yang dipandang lebih adil bagi para penyelenggara yang berinterkoneksi.

Perhitungan biaya interkoneksi selama ini menggunakan metode perhitungan Bottom Up Long Run Incremental Cost (BU LRIC) dengan pendekatan Forward Looking.

Biaya interkoneksi salah satu komponen tarif ritel selain biaya promosi, dan margin keuntungan. Selama ini biaya interkoneksi tak berani dipangkas drastis yang berujung tarif ritel tetap tinggi. Biaya interkoneksi mobile ke mobile sekarang masih Rp 250 per menit panggilan.

Dinamika Pasar
Nah, jika biaya interkoneksi terpangkas dalam kisaran dobel digit nantinya seperti harapan XL, bagaimana dengan tarif ritel? Ongki menjelaskan, ruang elastisitas dari tarif ritel sudah kecil.

“Kalau diturunkan tarif ritel, elastisitasnya kecil. Tetapi itu nanti urusan dinamika pasar,” katanya.

Dijelaskannya, hal yang terpenting adalah biaya interkoneksi turun dan pelaku usaha memiliki ruang untuk menurunkan tarif ritel karena salah satu unsur sudah terkoreksi.

“Kemungkinan nanti tarif ritel bisa turun di luar Jawa karena elastisitas disana masih tinggi. Di Jawa kan sudah banyak panggilan sesame pelanggan,” katanya.

Lebih lanjut Ongki mengungkapkan ada sebelas isu yang masih dibahas operator terkait formula  interkoneksi ini salah satunya masalah penggunaan data.

“Termasuk isu soal trafik promosi milik incumbent yang ingin diperhitungkan, itu masih dalam perdebatan,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah mengakui akan ada review yang dalam soal biaya interkoneksi. “Kita maunya direview secara fair  dan transparan. Aturan cost based harus dijalankan dengan benar. Apalagi teknologi terus berganti, wajar diubah secara periodik,”katanya.

Sebelumnya, Menkominfo Rudiantara meminta diskusi soal formula  interkoneksi menjadi salah satu prioritas kerja regulator dan diharapkan selesai tahun ini agar bisa dijalankan tahun 2016. (Baca jugaBiaya Interkoneksi akan dihitung ulang)

Dalam laporan keuangan operator, tarif interkoneksi  menjadi beban dimana rata-rata penerimaan jasa interkoneksi lebih kecil ketimbang beban yang ditanggung.

Telkom, misalnya. Pendapatan interkoneksi mereka pada September tahun lalu mencapai Rp 3,63 triliun, tapi bebannya Rp 3,68 triliun. Jadi bisa dibilang ada total defisit sekitar Rp 44 miliar.

Sementara pendapatan interkoneksi XL Axiata di waktu yang sama mencapai Rp 2,32 triliun dengan bebannya Rp 2,57 triliun, sehingga ada defisit Rp 252 miliar. Kondisi di Indosat juga tak jauh berbeda. Dari beban interkoneksi Rp 1,93 triliun, pendapatannya cuma sebesar Rp 1,54 triliun, sehingga defisit Rp 381 miliar.

Kondisi inilah yang membuat operator mendesak agar pemerintah memangkas biaya interkoneksi. Pasalnya, tingginya beban interkoneksi membuat mereka sulit menurunkan tarif suara dan membuat pelanggan beralih ke jenis komunikasi suara namun berbasis data.

GCG BUMN
Tarif data yang dijual di pasaran saat ini rata-rata Rp 15.000 per GB sedangkan operator merogoh biaya operasional sebesar Rp 49.000 per GB.(dn) 

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories