JAKARTA (IndoTelko) – Perang pemasaran antara PT Indosat Tbk (ISAT) atau Indosat Ooredoo dengan Telkomsel di media sosial dan pasar terus memanas.
Aksi Indosat Ooredoo mengkampanyekan tarif Rp 1 dengan Hashtag #buktikanRp1 di media sosial semakin agresif. Hal ini terlihat dengan makin beragamnya foto-foto yang terpasang dan tanpa segan-segan dipamerkan spanduk yang langsung membandingkan tarif Rp 1 dengan penawaran milik Telkomsel.
Terbaru, beredar foto di dunia maya dimana sekelompok orang berbaju identik dengan warna Telkomsel memegang kartu perdana milik Indosat dan mengakui tarif murah dari anak usaha Ooredoo itu.
Tak hanya di dunia maya, kabar beredar mengatakan di pasar pun gesekan antara tim penjualan kedua operator mulai panas. Aksi borong kartu perdana di outlet yang menjual produk Indosat kabarnya mulai terjadi selain menurunkan alat peraga penjualan dari operator tersebut.
Dus, kondisi ini seperti mengingatkan beberapa tahun lalu kala XL Axiata melancarkan skema tarif murah dan memicu perang pemasaran dengan Telkomsel. Kala itu area yang paling bergolak adalah di Sumatera, dan memaksa Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) turun tangan.
Bagaimana dengan sekarang? Akankah BRTI turun tangan meredakan tensi tinggi dari kedua belah pihak? (Baca juga:
Perang Indosat dan Telkomsel)
“Kami baru mau undang Indosat untuk mengklarifikasi pada Senin (20/6) mendatang,” ungkap Anggota Komisioner BRTI I Ketut Prihadi Kresna kepada IndoTelko melalui pesan singkat, Jumat (17/6).
Menurutnya, pada prinsipnya jika yang dilakukan Indosat Ooredoo dalam bentuk iklan, tentu hal ini tidak etis dan tidak sesuai dengan etika pariwara. “Namun, jika yang dilakukan bukan iklan, tentunya juga tidak lepas dari norma kepatutan,” katanya.
Sementara terkait dengan isu adanya lanskap persaingan tak sehat yang diusung Indosat Ooredoo terutama masalah pentarifan, Ketut mengaku ingin mendengar langsung dari manajemen operator itu. “Justru isu utamanya kami ingin mendengar langsung dari Indosat kenapa seperti putus asa itu. Kalau soal interkoneksi kan bisa minta tolong BRTI untuk mediasi kalau susah,” tutupnya.
Sebelumnya, Indosat Ooredoo meluncurkan paket menelpon Rp 1 untuk produk IM3 Ooredoo. Paket ini lumayan berani karena saat ini tarif ritel atau tarif pungut yang dibebankan operator kepada pelanggan berkisar di angka Rp 1500 – Rp 2000 per panggilan off net (panggilan antar operator) per menit.
Presiden Direktur Indosat Ooredoo Alexander Rusli mengakui kampanye yang dilakukan bagian dari aktivitas below the line untuk edukasi tarif Rp1.
“Kami tak mulai perang, ini memang kondisi pasar seluler ada anomali. Kita sudah tak tahu lagi cara menyampaikan pesan ada yang tak benar dalam pentarifan di Indonesia,” ungkap Alex kepada IndoTelko melalui sambungan telepon, Kamis (16/6).
Diungkapkannya, anomali bisa dilihat dari kinerja Indosat di bisnis seluler selama kuartal pertama 2016 tumbuh double digit year on year. “Kita tumbuh double digit, tetapi kehilangan revenue share yang besar. Sementara ada yang revenue share tumbuh terus, ini artinya ada yang dominan dalam pasang tarif,” paparnya.
Menurutnya, Indosat Ooredoo tak pernah memulai perang dengan Telkomsel walau dalam memandang kebijakan pemerintah selalu berseberangan seperti terkait isu penurunan biaya interkoneksi, network sharing, asymmetric regulation, dan lainnya.
“Memang kita tak sejalan, namanya dinamika. Dalam iklan ulang tahun Telkomsel kan dibilang terima kasih atas dinamika pasar selama ini ke kompetitornya. Jadi, ini bagian dari dinamika saja,” sindir Alex
Ditambahkannya, sebenarnya posisi Indosat belum besar di luar Jawa karena baru menguasai pangsa pasar sekitar 3%. Namun, untuk berusaha memperbesar pasar lumayan sulit karena terdapat beberapa halangan seperti susahnya membuka outlet dan biaya interkoneksi yang tak kompetitif.(dn)