JAKARTA (IndoTelko) – Forum Masyarakat Peduli Telekomunikasi Indonesia (FMPTI) Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) No 53 Tahun 2000 Tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit prematur karena belum mendapatkan persetujuan presiden serta tidak sesuai dengan Keputusan Presiden Negara Republik Indonesia Nomor 10 dan Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2016.
“Kementerian bisa atau boleh membuat kebijakan baru ataupun merevisi peraturan akan tetapi harus sesuai prosedur dan tidak melanggar Undang-Undang yang berlaku,” kata Sekjen FMPTI Johan Fadli Madali dalam rilisnya, Selasa (15/11).
Mengutip Pasal 26 ayat 2 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan disebutkan perencanaan penyusunan peraturan pemerintah harus ditetapkan dengan Keputusan Presiden. (
Baca:
babak baru revisi PP)
Bahwa kemudian dipertegas menurut Pasal 29 ayat (3) dan Pasal 30 ayat (3) Peraturan Presiden Negara Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dimana pasal 29 ayat (3) menyebutkan Daftar perencanaan program penyusunan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Sedangkan bunyi Pasal 30 ayat (3) yaitu pemrakarsa harus terlebih dahulu mengajukan permohonan izin prakarsa kepada Presiden. (
Baca:
Rencana network sharing)
Apalagi dikuatkan berdasarkan dari teori kedaulatan hukum (Rechts-souvereiniteit) yang pada prinsipnya menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara adalah hukum, oleh sebab itu seluruh alat perlengkapan negara apapun namanya termasuk warga negara harus tunduk dan patuh serta menjunjung tinggi hukum tanpa kecuali.
Lebih lanjut, mengacu Asas Legalitas Pemerintahan dimana maksud dari asas ini adalah pemerintah dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya harus berdasarkan pada hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hukum harus menjadi landasan bagi negara dalam menjalankan pemerintahan.
“Berdasarkan uraian tersebut diatas, penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2000 Tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit melanggar hukum dan melanggar asas legalitas pemerintahan serta konsep teori kedaulatan hukum” ujar Johan.
Ketua FMPTI Rofiq Setyadi menambahkan sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, meminta pemerintah transparan untuk menunjukan Izin Prakarsa RPP No 53 Tahun 2000 Tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit dari Presiden.
“Bila memang Menteri tidak dapat menunjukkan izin prakarsa, maka kami berharap RPP No 53 Tahun 2000 ini harus di tunda terlebih dahulu dan dimasukkan dalam daftar perencanaan program penyusunan Peraturan Pemerintah di tahun 2017 sehingga Perubahan RPP 53 Tahun 2000 ini tidak menimbulkan kecurigaan dan berpotensi menimbulkan kegaduhan dalam industri telekomunikasi di dalam negeri,” katanya.
“Kalau presiden mengetahui atau menyetujui Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut, maka sah-sah saja. Tapi jika sebaliknya, tentunya perlu dipertanyakan ada apakah dengan Rancangan Peraturan Pemerintah? Untuk kepentingan apa, siapa dan tentu apa dampak akibat dari RPP 53 Tahun 2000 tersebut,” kata Rofiq.
FMPTI mengharapkan Menteri bekerja dengan baik dan profesional jangan menyembunyikan dari Presiden mengenai rancangan perubahan PP No 53 Tahun 2000 dengan tidak meminta izin untuk melakukan perubahan PP ini di tahun ini. "Kami akan mendukung menteri untuk bekerja dengan baik demi NKRI, namun tugas kami juga untuk mengingatkan agar tetap berjalan di koridor pemerintahan yang baik demi mendukung terwujudnya Nawa Cita Presiden Joko Widodo," katanya.
FMPTI sebagai forum masyarakat akan terus ikut mencermati dan mengawal isi dari materi pasal-pasal yang dirancang, dimana setiap klausul yang dirancang harus berdampak baik terhadap industri telekomunikasi dan yang paling penting harus berdampak positif untuk konsumen/ masyarakat Indonesia kedepannya. "Karena menurut kami Undang-Undang atau peraturan dibuat untuk dijalankan dan tidak boleh dilanggar dan harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara," tutupnya.(wn)