telkomsel halo

Wah, 22 organisasi tolak RPP No 52 dan 53 Tahun 2000

05:29:37 | 22 Nov 2016
Wah, 22 organisasi tolak RPP No 52 dan 53 Tahun 2000
Demonstrasi menolak revisi aturan telekomunikasi dan frekuensi beberapa waktu lalu.(dok)
JAKARTA (IndoTelko) - Konsultasi publik yang dibuka Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah no 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan  RPP no 53 Tahun 2000 Tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit memunculkan fenomena baru.

Kabarnya ada 22 organisasi non pemerintahan dan Lembaga studi yang ikut menanggapi uji publik tersebut dan semuanya menolak rencana implementasi Network Sharing dan spectrum sharing yang akan difasilitasi oleh kedua RPP itu. (Baca: Pekerja BUMN tolak revisi PP)

Ke-22 organisasi itu diantaranya APPKSI,LBH BUMN ,IDM, Petisi 28,Komunitas Masyarakat Penguna Jasa Telekomunikasi Indonesia , Asosiasi Peneliti Ekonomi Politik Indonesia , Indonesia Club ,Lembaga Kontrol dan Monitoring Pembangunan Sulsel, Lembaga Swadaya Pengembangan Pembangunan Perbatasan Kalimatan Barat ,Pusat Study Ekonomi Politik Univ Bung Karno ,ALIANSI GERAKAN BERSAMA MASYARAKAT INDONESIA, Institute Kajian Ekonomi Kalimantan Selatan ,Serikat Pekerja Industri Nasional ,IKEP Sulsel,Persatuan Mahasiswa Indonesia Timur ,lembaga Pemantau pembangunan Riau ,PERSERIKATAN BANTUAN HUKUM MASYARAKAT NUSA TENGGARA BARAT ,Masyarakat Pengerak Pembangunan Papua ,Lembaga Pilar Bangsa Sulawesi Utara, Institute Kajian Ekonomi Kalimantan Selatan ,PERSATUAN MAHASISWA HUKUM UNIVERSITAS WIDYA GAMA MAHAKAM SAMARINDA.dan 5 LSM dari Sultra ,Sekar Telkom ,KSPI,FSPMI, Sekar Telkomsel , SP BUMN Strategis, PRD, dan KASPI.

"Nah, jelas bahwa RPP No 52 dan 53 tahun 2000 ditolak oleh masyarakat karena itu harus dibatalkan. Jika dalam waktu 3 x24 jam tidak dibatalkan maka kami akan melayangkan somasi kepada Kominfo serta mendesak Presiden memecat Menkominfo dan Menko Perekonomian yang berpotensi sebagai penyebab kerugian negara di masa depan akibat revisi kedua PP tersebut," kata Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono dalam rilisnya, Senin (21/11).

FSP BUMN Bersatu menilai rencana perubahan kedua aturan memang akan menarik asing untuk berinvestasi lebih banyak di Indonesia agar bisa merampok kue ekonomi Indonesia, dengan modal kecil untung besar dengan mempengaruhi pengambil kebijakan untuk membuat dan mengubah regulasi yang menguntungkan asing dan mematikan usaha korporasi nasional.

"Perubahan kedua PP tersebut hanya menguntungkan asing yang tidak mau mengucurkan modal untuk membangun jaringan telekomunikasi secara menyeluruh dan merata di Indonesia," katanya.

Diingatkannya, perubahan kedua tersebut mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena spektrum radio merupakan sumber daya alam terbatas yang seharusnya dikuasai oleh Negara dan dilindungi dari penguasaan asing.

Dalam pandangan lembaga ini, perubahan kedua PP tersebut membuat operator telekomunikasi saling tunggu dalam membangun jaringan telekomunikasi khususnya di wilayah non-profit. Hal ini menyebabkan kesenjangan informasi, ekonomi, dan sosial, sehingga melahirkan gerakan separatis atau sekurang-kurangnya meningkatkan kriminalitas di wilayah tersebut.

"Wacana perubahan aturan di dalam PP itu membuat operator telekomunikasi menjadi semakin malas membangun, sehingga mengakibatkan pembangunan jaringan telekomunikasi tidak menyeluruh dan tidak merata hingga ke pelosok negeri," katanya.

Ditambahkannya, perubahan kedua PP tersebut mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, dimana terdapat perjanjian antar operator telekomunikasi terkait pengaturan produksi, harga, maupun penguasaan pasar.

Terakhir, perubahan kedua PP tersebut merugikan BUMN sektor telekomunikasi yang telah mengeluarkan investasi besar untuk membangun jaringan telekomunikasi dengan nilai kerugian dalam lima tahun mencapai Rp 200 triliun. Dengan kerugian BUMN, maka kerugian Negara mencapai Rp 100 triliun dalam lima tahun.

GCG BUMN
"Kita ingatkan, ketentuan dalam perubahan 2 (dua) PP tersebut bertentangan dengan Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, sehingga jika dipaksakan akan batal demi hukum melalui judicial review. Kami mendesak agar Presiden Joko Widodo sebagai Presiden yang membawa misi perekonomian Trisakti dan Nawacita untuk membatalkan perubahan kedua PP tersebut, dengan pertimbangan hal ini adalah cara-cara asing untuk merusak perekonomian Indonesia, dan tidak menguntungkan bagi Rakyat, serta membahayakan keberadaan Bhinneka Tunggal Ika dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia," katanya.(id)

Ikuti terus perkembangan berita ini dalam topik
Artikel Terkait
Rekomendasi
Berita Pilihan
More Stories
Data Center Service Provider of the year