JAKARTA (IndoTelko) – Platform peer-to-peer lending (P2P) milik Modalku makin aman berkat ada kerjasama kustodian dengan PT Bank Sinarmas Tbk (Bank Sinarmas).
Sebagai kustodian, Bank Sinarmas akan menampung dana dari pemberi pinjaman pada aplikasi Modalku, sehingga keamanan dan transparansi dana terjamin.
Co-Founder Modalku Reynold Wijaya menjelaskan kemitraan dengan bank kustodian merupakan bagian dari inovasi dan layanan konsumen oleh perusahaan yang dipimpinnya.
“Implementasi kustodian bukanlah hal yang mudah, namun akan memaksimalkan kegiatan peer-to-peer lending di Modalku, karena dana pemberi pinjaman terjamin aman. Standar tinggi kami akan menciptakan dunia fintech yang lebih sehat di Indonesia,” ujarnya, kemarin.
Direktur Utama Bank Sinarmas Freenyan Liwang menambahkan ekosistem peer-to-peer lending sedang tumbuh pesat di Indonesia, dan perjanjian kustodian ini akan membawa peer-to-peer lending di Indonesia ke tingkat selanjutnya, yaitu ke arah yang lebih ideal. “Kami percaya bahwa dengan kerja sama ini, Bank Sinarmas akan menjadi salah satu bank terkemuka dalam keuangan digital,” katanya.
Asal tahu saja, isu utama pada platform peer-to-peer lending adalah perlindungan dan keamanan dana konsumen. Tanpa bank kustodian, pengelola platform peer-to-peer lending dapat menyalahgunakan dana seperti pada kasus Ponzi Game, mengeluarkan pinjaman palsu, serta bentuk penipuan lainnya.
Keberadaan bank kustodian dapat meminimalkan kekhawatiran ini, karena dapat memastikan bahwa dana pemberi pinjaman tidak disalahgunakan oleh pengelola portal. Modalku merupakan platform pinjam meminjam langsung di mana UMKM Indonesia dapat menerima pendanaan secara langsung dari pemberi pinjaman, baik individu maupun lembaga keuangan.
Sejak didirikan Januari pada 2016, Modalku telah memfasilitasi pinjaman jangka pendek lebih dari Rp 14 miliar kepada lebih dari 54 UKM, sekaligus menawarkan tingkat pengembalian di atas bunga deposito bank ataupun obligasi bagi para pemberi pinjaman.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memliki harapan besar ke pemain financial technology (Fintech) dalam memangkas kesenjangan keuangan (financial gap). Kabarnya, gap yang belum bisa dibiayai oleh perbankan nilainya mencapai Rp988 triliun.
Berdasarkan data OJK saat ini total kebutuhan pembiayaan mencapai Rp1.649 triliun, sedangkan kapasitas pembiayaan yang dimiliki oleh industri jasa keuangan tradisional hanya Rp660 triliun, atau sekitar 40% saja dari kebutuhan.(ak)