JAKARTA (IndoTelko) – PT Indosat Tbk (ISAT) atau Indosat Ooredoo dinilai banyak menyia-nyiakan peluang dalam mengimbangi dominasi Telkomsel sejak beberapa tahun lalu.
Anggota Dewan TIK Nasional Garuda Sugardo mengungkapkan ada dua kesempatan di masa lalu di mana sebenarnya Indosat dapat mengimbangi Telkomsel.
Pertama, saat produk IM3 diluncurkan tahun 2001. Saat itu Telkomsel sempat kelimpungan menghadapi citra IM3 yang muda dan multimedia. “Ngetren banget tuh barang, sehingga saya harus ditarik dari Indosat untuk balik ke Telkom,” kata Pria yang pernah menduduki berbagai posisi bergengsi di Telkom itu dalam catatannya yang diunggah di akun Facebook (27/6).
Ditambahkannya, momen kedua adalah saat Satelindo merger dengan Indosat, pada tahun 2003. Saat itu Jumlah BTS dan pelanggan gabungan IM3 Indosat ditambah Matrix dan Mentari (Satelindo) sebenarnya hampir sama dengan Telkomsel. Bila saja manajemen Indosat saat itu faham doktrin seluler dan menggeber bisnisnya, pastilah kondisinya tak kedodoran seperti sekarang.
“Sayang sebagian besar saham Indosat sekitar 2014 dijual ke investor asing, maka jadilah pusing. Nasi telah menjadi bubur,” katanya. (
Baca juga: Jurus Mabuk Indosat)
Menurutnya, dominasi Telkomsel di pasar seluler Indonesia memang tidak terbendung lagi. “Gampang mengukurnya, kira-kira “serba 50%”. Bila jumlah pelanggan seluler 320 juta, maka Telkomsel l separuhnya. Bila jumlah BTS Telkomsel sekitar 105 ribu, kira-kira itulah total BTS pesaingnya. Bila belanja industri seluler Indonesia Rp 250 triliun, maka Telkomsel setengahnya,”katanya.
Dijelaskannya, rahasia kekuatan Telkomsel di jangkauan. Sebagai penguasa pasar, Telkomsel sejak dulu menerapkan strategi universal "RPA".
Retention berarti mempertahankan pelanggannya dengan program customer loyality. Penetrasi artinya ngrangsek pasar dengan penggelaran BTS ke segala penjuru berpopulasi. Dan Akuisisi, merebut pasar dengan cara membujuk pelanggan dari pesaing untuk berpaling.
“Sekarang salah satu tujuan dari perjuangan Indosat mengubah regulasi adalah memperoleh penurunan tarif interkoneksi. Sebuah upaya yang "luhur" agar para pelanggannya bisa menghubungi komunitas Telkomsel yang jumlahnya besar dari Sabang sampai Merauke, dan dari Miangas sampai Pulau Rote, dengan tarif yang lebih murah,” sindirnya.
Tapi jangan lupa, lanjutnya, bahwa makna interkoneksi adalah “siapa berbuat apa dan mendapatkan apa”. Telkomsel yang membangun jaringan di seluruh pelosok Nusantara, pantas menikmati hasilnya secara sejahtera.
“Siapa yang membangun jaringan diirit-irit, pantaslah dapatnya sedikit. Saya justru menghimbau agar pemerintah menugaskan operator memenuhi janjinya membangun jaringan sesuai lisensinya. Lisensi adalah kewajiban bukan hak! Semua operator harus membangun coverage nasional, setelahnya baru menuntut interkoneksi murah secara resiprokal. Begitu baru adil dan bijaksana,” tutupnya.(id)