JAKARTA (IndoTelko) – Aksi Indosat Ooredoo (Indosat) menyudutkan Telkomsel dengan kampanye pemasaran di media sosial yang menyindir tarif operator tersebut dan menuding adanya praktik monopoli di luar Jawa melalui media massa dianggap tak etis di era persaingan sehat.
“Sangat tak etis yang dilakukan Indosat terhadap Telkomsel. Mereka sudah tumpang tindih antara sebagai pemain atau regulator. Kampanye yang membandingkan secara langsung dengan kompetitor itu jelas salah di etika pariwara. Soal isu monopoli, kalau memang ada sebaiknya lapor saja ke regulator, kenapa bikin gaduh dulu di media massa. Ini seperti menggiring opini publik,” sesal Ketua Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala di Jakarta, Selasa (21/6).
Diharapkannya, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) melihat masalah ini secara jernih dan bisa menindak tegas pihak-pihak bermasalah dalam sengketa ini. “Ini kalau saya lihat aksi Indosat seperti ingin mengambil ikan tetapi bikin kolam keruh. Isu monopoli di luar Jawa tak relevan, sama-sama punya lisensi seluler. Bedanya yang satu (Telkomsel) bangun terus, satunya (Indosat) baru mulai gencar bangun. Nah, yang baru masuk ingin ambil ikan tetapi bikin air yang jernih jadi keruh semua. Paling kasihan nanti pelanggan, mereka bertempur, kualitas layanan menjadi turun,” tambahnya.
Sementara Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB M Ridwan Effendi mengungkapkan tak relevan menggunakan alasan belum terjadinya penurunan biaya interkoneksi sehingga kompetisi menjadi tak kompetitif.
“Komponen biaya interkoneksi itu tidak terlalu signifikan, dan tidak bisa dijadikan alasan, karena sebenarnya biaya interkoneksi muncul akibat adanya perbedaan coverage layanan dari para operator,” katanya.
Dijelaskannya, operator tidak boleh mengambil untung dari intekoneksi karena itu perhitungan berbasis biaya. “Ini kan recovery cost. Hanya harga dasarnya saja yang dibayar. Teorinya, kalau jaringan sudah mature, tarif interkoneksi akan terus turun,” katanya
Tetapi penurunan di biaya interkoneksi tak akan terjadi kalau operator terus membangun atau berganti teknologi, bisa saja tetap atau bahkan naik. “Tarif interkoneksi yang sesuai akan mendorong peningkatan kualitas layanan dan sebaiknya. Tarif interkoneksi yang sesuai akan mendorong operator untuk memperluas jaringannya,” katanya.
Pengamat Telekomunikasi Kalamullah Ramli menambahkan bisa saja fenomena serangan frontal yang dilakukan Indosat Terhadap Telkomsel karena panik hal yang direncanakan dalam ekspansi tak berjalan mulus. (
Baca juga:
Indosat tuding ada monopoli)
“Kalau saya lihat keuntungan Telkomsel saat ini di luar Jawa didapat karena mereka terus membangun. Kalau kemudian mereka dominan di sana, karena yang lain tidak membangun. Istilahnya Natural Monopoli. Monopoli yang terjadi secara alamiah karena yang lain tidak membangun. Ingat ya, monopoli tak dilarang, yang dilarang itu perilaku monopoli menghambat persaingan,” tutupnya. (
Baca juga: BRTI minta hentikan saling sindir)
Sebelumnya, BRTI telah meminta Indosat untuk menghentikan kampanye negatif terhadap Telkomsel di media massa karena tak sesuai dengan etika. Manajemen Indosat dalam pertemuan dengan BRTI sendiri beralasan aksi nekad dilakukan karena selama ini terhambat dalam berbagai isu strategis seperti penurunan biaya interkoneksi, network sharing, dan adanya praktik monopoli oleh Telkomsel di luar Jawa.(id)